TintaSiyasi.id -- Kitab Kifâyatul Atqiyâ’ wa Minhâjul Ashfiyâ’ karya Sayid Abu Bakar bin Muhammad Syathâ ad-Dimyâthi adalah salah satu karya klasik penting dalam literatur tasawuf dan akhlak Islam. Dalam kitab ini, zuhud mendapatkan tempat istimewa sebagai fondasi utama bagi para salik (penempuh jalan spiritual) yang ingin mencapai maqam kedekatan dengan Allah Swt.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai zuhud dan keutamaannya dalam Kitab Kifâyatul Atqiyâ’:
1. Pengertian Zuhud dalam Kifâyatul Atqiyâ’
Sayid Abu Bakar Syatha mengutip definisi para ulama sufi terdahulu tentang zuhud, di antaranya:
“Az-zuhdu tarku mâ lâ yanfa’ fî al-âkhirah”
Zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.
Artinya, zuhud bukan berarti menolak dunia secara total, melainkan menempatkan dunia di tangan, bukan di hati.
2. Macam-macam Zuhud
Dalam Kifâyatul Atqiyâ’, disebutkan bahwa zuhud memiliki tingkatan, antara lain:
a. Zuhud terhadap perkara haram
Ini adalah tingkatan paling dasar, yang menjadi kewajiban bagi semua Muslim.
b. Zuhud terhadap perkara mubah yang berlebihan
Zuhud pada tingkatan ini dilakukan oleh para salik agar tidak terjerumus dalam kelalaian.
c. Zuhud terhadap dunia secara total (bahkan yang halal), demi mencapai maqam ridha dan ma’rifah
Ini adalah tingkatan para wali dan orang-orang shalih yang telah merasakan manisnya kedekatan dengan Allah.
3. Keutamaan Zuhud dalam Kitab Ini
Sayid Abu Bakar Syatha menyebutkan banyak keutamaan zuhud, di antaranya:
a. Jalan Menuju Cinta Allah
Bersumber dari hadis Nabi Saw.
“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu. Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah).
b. Menjadikan Hati Tenang dan Lapang
Orang yang zuhud tidak dikendalikan oleh keinginan dunia, sehingga hatinya lebih fokus dan tenang dalam mengingat Allah.
c. Termasuk Akhlak Para Nabi dan Shiddiqin
Zuhud adalah sifat agung yang diwariskan dari para nabi kepada para wali dan shalihîn.
4. Praktik Zuhud dalam Kehidupan Sehari-hari
Kitab ini juga memberikan contoh konkret bagaimana seorang murid seharusnya:
• Mengurangi keterikatan dengan harta dan pujian manusia.
• Lebih banyak mengingat akhirat dalam aktivitasnya.
• Menyibukkan diri dengan amal shalih dan ilmu yang bermanfaat.
Zuhud menurut Sayid Abu Bakar Syatha bukanlah hidup miskin atau menjauh dari dunia sepenuhnya, melainkan sebuah sikap batin yang menempatkan dunia pada tempatnya sebagai alat, bukan tujuan. Orang yang zuhud adalah orang yang paling kaya, karena hatinya tidak tergantung kepada makhluk, melainkan bergantung sepenuhnya kepada Sang Khaliq.
Zuhud dan Cahaya Ilmu: Jalan Menuju Petunjuk Tanpa Perantara
"Siapa pun yang ingin diberi oleh Allah ilmu tanpa belajar dan petunjuk tanpa lantaran hidayah, hendaknya ia zuhud terhadap dunia."
Hadis Nabi Muhammad Saw.
Dalam setiap zaman, para pencari ilmu dan kebenaran senantiasa berharap mendapatkan cahaya yang bisa menerangi perjalanan hidup mereka. Namun, tidak semua yang berilmu diberi pemahaman, dan tidak semua yang belajar diberi petunjuk. Maka, Nabi Muhammad Saw. memberikan sebuah rahasia agung: zuhud adalah pintu menuju ilmu sejati dan hidayah yang murni.
Zuhud: Bukan Menolak Dunia, Tetapi Melepas Ikatan Hati
Dalam Kitab Kifâyatul Atqiyâ’ wa Minhâjul Ashfiyâ’, Sayid Abu Bakar Syatha menjelaskan bahwa zuhud bukan berarti menjauhi harta atau hidup dalam kefakiran, tetapi zuhud adalah sikap batin yang tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Zuhud berarti menyingkirkan dunia dari hati, agar hati itu dapat dipenuhi oleh cinta dan makrifat kepada Allah.
"Az-zuhdu tarku mā lā yanfa‘u fī al-ākhirah."
"Zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat."
Dengan zuhud, seorang hamba melepaskan dirinya dari jebakan dunia yang menipu. Ia tidak dikendalikan oleh ambisi, pujian, kekuasaan atau kemewahan. Ia hidup di dunia, tetapi dunia tidak hidup dalam hatinya.
Ilmu Tanpa Belajar, Petunjuk Tanpa Hidayah: Makna yang Dalam
Sabda Nabi di awal tulisan ini menyimpan isyarat halus bahwa ada ilmu yang dianugerahkan langsung oleh Allah tanpa melalui proses belajar formal. Inilah yang disebut oleh para ulama sebagai ilmu laduni, yakni ilmu yang Allah tanamkan langsung ke dalam hati hamba yang bersih dari hawa nafsu.
Seperti firman Allah Swt.
“Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu.”
(QS. Al-Baqarah: 282).
Zuhud menumbuhkan takwa, dan takwa membuka pintu-pintu ilmu yang tersembunyi dari kebanyakan orang. Maka tidak mengherankan bila para ulama besar sepanjang sejarah, seperti Imam Al-Ghazali, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dan lainnya memiliki penghayatan rohani yang mendalam sebelum mereka diberi limpahan ilmu dan hikmah.
Cahaya Zuhud dalam Kehidupan Salafush Shalih
Sayid Abu Bakar Syatha dalam kitabnya mencontohkan para salafush shalih yang hidup dalam zuhud, tetapi tetap menjadi lautan ilmu bagi umat. Mereka tidak terikat dengan gemerlap dunia, tetapi justru menjadi pemilik cahaya yang menyinari dunia. Mereka tidak berambisi menjadi populer, tetapi Allah menjadikan nama mereka harum sepanjang masa. Zuhud membuat hati mereka jernih, sehingga firasat mereka tajam, pandangan mereka bijak, dan keputusan mereka bersumber dari hikmah Ilahi.
Zuhud dalam Kehidupan Kita Hari Ini
Di tengah dunia modern yang bising oleh iklan, ambisi, dan pencitraan, zuhud tampak seperti sesuatu yang langka. Namun, justru karena kelangkaannya, zuhud menjadi permata yang amat berharga. Zuhud bukan berarti keluar dari kehidupan sosial atau meninggalkan pekerjaan, tetapi:
• Mengendalikan cinta dunia, bukan dikendalikan olehnya
• Mendahulukan akhirat dalam setiap keputusan hidup
• Menjadikan Allah sebagai tujuan, bukan sekadar kenikmatan sementara
Seorang yang zuhud hari ini bisa jadi adalah seorang pebisnis, guru, akademisi, atau aktivis. Namun, hatinya tidak terikat pada tepuk tangan atau angka pencapaian. Ia menanam amal bukan untuk dilihat manusia, tapi untuk dipanen di sisi Tuhannya.
Penutup: Cahaya Tak Terlihat, Tapi Mengubah Segalanya
Zuhud adalah cahaya. Ia mungkin tak terlihat oleh mata kasar, tapi pengaruhnya nyata. Ia mengubah arah hidup seseorang dari pencarian duniawi menuju pencarian Ilahi. Ia membuka jalan bagi hadirnya ilmu yang penuh keberkahan dan petunjuk yang membimbing ke arah yang benar, bahkan tanpa banyak kata.
“Bila cahaya Allah telah masuk ke dalam hati, maka hati itu akan menjadi sumber segala ilmu, ketenangan, dan cinta yang sejati.”
Apabila Anda ingin mendekat kepada Allah, ingin meraih hikmah yang menenangkan jiwa, maka berjalanlah di jalan zuhud. Karena di sanalah Allah menyambut hamba-hamba-Nya dengan cahaya ilmu dan petunjuk yang tak ternilai.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo