Tintasiyasi.ID -- Dalam keheningan hati, kadang kita menyadari: hidup ini tidak sepenuhnya bersih dari kekhilafan. Ada bisikan jiwa yang menuntun kita untuk kembali—bukan ke dunia, tetapi kepada Allah. Di sinilah tobat menemukan maknanya yang sejati.
Kitab Kifayatul
Atqiya menjelaskan dengan ringkas namun dalam, bahwa tobat adalah tiang
agama yang paling penting. Disebutkan bahwa:
"Tobat
berarti meninggalkan hal yang tercela dalam syariat menuju hal yang dipuji
syariat."
Tobat bukan
sekadar penyesalan emosional yang sesaat. Ia adalah transformasi rohani—sebuah
perubahan arah dari jalan yang gelap menuju cahaya. Dari hal-hal yang dimurkai
syariat, menuju perbuatan yang diridai oleh-Nya. Dalam tobat, terkandung
kesadaran, kerendahan hati, dan harapan. Ia menjadi fondasi yang mengokohkan
iman.
Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya yang mulia berpesan:
Bertobatlah
kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu
beruntung. (QS An-Nur: 31)
Perintah ini
ditujukan bukan kepada para pendosa semata, tetetapi kepada seluruh orang
beriman. Karena sejatinya, tiada satu pun jiwa yang luput dari kekeliruan.
Bahkan para nabi dan wali yang maksum pun senantiasa merunduk dalam munajat tobat,
meski dosa tak pernah melekat pada mereka. Mengapa? Karena semakin tinggi
tingkat makrifat seseorang, semakin ia melihat kekurangan dalam dirinya di
hadapan kebesaran Allah.
Kata-Kata para
Salaf tentang Tobat
Imam Hasan
al-Bashri رحمه الله berkata:
"Sesungguhnya
seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di bawah sebuah gunung yang
akan menimpanya. Sedangkan orang fajir (durhaka) melihat dosanya seperti
lalat yang lewat di depan hidungnya, lalu ia usir begitu saja."
(HR Bukhari
secara muallaq)
Sufyan
Ats-Tsauri رحمه الله berkata:
"Tobat
adalah awal jalan bagi orang yang mencari Allah. Maka siapa yang tidak memiliki
tobat, ia tidak memiliki jalan."
Ibnul Qayyim رحمه الله
dalam Madarij As-Salikin menuliskan:
"Tobat
adalah awal langkah bagi seorang salik (penempuh jalan menuju Allah), dan ia
juga akhirnya. Ia adalah permulaan jalan dan penutupnya. Ia adalah syarat dalam
setiap makam dan keadaan. Tidak akan lurus makam seseorang kecuali dengan tobat."
Hadis Nabi ﷺ
tentang Kemuliaan Tobat
Rasulullah ﷺ
bersabda:
Setiap anak
Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah
mereka yang bertobat. (HR Tirmidzi, Hasan Shahih)
Dan dalam hadis
qudsi yang menggambarkan keluasan rahmat Allah:
Wahai anak
Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi,
kemudian engkau menjumpai-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun, maka
Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula. (HR
Tirmidzi)
Pulanglah,
Pintu Itu Masih Terbuka
Tobat adalah
jembatan. Ia menghubungkan masa lalu yang suram dengan masa depan yang
bercahaya. Ia bukan hanya jalan pulang, tetapi juga tanda cinta Allah kepada
hamba-Nya—karena tanpa taufik dari-Nya, tidak akan ada satu pun hamba yang
mampu kembali.
Siapa pun
kita, dan sejauh apa pun langkah kita menjauh, pintu itu masih terbuka. Pintu tobat
tidak pernah terkunci, selama nyawa belum di kerongkongan. Dan siapa yang mengetuknya
dengan hati yang remuk, akan disambut dengan kasih yang lebih luas dari langit
dan bumi.
Maka mari
kita pulang. Bukan karena kita pantas, tetapi karena Dia Maha Menerima tobat.
Carilah
ampunan dari setiap hak adami. Jagalah dan benar-benar sempurnakanlah
rukun-rukun ini
Menjaga Hak
dan Menyempurnakan Rukun Tobat
Dalam
perjalanan tobat, ada satu aspek penting yang sering terlupakan: hak-hak
adami—hak sesama manusia. Tobat tidak akan sempurna bila masih ada hak orang
lain yang terzalimi. Maka dari itu, mintalah ampunan atas setiap hak yang telah
kita langgar, baik berupa harta, kehormatan, atau luka dalam hati yang pernah
kita tinggalkan.
Sebagaimana
disebutkan oleh para ulama, tobat dari dosa yang menyangkut hak manusia tidak
sah kecuali setelah:
•
Mengembalikan hak tersebut,
• Atau
meminta kerelaan dari pemiliknya,
• Atau
mendoakan dan menggantinya dengan kebaikan bila ia telah tiada.
Dan
sempurnakanlah rukun-rukun tobat:
1. Menyesal
dengan hati yang tulus,
2. Berhenti
secara total dari dosa yang dilakukan,
3. Bertekad
kuat untuk tidak mengulanginya lagi,
4. Serta
mengembalikan setiap hak yang pernah diambil, jika itu berkaitan dengan
makhluk.
Tobat sejati
bukan hanya perubahan arah, tetapi juga pengakuan dan pemulihan terhadap yang
pernah dilukai. Inilah bentuk kejujuran rohani yang diridai Allah.
Sebagaimana
Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:
"Tobat
itu harus meliputi hati yang sadar, lisan yang jujur, dan anggota tubuh yang
tidak kembali kepada dosa."
Wahai
Manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian mati, bersegeralah beramal saleh
sebelum kalian disibukkan, dan dekatkan diri kalian kepada Allah dengan
memperbanyak zikir kepada-Nya serta banyak sedekah dengan sembunyi-sembunyi
ataupun terang-terangan. Niscaya kalian akan diberi rezeki, ditolong dan
dicukupi. (HR Ibnu Majah)
Ini adalah
nasihat yang sangat menyentuh dan dalam maknanya. Hadis tersebut mengandung
tiga seruan utama yang bisa menjadi refleksi harian bagi setiap jiwa yang
mencari kedekatan dengan Allah:
1. Bertobat
sebelum mati
➤
Ini adalah panggilan untuk kembali kepada Allah sebelum datangnya ajal, karena tobat
yang tulus akan menghapus dosa-dosa dan membuka pintu kasih sayang-Nya.
2. Bersegera
dalam amal saleh
➤
Jangan tunda kebaikan. Kesibukan dunia bisa membuat hati lalai, maka selagi ada
waktu dan tenaga, manfaatkan untuk memperbanyak amal.
3.
Mendekatkan diri kepada Allah
➤
Caranya melalui zikir dan sedekah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan. Dua amalan ini adalah jalan kuat untuk menumbuhkan ikatan
batin dengan Sang Pencipta.
Dan janji
Allah sangat jelas di akhir nasihat ini:
“Niscaya
kalian akan diberi rezeki, ditolong, dan dicukupi.”
➤
Ini adalah balasan yang luar biasa bagi mereka yang ikhlas kembali kepada-Nya:
keberkahan hidup, pertolongan dalam kesulitan, dan kecukupan dalam kebutuhan.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.