×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menjaga Amanah Tubuh: Jalan Awal Menuju Allah

Selasa, 29 April 2025 | 10:23 WIB Last Updated 2025-04-29T03:23:06Z

Tintasiyasi.ID -- Dalam kitab Minhajul ‘Abidin, Imam Al-Ghazali menuntun para penempuh jalan ibadah untuk terlebih dahulu menyeberangi rintangan-rintangan yang tersembunyi namun sangat nyata: rintangan anggota tubuh yang tak dijaga. Beliau menegaskan, seorang abid—penyembah sejati—tidak cukup hanya dengan niat yang luhur, tetapi ia juga dituntut untuk mengendalikan tubuhnya agar tidak menjadi alat yang menyesatkannya dari jalan Allah.

 

“Jagalah mata, lisan, dan seluruh anggota tubuhmu. Bersungguh-sungguhlah dalam penjagaannya dan jangan biarkan rasa malas melemahkanmu.”

 

Kalimat ini bukan sekadar ajakan etis, tetapi merupakan fondasi dalam perjalanan menuju marifatullah. Setiap anggota tubuh adalah amanah. Mata yang semestinya digunakan untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, bisa menjadi sumber fitnah jika tidak dikendalikan. Lisan yang diciptakan untuk zikir dan menyampaikan kebenaran, bisa berubah menjadi sumber dosa jika digunakan untuk gibah, dusta, dan kata-kata yang menyakitkan.

 

Begitu pula dengan tangan, kaki, dan semua bagian tubuh lainnya.

Imam Al-Ghazali menyebut bahwa tubuh ini adalah kendaraan dalam perjalanan menuju Allah. Jika kendaraan ini rusak karena kelalaian, maka perjalanan akan terhambat, atau bahkan terhenti sama sekali. Maka, mujahadat—kesungguhan dalam menjaga diri—adalah syarat utama dalam menempuh jalan menuju rida-Nya.

 

Di zaman yang serba terbuka ini, godaan datang dari segala arah. Layar-layar kecil di genggaman bisa menjadi pintu masuk berbagai maksiat mata dan telinga. Ucapan-ucapan di ruang digital seringkali kehilangan adab dan rasa takut kepada Allah. Maka lebih dari sebelumnya, seruan Imam Al-Ghazali menjadi semakin relevan: jangan biarkan anggota tubuh ini bergerak tanpa kendali iman dan taqwa.

 

Mulailah dengan kesungguhan. Bangun niat yang jujur untuk menjaga tubuh ini sebagai amanah dari Allah. Disiplinkan diri untuk berkata yang baik atau diam, menundukkan pandangan, menahan tangan dari menyakiti, serta melangkahkan kaki hanya ke arah yang diridai-Nya. Di situlah awal kebersihan jiwa akan tumbuh, dan pintu makrifat akan mulai terbuka.

 

Sejatinya, penjagaan terhadap anggota tubuh bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga ekspresi dari rasa malu dan cinta kepada Allah. Barangsiapa yang malu kepada-Nya, niscaya ia akan menjaga gerak tubuhnya. Dan barangsiapa mencintai-Nya, maka ia akan merasa cukup hanya dengan yang halal dan diridai.

 

Semoga Allah membimbing kita untuk mampu menjaga amanah tubuh ini, hingga setiap langkah, tatapan, dan kata yang keluar dari diri kita menjadi saksi akan cinta dan pengabdian kita kepada-Nya.

 

Pertama: Mata, Jendela Hati

 

Wahai jiwa yang merindukan Allah, mulailah penjagaanmu dari yang paling halus namun paling berpengaruh: mata.

 

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa mata adalah jendela hati. Apa yang dilihat akan menetap di dalam dada, menjadi bayangan yang terus membekas. Karena itu, engkau wajib menjaga matamu dari segala sesuatu yang diharamkan. Pandangan yang dibiarkan liar akan menanam benih syahwat dan kelalaian. Dari satu pandangan bisa muncul keinginan, lalu dorongan, lalu perbuatan, dan akhirnya penyesalan.

 

Menundukkan pandangan bukan berarti menutup diri dari dunia, tetapi memilih untuk hanya melihat hal-hal yang mendekatkan kepada Allah. Pandanglah ciptaan-Nya dengan rasa syukur, lihatlah saudaramu dengan kasih sayang, dan palingkan mata dari segala yang mengotori hati.

 

Sungguh, mata yang bersih akan melahirkan hati yang jernih. Dan hati yang jernih adalah ladang tempat tumbuhnya cinta kepada Allah.

 

Dalam kehidupan sehari-hari, ini berarti menahan diri dari tontonan yang merusak, dari gambar-gambar yang mengundang syahwat, dari melihat keburukan orang lain dengan rasa senang. Pandangan yang dijaga adalah bentuk penghambaan yang sejati. Sebagaimana

 

Allah telah berfirman:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya…’ (QS. An-Nur: 30)

 

Mata bukan sekadar indra, tetapi gerbang menuju keselamatan atau kehancuran jiwa. Maka awali penjagaan tubuhmu dengan menjaga mata, niscaya engkau akan merasakan kesejukan dalam hati dan kedekatan dengan Rabb-mu.

 

Kedua: Lisan, Cermin Hati

 

Setelah mata, lisan adalah anggota tubuh yang paling sering tergelincir. Satu kata bisa menjadi zikir, tetapi bisa juga menjadi sebab murka Allah. Maka engkau wajib menjaga lisanmu dari dusta, gibah, fitnah, adu domba, dan ucapan sia-sia.

 

Imam Al-Ghazali menasihati bahwa lisan adalah penerjemah hati. Bila hati dipenuhi keimanan dan kebersihan, maka lisan akan memancarkan hikmah dan kebenaran. Namun bila hati penuh kotoran, maka lisan akan menjadi alat menyebarkan keburukan.

 

Setiap kata yang terucap tercatat. Tak ada satu pun yang luput. Maka berkata baiklah, atau diam. Biasakan menyebut nama Allah, berbicaralah hanya bila ada manfaat, dan jangan sampai lisanmu melukai hati sesama.

 

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (HR Bukhari dan Muslim)

 

Lisan yang dijaga akan menjadi jalan keselamatan. Tapi lisan yang dibiarkan lepas bisa menjadi sebab seseorang terjungkal ke dalam neraka.

 

Ketiga: Telinga, Gerbang Pemahaman

 

Telinga adalah pintu masuk ilmu dan informasi. Maka engkau wajib menjaga telingamu dari mendengar hal-hal yang haram, seperti gibah, musik yang melalaikan, atau percakapan yang merusak iman.

 

Apa yang kita dengar akan mempengaruhi hati. Jika yang didengar adalah kalimat hikmah dan kebenaran, hati akan hidup. Tapi jika yang masuk adalah suara-suara yang menodai kesucian, maka hati akan sakit.

 

Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa telinga dan hati terikat erat—maka jangan biarkan telingamu menjadi tempat sampah bagi ucapan sia-sia. Pilihlah untuk mendengar tilawah Al-Qur'an, nasihat para ulama, atau obrolan yang menumbuhkan iman. Itu semua akan menjadi cahaya di dalam dada.

 

Keempat: Kaki, Penentu Arah Langkah

 

Kaki adalah kendaraan yang mengantar kita menuju surga atau neraka. Maka engkau wajib menjaga kakimu dari melangkah ke tempat-tempat yang dibenci Allah. Jangan biarkan kaki ini membawa tubuhmu ke tempat maksiat, ke majelis dosa, atau ke jalan yang menjauhkan dari kebaikan.

 

Sebaliknya, bimbinglah langkahmu menuju masjid, majelis ilmu, atau rumah orang-orang saleh. Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa setiap langkah yang dibimbing niat karena Allah akan dicatat sebagai amal kebaikan.

 

Jadikan kaki sebagai bukti kesungguhanmu dalam mencari rida-Nya. Jangan sia-siakan tenaga untuk melangkah kepada dunia yang menipu, tapi arahkan setiap tapak menuju jalan yang lurus.

 

Kelima: Hati, Sang Raja dalam Dada

 

Dan terakhir, yang paling utama: hati. Karena dari sinilah semua bermula. Mata melihat, lisan berbicara, telinga mendengar, kaki melangkah—semuanya bergantung pada kesehatan hati.

 

Imam Al-Ghazali menyebut hati sebagai raja, dan seluruh anggota tubuh adalah tentaranya. Jika hati baik, maka seluruh tubuh akan baik. Tapi jika hati rusak, maka seluruh amal akan ikut rusak.

 

Jagalah hati dari penyakit iri, dengki, sombong, riya, dan cinta dunia. Bersihkan ia dengan zikir, istighfar, dan muhasabah. Hati yang jernih akan mampu melihat kebenaran, bahkan dalam gelapnya dunia.

 

Sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasad; dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati. (HR Bukhari dan Muslim)

 

Hati yang hidup akan selalu rindu kepada Allah. Ia gelisah bila jauh, dan tenang bila dekat. Maka jangan pernah berhenti memperbaiki dan menyucikannya.

 

Penutup: Jadikan Tubuhmu Kendaraan Menuju Allah

 

Wahai jiwa yang merindu, tubuh ini adalah amanah. Mata, lisan, telinga, kaki, dan hati—semua harus dijaga agar tak menjadi penghalang dalam perjalanan menuju Allah. Bersungguh-sungguhlah, jangan pernah lelah. Karena tiap detik penjagaanmu adalah ibadah.

 

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang mampu menjaga seluruh anggota tubuh dengan amanah dan kesungguhan, hingga tibalah hari kita dipanggil dengan wajah bercahaya dan hati yang selamat.

 

“Ya Allah, berilah kami kekuatan untuk menjaga diri kami dari segala yang Engkau murkai. Bimbinglah tubuh kami agar menjadi kendaraan menuju rida-Mu.”

 

 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.

Penulis Buku Gizi Spiritual Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update