TintaSiyasi.id -- Dalam kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani, disebutkan tiga sebab utama mengapa Nabi Ibrahim a.s. diberi gelaran Khalilullah (kekasih Allah). Tiga sebab tersebut adalah:
1. Selalu memberikan makanan kepada orang lain
Nabi Ibrahim a.s. sangat dermawan dan gemar menjamu tamu. Beliau tidak suka makan sendirian dan selalu berusaha mencari orang lain untuk makan bersamanya. Ini menunjukkan kemurahan hati dan kepedulian sosial yang tinggi yang menjadi salah satu sifat yang sangat dicintai oleh Allah.
2. Selalu merendahkan diri kepada orang miskin
Nabi Ibrahim a.s. tidak memandang rendah orang miskin. Beliau bahkan merendahkan diri di hadapan mereka, menunjukkan akhlak tawadhu (rendah hati) yang luar biasa. Sifat ini menunjukkan kemurnian hati dan menjauhi kesombongan yang merupakan kualitas utama kekasih Allah.
3. Bersedekah dengan makanan yang baik (terbaik)
Ketika bersedekah, Nabi Ibrahim a.s. selalu memberikan makanan yang terbaik, bukan yang sisa atau kurang baik. Ini menunjukkan keikhlasan dan kecintaan dalam memberi, serta bentuk kesyukuran atas rezeki yang Allah berikan.
Ketiga sifat ini, yakni dermawan, rendah hati, dan ikhlas dalam memberi, merupakan amalan yang sangat dicintai Allah dan menjadi sebab utama mengapa Nabi Ibrahim a.s. diberi kedudukan istimewa sebagai kekasih-Nya.
Suatu ketika Nabi Ibrahim pernah ditanya, "Sebab apa Allah menjadikanmu kekasih-Nya?" Nabi Ibrahim a.s. menjawab, "Karena tiga perkara, yaitu, pertama, aku selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah selain-Nya. Kedua, Aku Tidak pernah mengkhawatirkan rezeki yang telah ditanggung Allah. Ketiga, Aku tidak makan di sore maupun di pagi hari kecuali bersama tamu."
Riwayat yang disebutkan itu juga merupakan bagian penting yang disebut dalam kitab Nashoihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani.
Dalam kitab tersebut, disebutkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. pernah ditanya:
"Sebab apa Allah menjadikanmu sebagai kekasih-Nya (Khalilullah)?"
Lalu Nabi Ibrahim a.s. menjawab:
1. Aku selalu mengutamakan perintah Allah di atas perintah selain-Nya.
Ini menunjukkan ketaatan total dan keikhlasan Nabi Ibrahim dalam mengabdikan diri kepada Allah. Semua urusan dunia atau makhluk tak pernah melebihi perintah Allah dalam pandangannya.
2. Aku tidak pernah mengkhawatirkan rezeki yang telah ditanggung oleh Allah.
Ini mencerminkan tawakal yang sempurna. Nabi Ibrahim sangat yakin bahwa rezekinya sudah dijamin oleh Allah, sehingga hatinya selalu tenang dan tidak tergoda oleh kecemasan duniawi.
3. Aku tidak pernah makan pagi atau sore kecuali bersama tamu.
Ini menunjukkan kemurahan hati dan kecintaannya pada memuliakan tamu. Ia bahkan tak sanggup makan sendirian, selalu ingin berbagi rezeki dengan orang lain.
Riwayat ini memperkuat bahwa kedudukan Nabi Ibrahim sebagai kekasih Allah bukan hanya karena ibadah lahiriah, tetapi karena kedalaman tauhid, keyakinan, dan akhlaknya yang luhur.
Berikut ini adalah kutipan dalam bahasa Arab dari Nashoihul ‘Ibad yang menyebutkan jawaban Nabi Ibrahim a.s. ketika ditanya mengapa Allah menjadikannya kekasih-Nya:
سُئِلَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: بِمَ نِلْتَ هَذِهِ الدَّرَجَةَ، أَيْ الْخُلَّةَ؟
فَقَالَ: بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ:
• مَا آثَرْتُ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ أَمْرَ أَحَدٍ،
• وَلَا هَمَمْتُ بِمَا ضَمِنَ اللَّهُ لِي،
• وَلَمْ آكُلْ طَعَامًا بِاللَّيْلِ وَلَا بِالنَّهَارِ إِلَّا مَعَ الضَّيْفِ.
Artinya:
Ibrahim a.s. ditanya: "Dengan apa engkau memperoleh derajat ini, yaitu menjadi kekasih Allah (al-Khullah)?"
Beliau menjawab:
• Aku tidak pernah mengutamakan perintah siapa pun di atas perintah Allah,
• Aku tidak pernah memikirkan apa yang telah dijamin oleh Allah (yaitu rezeki),
• Dan aku tidak pernah makan di malam atau siang hari kecuali bersama tamu.
Kutipan ini menunjukkan betapa tingginya nilai ketaatan, tawakal, dan kemurahan hati di sisi Allah. Makanya Nabi Ibrahim a.s. dijadikan Khalilullah.
Ada tiga cara menghilangkan kesusahan dalam kitab Nashoihul ibad.
Betul, dalam kitab Nashoihul 'Ibad karya Syekh Nawawi al-Bantani, disebutkan tiga cara untuk menghilangkan kesusahan atau kesempitan hidup (raf'ul hamm). Ini merupakan bagian dari nasihat yang sangat berharga dan sering dijadikan pegangan oleh para pencari jalan Allah.
Berikut adalah tiga cara tersebut:
1. Membaca istighfar
الِاسْتِغْفَارُ (Al-Istighfar)
Memohon ampun kepada Allah secara rutin akan membuka jalan keluar dari kesusahan. Karena dosa adalah salah satu penyebab utama kesempitan hidup, maka memperbanyak istighfar bisa menjadi sebab datangnya kelapangan.
2. Shalat malam (Tahajjud)
صَلَاةُ اللَّيْلِ (Shalatul-Lail)
Shalat malam memiliki kedudukan istimewa. Dalam sunyi dan heningnya malam, seorang hamba bisa lebih khusyuk bermunajat kepada Allah, dan ini membuka pintu kemudahan serta pertolongan dari-Nya.
3. Berdoa di waktu sahur
الدُّعَاءُ عِنْدَ السَّحَرِ (Doa di waktu sahur)
Waktu sahur adalah salah satu waktu paling mustajab untuk berdoa. Allah sendiri menyebutkan dalam Al-Qur'an bahwa orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang "memohon ampun di waktu sahur" (QS. Adz-Dzariyat: 18).
Kutipan Arab dari Kitab Nashoihul 'Ibad:
ثَلَاثَةٌ تُذْهِبُ الْهَمَّ:
• الِاسْتِغْفَارُ،
• وَصَلَاةُ اللَّيْلِ،
• وَالدُّعَاءُ عِنْدَ السَّحَرِ.
Artinya: "Tiga hal yang dapat menghilangkan kesusahan: istighfar, shalat malam, dan doa pada waktu sahur."
Manusia yang Paling Bahagia adalah dia yang Memiliki:
1. Hati yang Sadar akan Kehadiran Allah
Selalu merasa Allah bersamanya di mana pun ia berada. Inilah tingkat muraqabah kesadaran batin yang membuat hati tenang karena yakin tidak pernah sendiri.
2. Raga yang Sabar dan Tangguh dalam Ketaatan
Tubuhnya digunakan untuk beribadah dan patuh kepada Allah, meskipun harus menahan lelah, sulit, dan ujian. Ia sabar menjalani jalan kebaikan tanpa mengeluh.
3. Sikap Qana'ah (Ridha atas Takdir Allah)
Ia selalu bersyukur atas apa yang Allah beri, merasa cukup dan tenang meskipun tak memiliki segalanya. Dan jika kehilangan sesuatu, hatinya tetap ridha dan tidak gelisah.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo