Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mekanisme Sistem Islam terkait Keberagaman

Rabu, 23 April 2025 | 10:15 WIB Last Updated 2025-04-23T03:15:58Z
TintaSiyasi.id -- Pimpinan Majelis Inspiring Qur’an Ustaz Eri Taufiq, memaparkan mekanisme sistem Islam terkait keberagaman. "Pertama, khilafah mengakui keberagaman suku, bangsa, bahasa, dan agama," ungkapnya di kanal YouTube Mercusuar Ummat, Bedah Khilafah - Cara Khilafah Merawat Kebhinekaan, Sabtu (15/3/2025).

Ia menambahkan, dalam Islam, khilafah betul-betul mengerti keberagaman bahasa, agama, dan tidak ada penyeragaman sama sekali, dalam Qs. Al Hujurat 13 Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.

"Sehingga dalam rentang sejarah Islam yang Panjang, Islam itu tidak pernah menjadi Arabic centris, tidak, orang yang Islam itu adalah orang Arab semua, Islam sudah membuktikan bahwa Islam diterima oleh seluruh manusia di muka bumi, karena seruannya Istimewa yâ ayyuhan-nâsu innâ khalaqnâkum min dzakariw wa untsâ sesungguhnya kami ciptakan kamu dari laki-laki dan wanita laki-laki dan wanita saja sudah mewakili keberagaman, dia yang menunjukkan keindahan ketika ada keberagaman itu," terangnya.

"Lalu kemudian Allah juga menjelaskan wa ja‘alnâkum syu‘ûbaw wa qabâ'ila ini juga menunjukkan bahwa dalam realitas kehidupan masyarakat tidak pernah ada homogenitas, semuanya beragam semuanya majemuk, semuanya penuh kebhinekaan dan dalam Islam sesuatu hal yang biasa saja, jadi bukan sesuatu yang baru, bukan sesuatu yang aneh kalau kemudian syariat Islam itu diterapkan dan mengatur kemajemukan itu ini yang menarik yang harusnya kita pahami," paparnya.

Kedua, syariat Islam diberlakukan tanpa diskriminasi, semua lapisan masyarakat terbebani hukum syarak.

"Kalau dia tidak melakukan pelanggaran, orang yang taat, dia aman hidupnya, dia mendapatkan kebaikan yang banyak dalam hidupnya, tetapi ahli maksiat siapapun dia, maka dia terkena sanksi yang sama," jelasnya.

"Suatu saat Usamah bin Zaid minta kepada Rasulullah agar meringankan beban hukum bagi seorang wanita pencuri di Madinah, maka Rasul dengan sederhana syariat Islam berlaku tanpa diskriminasi, semuanya terkena kalau dia melakukan pelanggaran, pemimpin, rakyat, terkena, begitu juga tidak dibedakan antara mana muslim mana non muslim, dalam Al Quran Allah mengingatkan Qs. An Nisa 58 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil," kisahnya.

Artinya, ia menambahkan, hal menunjukkan dihadapan hukum semuanya berlaku sama, dikenakan hukuman yang sama tanpa ada diskriminasi. "Kita harus memahami bahwa syariat Islam datang dari Allah untuk mengatur kemajemukan sehingga yang diperhatikan adalah adilnya hukum itu diberlakukan untuk seluruh warga negara," tambahnya.

Ketiga, hak-hak non muslim dalam naungan khilafah. "Kalau kita bicara Islam maka kita tidak bisa memaksakan orang untuk masuk Islam, pertama, tetapi orang dibiarkan untuk memeluk agamanya dan ada hak-hak yang dilindungi selama mereka minta perlindungan pada kaum muslimin, mereka terikat perjanjian dengan kita, maka hak-hak non muslim itu sangat di akui, sangat dijaga, dalam Islam non muslim yang minta perjanjian, perlindungan pada kaum muslimin disebut ahli dzimah, mereka dilindungi hak-haknya, mereka dijaga penuh apa yang mereka lakukan tetapi mereka dipersilahkan atau diharuskan membayar jiziah harta," jelasnya.

Kedua, negara wajib melindungi warga negara non muslim dari ancaman kezaliman dan agresi sebagaimana perlindungan yang diberikan kepada kaum muslimin.

"Jadi mereka dapat perlakuan yang sama dilindungi hak-hak mereka, kebebasan beragama mereka bebas melainkan keyakinan dan ibadah mereka tanpa paksaan, kita juga sering sekali bacakan ayat lakum dinukum waliyadin (Al Kafirun 6) ini menunjukkan bahwa kebolehannya mereka untuk memeluk agama mereka bahkan dalam Al-Qur'an dikatakan tidak ada paksaan dalam dien (Al Baqarah 256), ini menunjukkan bahwa dibiarkan mereka untuk meyakini agama mereka, sehingga diberikan kebebasan bagi mereka," jelasnya.

Ketiga, hukum syariat diberlakukan sama untuk semua, sehingga tidak diperhatikan lagi apakah dia muslim atau non muslim, ketika seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum diberlakukan dengan sanksi yang sama. "Ini pun menarik kalau kita lihat karena pasca hijrah dari Madinah, di Madinah ada Seorang pendeta Yahudi yang dulunya dijadikan rujukan hukum oleh orang-orang Madinah, lalu setelah Rasul hadir ke Madinah Pendekat Yahudi ini mulai ditinggalkan, karena hukumnya dengan hukum yang dibawa oleh Muhammad yaitu hukum syariat Islam konstitusinya syariat Islam, tetapi ketika terjadi pertikaian antara orang munafik dengan orang Yahudi, orang munafik itu tahu betul kalau dia maju kepada Rasulullah maka dia akan dikalahkan, maka dia minta untuk berhukum lagi dengan pendeta Yahudi, maka kemudian dengan sederhana saja Allah turunkan ayat Al-Qur'an untuk menegur orang Yahudi dan orang munafik yang dia tidak mau berhukum dengan hukum Islam, tetapi intinya orang munafik tau betul Kalau dia berhukum dengan syariat Islam dia dikalahkan, karena memang posisi dia salah gitu, karena itu dia lari pada pendeta Yahudi dan ini yang tidak dikehendaki jadi hukum berlaku bukan hanya untuk muslim tetapi juga berlaku untuk non muslim," kisahnya.

Keempat, hak ekonomi dan sosial. Non muslim dibolehkan untuk sekaya-kayanya, karena diperbolehkan untuk berdagang, memiliki properti, bekerja di berbagai sektor yang dia memiliki kompetensi dibidangnya. 

"Bukan orang yang kemudian tidak punya hak untuk jadi orang kaya, dia biarkan menjadi orang kaya dan dilindungi hak-haknya, rasanya hari ini menjadi sangat susah untuk kita dapatkan kalau kita bicara tentang sistem ekonomi kapitalis, di mana hak ekonomi itu hanya bagi sebagian orang saja, sementara buat sebagian orang yang lain begitu sulitnya kita untuk mendapat akses ke dalam sektor-sektor ekonomi, ini menunjukkan bahwa dalam Islam hak-hak non muslim itu betul-betul diakui keberadaannya," ungkapnya.

Keempat, Islam tidak memaksa keyakinan seseorang, maka kalau dalam Al-Qur’an dikatakan tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. (Al Baqarah 256).

"Jadi ketika di Madinah bukan berarti karena Rasul sekarang menjadi kepala negara menerapkan konstitusi syariah lalu kemudian memaksa orang untuk masuk Islam tidak, dan buktinya juga di awal-awal kepemimpinan Rasul di Madinah jumlah kaum muslimin itu hanya sedikit, tidak sebanyak orang-orang kafir yang ada di sana, ini menunjukkan bahwa syariat Islam sangat adopt terhadap kemajemukan, terhadap perbedaan dan tidak ada aturan yang lebih baik daripada syariat Islam, kalau kita bicara tentang kemajemukan," tegasnya.

Ia membandingkan dengan kondisi hari ini, jika berbicara aturan-aturan yang dipaksakan, seolah-olah mewakili kemajemukan kenyataannya tidak, ada etnis-etnis tertentu yang seolah-olah tidak punya hak ekonomi, ada orang-orang tertentu yang tidak punya hak hukum, atau perlakuan diskriminatif dalam hukum, dalam Islam perbedaan itu dipahami sebagai sesuatu yang indah, yang memang harus di mekanisme dan sekali lagi hanya syariat Islam yang bisa mengatur perbedaan.

Kelima, non muslim diperbolehkan menjalankan ibadah dan hukum agama mereka.

"Dalam sistem khilafah, kaum muslimin dia terkena hukum di semua aspek, baik di area private dia maupun di publik, tetapi kalau orang-orang non muslim dia hanya terkena hukum di aspek publik, di area private dia boleh melakukan sesuai dengan agama mereka, dan tidak bisa dipaksakan, maka dalam khilafah non muslim tidak hanya dilindungi dari paksaan untuk masuk Islam, tetapi juga diberi kebebasan menjalankan agama mereka tanpa gangguan, mereka diperbolehkan misalnya mendirikan tempat ibadah gereja, sinagog, atau rumah agama yang lainnya dipersilahkan, tetapi di area private mereka, sementara di area publik semua terkena hal yang sama, merayakan hari raya agama mereka itu diperbolehkan di area private mereka, menjalankan hukum agama mereka misalnya pernikahan waris urusan keluarga dan lainnya itu pun diperbolehkan, mereka untuk melakukannya," paparnya.

Ia menceritakan masa Khilafah Umar Bin Khattab setelah penaklukan Yerusalem Khalifah Umar memberikan jaminan keamanan kepada umat Kristen melalui perjanjian Aelia, menjamin kebebasan beribadah bagi mereka.

"Jadi kalau mereka happy hidup di dalam naungan syariat Islam yang diterapkan oleh khalifah di dalam Daulah Khilafah rasanya wajar, karena apa yang mereka inginkan semuanya bisa mereka lakukan, hanya saja nanti ada batasan di area publik kalau di area publik kena semua enggak bisa kemudian orang bermaksiat di area publik, bahkan kalau mereka melakukan itu daerah private ya silahkan saja sesuai dengan tuntunan agama mereka," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update