TintaSiyasi.id -- Di antara mutiara hikmah yang terpancar dari lisan suci Rasulullah Saw. adalah nasihat yang menyentuh relung terdalam jiwa manusia: "Siapa yang Qana'ah, dia akan mulia. Sebaliknya, siapa yang tamak, ia pasti binasa." Ungkapan ini bukan sekadar pengingat moral, tetapi fondasi spiritual yang membentuk ketenangan batin dan keharmonisan hidup manusia.
Makna Qana’ah dan Kemuliaan Sejati
Qana'ah berasal dari bahasa Arab yang berarti merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan, tanpa menoleh dengan iri kepada apa yang dimiliki orang lain. Ini bukan berarti pasrah dalam kemiskinan, tetapi sikap batin yang menerima takdir dengan lapang, bersyukur atas yang sedikit, dan tidak larut dalam perlombaan duniawi.
Kemuliaan sejati bukan terletak pada banyaknya harta, jabatan tinggi atau popularitas di mata manusia. Kemuliaan sejati adalah ketenangan hati, kemerdekaan dari perbudakan hawa nafsu, dan kebebasan dari ketergantungan pada makhluk. Orang yang qana'ah selalu merasa cukup, hatinya luas, dan wajahnya tenang. Dialah orang yang sejatinya paling kaya.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, namun kekayaan sejati adalah kaya hati (al-ghina al-nafs).”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ketika seseorang memiliki hati yang kaya, ia tak terguncang oleh sempitnya rezeki, tak iri melihat keberlimpahan orang lain, dan tak tunduk pada rayuan dunia. Ia menjadi pribadi yang merdeka, mulia di hadapan Tuhannya, dan terhormat di mata manusia.
Tamak: Lubang Gelap Kehancuran
Sebaliknya, tamak (al-hirs) adalah sifat rakus yang tidak pernah merasa cukup. Ia ibarat api dalam sekam yang membakar habis ketenangan jiwa. Orang yang tamak selalu merasa kurang, selalu ingin lebih, dan rela mengorbankan nilai, integritas, bahkan agama demi kepuasan nafsu.
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta, niscaya dia akan menginginkan lembah yang ketiga. Dan tidak akan memenuhi perut anak Adam kecuali tanah (kematian).”
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Tamak membuat seseorang tidak pernah tenang. Ia merasa iri, dengki, dan senantiasa gelisah. Ia bisa saja menjadi kaya secara materi, tetapi papa secara batin. Hidupnya dipenuhi kegelisahan, kelelahan mengejar dunia yang tidak ada ujungnya, hingga akhirnya jatuh ke dalam kehancuran.
Buah Qana’ah: Kebahagiaan dan Keberkahan
Qana'ah melahirkan syukur, dan syukur mendatangkan berkah. Seseorang yang merasa cukup dengan rezekinya akan mampu memanfaatkan apa yang ada dengan baik. Ia tidak boros, tidak iri, dan tidak hidup dalam bayang-bayang orang lain.
Banyak orang yang sederhana secara finansial, tetapi hidupnya damai, keluarganya harmonis, dan hatinya lapang. Ini adalah buah dari qana’ah. Sebaliknya, betapa banyak orang bergelimang harta, tetapi tidak pernah puas, tidak pernah tenang, dan hidup dalam kekhawatiran yang tak berkesudahan.
Menanamkan Qana'ah dalam Jiwa
Untuk menanamkan qana'ah dalam hati, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:
1. Mengenali sifat Allah sebagai Ar-Razzaq, meyakini bahwa rezeki sudah ditetapkan, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.
2. Memperbanyak syukur, mencatat nikmat kecil dan besar yang telah didapat.
3. Membatasi keinginan, tidak semua yang diinginkan harus dimiliki.
4. Bersahabat dengan orang-orang sederhana, melihat ke bawah dalam hal dunia dan ke atas dalam hal akhirat.
5. Berdoa memohon ketenangan hati, seperti doa yang sering dipanjatkan Rasulullah:
“Ya Allah, jadikanlah rezekiku cukup, dan jadikanlah aku qana’ah terhadapnya.”
Penutup: Kemuliaan Ada dalam Hati yang Ridha
Dalam dunia yang serba kompetitif ini, di mana pencapaian materi menjadi tolok ukur kesuksesan, qana’ah adalah oasis ketenangan. Ia membebaskan manusia dari perlombaan tak berujung dan membawa hati untuk kembali kepada Sang Pencipta, dengan perasaan cukup dan syukur yang dalam.
Qana'ah adalah kemuliaan, tamak adalah kehancuran. Pilihan ada di tangan kita. Mari melatih hati untuk cukup, bersyukur, dan tidak silau oleh gemerlap dunia. Sebab yang sejati bukanlah siapa yang memiliki lebih banyak, tetapi siapa yang hatinya paling tenang.
Dr. Nasrul Syarif
Penulis Buku Gizi Spiritual.
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo