×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tobat: Tiang Agama yang Terlupakan

Selasa, 29 April 2025 | 09:57 WIB Last Updated 2025-04-29T02:58:31Z


Tintasiyasi.ID -- Dalam keheningan hati, kadang kita menyadari: hidup ini tidak sepenuhnya bersih dari kekhilafan. Ada bisikan jiwa yang menuntun kita untuk kembali—bukan ke dunia, tetapi kepada Allah. Di sinilah tobat menemukan maknanya yang sejati.

 

Kitab Kifayatul Atqiya menjelaskan dengan ringkas namun dalam, bahwa tobat adalah tiang agama yang paling penting. Disebutkan bahwa:

"Tobat berarti meninggalkan hal yang tercela dalam syariat menuju hal yang dipuji syariat."

 

Tobat bukan sekadar penyesalan emosional yang sesaat. Ia adalah transformasi rohani—sebuah perubahan arah dari jalan yang gelap menuju cahaya. Dari hal-hal yang dimurkai syariat, menuju perbuatan yang diridai oleh-Nya. Dalam tobat, terkandung kesadaran, kerendahan hati, dan harapan. Ia menjadi fondasi yang mengokohkan iman.

 

Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya yang mulia berpesan:

Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (QS An-Nur: 31)

 

Perintah ini ditujukan bukan kepada para pendosa semata, tetetapi kepada seluruh orang beriman. Karena sejatinya, tiada satu pun jiwa yang luput dari kekeliruan. Bahkan para nabi dan wali yang maksum pun senantiasa merunduk dalam munajat tobat, meski dosa tak pernah melekat pada mereka. Mengapa? Karena semakin tinggi tingkat makrifat seseorang, semakin ia melihat kekurangan dalam dirinya di hadapan kebesaran Allah.

 

Kata-Kata para Salaf tentang Tobat

 

Imam Hasan al-Bashri رحمه الله berkata:

"Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di bawah sebuah gunung yang akan menimpanya. Sedangkan orang fajir (durhaka) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di depan hidungnya, lalu ia usir begitu saja."

(HR Bukhari secara muallaq)

 

Sufyan Ats-Tsauri رحمه الله berkata:

"Tobat adalah awal jalan bagi orang yang mencari Allah. Maka siapa yang tidak memiliki tobat, ia tidak memiliki jalan."

 

Ibnul Qayyim رحمه الله dalam Madarij As-Salikin menuliskan:

"Tobat adalah awal langkah bagi seorang salik (penempuh jalan menuju Allah), dan ia juga akhirnya. Ia adalah permulaan jalan dan penutupnya. Ia adalah syarat dalam setiap makam dan keadaan. Tidak akan lurus makam seseorang kecuali dengan tobat."

 

Hadis Nabi tentang Kemuliaan Tobat

Rasulullah bersabda:

Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat. (HR Tirmidzi, Hasan Shahih)

 

Dan dalam hadis qudsi yang menggambarkan keluasan rahmat Allah:

 

Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau menjumpai-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula. (HR Tirmidzi)

 

Pulanglah, Pintu Itu Masih Terbuka

 

Tobat adalah jembatan. Ia menghubungkan masa lalu yang suram dengan masa depan yang bercahaya. Ia bukan hanya jalan pulang, tetapi juga tanda cinta Allah kepada hamba-Nya—karena tanpa taufik dari-Nya, tidak akan ada satu pun hamba yang mampu kembali.

 

Siapa pun kita, dan sejauh apa pun langkah kita menjauh, pintu itu masih terbuka. Pintu tobat tidak pernah terkunci, selama nyawa belum di kerongkongan. Dan siapa yang mengetuknya dengan hati yang remuk, akan disambut dengan kasih yang lebih luas dari langit dan bumi.

 

Maka mari kita pulang. Bukan karena kita pantas, tetapi karena Dia Maha Menerima tobat.

 

Carilah ampunan dari setiap hak adami. Jagalah dan benar-benar sempurnakanlah rukun-rukun ini

 

Menjaga Hak dan Menyempurnakan Rukun Tobat

 

Dalam perjalanan tobat, ada satu aspek penting yang sering terlupakan: hak-hak adami—hak sesama manusia. Tobat tidak akan sempurna bila masih ada hak orang lain yang terzalimi. Maka dari itu, mintalah ampunan atas setiap hak yang telah kita langgar, baik berupa harta, kehormatan, atau luka dalam hati yang pernah kita tinggalkan.

 

Sebagaimana disebutkan oleh para ulama, tobat dari dosa yang menyangkut hak manusia tidak sah kecuali setelah:

• Mengembalikan hak tersebut,

• Atau meminta kerelaan dari pemiliknya,

• Atau mendoakan dan menggantinya dengan kebaikan bila ia telah tiada.

 

Dan sempurnakanlah rukun-rukun tobat:

1. Menyesal dengan hati yang tulus,

2. Berhenti secara total dari dosa yang dilakukan,

3. Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi,

4. Serta mengembalikan setiap hak yang pernah diambil, jika itu berkaitan dengan makhluk.

 

Tobat sejati bukan hanya perubahan arah, tetapi juga pengakuan dan pemulihan terhadap yang pernah dilukai. Inilah bentuk kejujuran rohani yang diridai Allah.

 

Sebagaimana Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:

 

"Tobat itu harus meliputi hati yang sadar, lisan yang jujur, dan anggota tubuh yang tidak kembali kepada dosa."

 

Wahai Manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian mati, bersegeralah beramal saleh sebelum kalian disibukkan, dan dekatkan diri kalian kepada Allah dengan memperbanyak zikir kepada-Nya serta banyak sedekah dengan sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Niscaya kalian akan diberi rezeki, ditolong dan dicukupi. (HR Ibnu Majah)

 

Ini adalah nasihat yang sangat menyentuh dan dalam maknanya. Hadis tersebut mengandung tiga seruan utama yang bisa menjadi refleksi harian bagi setiap jiwa yang mencari kedekatan dengan Allah:

 

1. Bertobat sebelum mati

Ini adalah panggilan untuk kembali kepada Allah sebelum datangnya ajal, karena tobat yang tulus akan menghapus dosa-dosa dan membuka pintu kasih sayang-Nya.

 

2. Bersegera dalam amal saleh

Jangan tunda kebaikan. Kesibukan dunia bisa membuat hati lalai, maka selagi ada waktu dan tenaga, manfaatkan untuk memperbanyak amal.

 

3. Mendekatkan diri kepada Allah

Caranya melalui zikir dan sedekah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dua amalan ini adalah jalan kuat untuk menumbuhkan ikatan batin dengan Sang Pencipta.

 

Dan janji Allah sangat jelas di akhir nasihat ini:

“Niscaya kalian akan diberi rezeki, ditolong, dan dicukupi.”

 

Ini adalah balasan yang luar biasa bagi mereka yang ikhlas kembali kepada-Nya: keberkahan hidup, pertolongan dalam kesulitan, dan kecukupan dalam kebutuhan.

 

 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.

Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update