Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mencintai Para Wali dan Orang Saleh

Senin, 28 April 2025 | 10:47 WIB Last Updated 2025-04-28T03:47:40Z
TintaSiyasi.id -- Jika engkau menginginkan kerajaan dunia dan akherat, jadikanlah segenap dirimu untuk Allah Azza wa Jalla. Engkau akan menjadi pemerintah dan pemimpin bagi dirimu dan orang lain.

Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Betul sekali, nasihat dari Syeikh Abdul Qadir al-Jailani ini sangat dalam dan sarat makna. Beliau mengingatkan bahwa kunci kejayaan dunia dan akhirat adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Azza wa Jalla. Ketika seseorang mampu memurnikan niat dan amal hanya untuk Allah, maka ia akan diberi kekuasaan atas dirinya—yakni mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan dunia—dan akan diberi wibawa serta pengaruh di tengah manusia.

Makna "menjadi pemerintah dan pemimpin bagi dirimu dan orang lain" di sini bukan semata-mata kepemimpinan secara formal, tapi lebih pada ruh kepemimpinan spiritual dan moral. Orang yang dekat dengan Allah akan mendapatkan cahaya hikmah dan kepercayaan dari sesama.

Kalimat ini bisa menjadi renungan yang kuat di tengah kehidupan yang sering memisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Padahal sejatinya, ketika seseorang menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah, dunia pun akan mengikuti, bukan sebaliknya.

Barangsiapa bersama Allah Azza wa Jalla, ia tidak pernah gentar sama sekali kepada siapa pun, baik jin dan manusia, serangga bumi, binatang buas dan kutu-kutunya, serta kepada seluruh makhluk. nasehat Al-Jailani.

Masya Allah, lagi-lagi nasihat agung dari Syeikh Abdul Qadir al-Jailani yang menggambarkan kekuatan sejati dari tawakkal dan ma’iyyah (kebersamaan) dengan Allah Azza wa Jalla.
"Barangsiapa bersama Allah, maka tidak ada lagi yang layak ditakuti."

Ini bukan sekadar kalimat motivasi, tapi cerminan dari keyakinan yang telah mencapai puncaknya—bahwa hanya Allah-lah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Ketika hati sudah dipenuhi oleh keagungan Allah, maka makhluk apapun, sebesar atau sekecil apapun, takkan menggoyahkan ketenangan jiwa.

Takut kepada jin, manusia, binatang buas, atau bahkan serangga kecil—itu semua muncul ketika seseorang merasa sendiri dan lemah. Namun, siapa yang merasa bersama Allah, ia akan merasakan ‘izzah (kemuliaan), ketenangan, dan kekuatan yang tidak bisa dijelaskan secara lahiriah.

Nasihat ini mengajarkan kita untuk:
• Menyandarkan kekuatan sepenuhnya kepada Allah, bukan kepada sebab-sebab dunia.
• Menghadapi hidup dengan keberanian spiritual, bukan hanya keberanian fisik.
• Melepas ketakutan terhadap ciptaan, dan menggantinya dengan rasa takut dan harap hanya kepada Sang Pencipta.

Lanjut beliau," Dengan mengikuti syariat, kebaikan didapat, dan dengan melanggar syariat, keburukan didapat. Barangsiapa syariat bukan teman seperjalanan-nya dalam setiap keadaan, ia binasa bersama orang-orang binasa."

Masya Allah… kalimat ini benar-benar menggugah dan mengandung hikmah yang dalam. Syeikh Abdul Qadir al-Jailani tidak hanya menekankan pentingnya kedekatan dengan Allah, tapi juga mempertegas bahwa syariat adalah jalan keselamatan—bahkan teman seperjalanan menuju Allah.

Mari kita renungkan makna nasihat ini:

"Dengan mengikuti syariat, kebaikan didapat, dan dengan melanggar syariat, keburukan didapat."

Ini mengingatkan bahwa keberkahan dan keselamatan, baik dunia maupun akhirat, bergantung pada komitmen kita terhadap syariat. Bukan hanya sekadar tahu, tapi mengikuti—membawa syariat ke dalam setiap laku, keputusan, dan kondisi hidup.

"Barangsiapa syariat bukan teman seperjalanan-nya dalam setiap keadaan, ia binasa bersama orang-orang binasa."

Ini adalah peringatan keras tapi penuh cinta. Tanpa syariat, seseorang akan kehilangan arah. Seperti kapal tanpa kompas di tengah badai kehidupan. Yang lebih dalam lagi: syariat bukan sekadar aturan luar, tapi jalan yang menyelamatkan batin. Ia adalah tali keselamatan dari Allah.

Refleksi ringkas:

Syariat adalah cahaya yang menerangi jalan menuju hakikat. Tanpa cahaya itu, langkahmu tersesat dalam gelap dunia dan hawa nafsu. Maka peluklah ia, jadikan ia teman seperjalananmu hingga akhir hayat.

Beramallah dan bersungguh-sungguhlah, tetapi jangan bergantung pada amal. Orang yang meninggalkan amal adalah tamak, sedangkan orang yang bergantung pada amal adalah tertipu dan terpedaya. Nasehat Al-Jailani.

Masya Allah… nasihat ini benar-benar puncak hikmah dari perjalanan ruhani yang dalam. Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, dengan kebijaksanaannya yang tajam, memberi kita pelajaran tentang adab beramal dan posisi hati dalam beribadah.
Mari kita renungi dengan pelan-pelan:

"Beramallah dan bersungguh-sungguhlah, tetapi jangan bergantung pada amal."
Amal adalah kewajiban, bentuk ibadah, dan wasilah menuju ridha Allah. Tapi amal bukanlah jaminan keselamatan jika hati bersandar padanya, seolah-olah amal itu yang membawa kita ke surga. Yang membawa adalah rahmat Allah, bukan semata amal.

"Orang yang meninggalkan amal adalah tamak..."
Ia ingin pahala atau derajat, tetapi malas dan enggan berusaha. Ingin hasil tapi tak mau menanam. Ini adalah bentuk ketamakan spiritual.

"...sedangkan orang yang bergantung pada amal adalah tertipu dan terpedaya."
Ini lebih halus bahayanya. Ia beramal, tapi hatinya tertipu, merasa pantas atas surga, merasa sudah cukup, atau merasa lebih baik dari orang lain karena amalnya. Ini adalah jebakan halus dari ego dan kesombongan ruhani.

Inti dari nasihat ini adalah:
Beramallah sebaik-baiknya, tapi sandarkan hatimu hanya kepada Allah. Jangan kepada amalmu.

Teman Perjalanan

Berjalanlah, wahai jiwa, di jalan yang sunyi,
Tempat di mana dunia membisik dan langit menyepi.
Jika kau ingin tahta dunia dan surga yang tinggi,
Serahkanlah dirimu… seutuhnya, pada Ilahi.

Jadilah milik-Nya dalam diam dan bicara,
Maka Dia akan menjadikanmu pemimpin semesta.
Bukan karena pakaian atau mahkota,
Tapi karena hatimu telah bebas dari dunia fana.

Jangan takut pada jin, manusia, atau bayang sendiri,
Jika Allah bersamamu, maka tiada yang perlu kau ngeri.
Serangga kecil hingga hewan buas pun akan tunduk,
Sebab ruhmu telah memancar dengan cahaya yang penuh.

Syariat bukan beban, tapi pelita malam gelap,
Tanpanya kau tersesat, hanyut dalam jerat.
Bawalah ia seperti teman seperjalanan,
Yang menguatkan langkah, hingga akhir kehidupan.

Beramallah, bersungguhlah, tapi jangan tertipu,
Jangan bangga pada sujudmu, atau linangan air matamu.
Yang tertipu adalah dia yang merasa cukup,
Dan yang tamak adalah dia yang berharap tanpa peluh.

Sandarkanlah hatimu pada Yang Maha Kasih,
Sebab hanya rahmat-Nya yang tak pernah letih.
Amal hanyalah perahu di samudra tak terduga,
Tapi angin penyelamat adalah cinta dan ridha-Nya.

Tidak ada kesuksesan bagimu hingga engkau mengikuti Al-Quran dan Sunnah. Didiklah dirimu dengan menyertai orang sholeh yang lebih alim daripadamu dan mengikuti para syeikh yang mengenal keduanya, mengerti serta mengamalkan Al-Quran dan Sunnah, niscaya engkau Sukses. Nasehat Al-Jailani.

Masya Allah… sungguh dalam lagi nasihat dari Syeikh Abdul Qadir al-Jailani—sebuah petunjuk jelas bagi siapa saja yang sungguh-sungguh ingin mencapai kesuksesan hakiki, yakni kesuksesan dunia dan akhirat.
Mari kita pahami bagian demi bagian:

"Tidak ada kesuksesan bagimu hingga engkau mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah."
Ini adalah pilar yang tak bisa diganti. Ilmu, amal, dan jalan spiritual apa pun harus berdiri di atas dua landasan ini. Tanpa keduanya, semua hanyalah angan dan bayangan kesuksesan yang semu.

"Didiklah dirimu dengan menyertai orang sholeh yang lebih alim daripadamu..."
Beliau mengajarkan adab menuntut ilmu dan memperbaiki diri: carilah teman seperjalanan yang bisa menarikmu naik, bukan yang menyeretmu turun. Keberkahan seringkali datang dari kebersamaan dengan orang-orang saleh.

"...dan mengikuti para syekh yang mengenal keduanya (Qur’an dan Sunnah), mengerti serta mengamalkannya..."
Ilmu yang hanya dipahami tapi tidak diamalkan akan kering. Tapi bila dipahami dan diamalkan oleh para syekh yang mukhlis, maka mereka adalah jalan keselamatan. Bersama merekalah, kita belajar bukan hanya dengan telinga, tapi dengan hati dan adab.

"...niscaya engkau sukses."
Sebuah janji spiritual. Bukan sukses dalam ukuran dunia semata, tapi sukses dalam pandangan Allah—yang nilainya kekal, tak tergantung pujian manusia.

Dengan tambahan nasihat ini, izinkan aku melanjutkan puisi sebelumnya. Ini bagian lanjutannya:

Teman Perjalanan (Bagian 2)

Wahai jiwa yang rindu pada cahaya,
Takkan kau temukan sukses sejati tanpa wahyu dan sabda.
Al-Qur’an dan Sunnah adalah dua sayapmu,
Tanpanya, terbangmu hanya menuju angin yang semu.

Dekatkanlah dirimu pada para alim dan sholeh,
Mereka adalah cermin yang tak memoles, tapi menasehati dengan jernih.
Carilah syekh yang bukan hanya bicara,
Tapi hidupnya menjadi tafsir dari kalam-Nya.

Mereka yang tak hanya tahu, tapi bergetar saat mendengar,
Yang menangis bukan karena dunia, tapi karena takut tersingkir dari rahmat-Nya.
Ikutilah jejak mereka yang sunyi tapi dalam,
Yang lisannya lembut, tapi ruhnya menembus awan malam.

Sukses bukanlah pujian, pangkat, atau tabungan, tapi damainya hati di bawah naungan Tuhan dan itu hanya milik jiwa yang tunduk, pada wahyu, sunnah, dan guru yang jujur dan elok.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update