TintaSiyasi.id -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat gebrakan dengan strategi perang dagang dengan menaikkan tarif impor, terkait hal tersebut Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menyebut bahwa umat Islam hanya menjadi penonton atau korban.
“Tetapi ini hari kita menyaksikan bagaimana umat Islam yang sesungguhnya punya potensi besar itu, hanya menjadi penonton atau korban dari apa yang disebut perang tarif atau perang dagang Amerika Serikat,” jelasnya di acara Fokus Reguler dengan tema Perang Dagang Trump, Kenapa? Di Kanal YouTube UIY Official, Ahad (13/04/2025)
Menurut Ustaz Ismail, Perang dagang AS memunculkan dua kompetitor besar yaitu Amerika Serikat dan Cina. Juga menurutnya, perang dagang Trump jelas ini didorong oleh politik nasionalisme chauvinistik, ini slogan yang diusung Trump saat kampanye pemilihan Presiden.
Ia menilai, bahwa ekonomi Amerika Serikat sebenarnya tidak baik-baik saja, menurutnya, utang Amerika Serikat sekitar 18.000 Triliun US Dolar.
“Sebenarnya AS ini sudah gulung tikar, namun karena AS masih bisa memaksakan pemakaian US dolar untuk denominasi berbagai kepentingan ekonomi dunia, utamanya termasuk didalam ekspor impor minyak dan gas bumi, kemudian di dalam perdagangan internasional, maka dia masih bisa mempertahankan nilai uangnya relatif terhadap mata uang yang ada di berbagai negara,” jelasnya.
Sedangkan negara Cina menurutnya, adalah negara yang telah mengalami sebuah transformasi luar biasa, baik secara teknologi maupun dari sisi perdagangan, karena Cina sekarang ini bisa menghasilkan produk yang luar biasa.
Namun Ustaz Ismail menyoroti sikap AS sebagai sebuah paradoks, menurutnya, disatu sisi AS mendorong terjadinya Free Trade (Perdagangan bebas), ada North American Free Trade Agreement (NAFTA) kemudian ada China Asian free Trade Area (CAFTA).
“Tetapi ini hari AS membalikkan jarum jam, jadi ini satu paradoks yang sebenarnya kalau kita baca di dalam konteks kepentingan nasional, itu bukan sesuatu yang aneh. Jadi ada satu pergeseran dari multilateral menjadi unilateral, kemudian kebijakan yang inward looking, menghapus konsensus dalam kebijakan ekonomi global, dan ini tentu akan menimbulkan ketidakpastian," bebernya
“Trump ini seperti membalik tangan dari apa yang disebut dengan Corporate Capitalism menjadi State Capitalism semata-mata demi menjaga kepentingan dalam Negeri Amerika,” lanjutnya.
Selain itu menurut Ustaz Ismail, bahwa umat Islam saat ini seperti pelanduk yang mati ditengah pertarungan dua gajah, yang tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menjadi pengikut atas dua negara AS dan Cina.
“Jadi kita ini pada akhirnya juga pasti akan melihat, sekali bersama dengan Amerika, sekali bersama dengan Cina, bisa mengambil keuntungan dari Amerika, bisa juga mengambil keuntungan dari Cina,” ujarnya.
Di sisi lain menurutnya, nantinya ekspor di negeri ini akan menurun, kemudian berakibat kepada penurunan kinerja industri dalam negeri, dan bisa berakibat pada PHK.
“Sekarang sudah terjadi, ketika penurunan industri di dalam negeri industri manufaktur, maka pasti akan masuk barang-barang substitusi, dari mana? Dari Cina lagi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pentingnya umat Islam bergerak, melakukan transformasi diri, dari pelanduk, menjadi gajah. Menurutnya, tabiat umat Islam itu gajah, dia raksasa dari apapun, dari demografinya, wilayahnya dari sumber daya ekonominya.
Namun menurutnya, karena terpecah belah begitu rupa umat Islam, sehingga menjadi pelanduk, umat Islam menjadi kecil, tidak berdaya, menjadi korban, menjadi pengikut dari negara-negara besar yang sekarang aktif memainkan perannya yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia dan blok Eropa yang berada dalam sebuah kesatuan Uni Eropa.
“Ini yang mestinya menjadi perhatian juga di umat Islam dalam konteks ke Indonesiaan, tentu saja, karena faktanya kita tinggal di Indonesia, tetapi ketika kita tidak memperhatikam sisi lain yang saya sebutkan, maka kita seperti tidak mendapatkan pelajaran penting dari situasi yang ada,” pungkasnya.[] Aslan La Asamu