TintaSiyasi.id -- Ahli Fikih Islam Kiai M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. mengatakan banyak terjadi makelar kasus di peradilan lantaran sistem peradilan di Indonesia yang berjenjang sehigga mengakibatkan waktu yang cukup lama.
"Mengapa bisa terjadi makelar kasus, terkait sistem peradilan yang berjenjang, ini mengakibatkan waktu yang cukup lama satu di Pengadilan Negeri, satu di tahap pengadilan tinggi untuk banding, dan kasasi di Mahkamah Agung," ujarnya di kanal YouTube UIY official; Markus Lagi, Markus Lagi, Ahad (20/4/2025).
Ia meyakini dengan peradilan sistem berjenjang membuka peluang yang besar terjadinya suap menyuap. Berbeda dengan peradilan Islam, dimana tidak menggunakan peradilan berjenjang dan hanya melalui satu tahap saja.
"Jadi satu tahap sidang, ada bukti-bukti lalu kemudian saksi-saksi, qadi atau hakim syariah memutuskan sudah itu tidak ada lagi upaya hukum berikutnya, supaya naik banding ke pengadilan tinggi itu di dalam Islam tidak ada," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa di dalam peradilan Islam ada kemungkinan hukum yang sudah ditetapkan bisa ditinjau ulang. Namun, bukan sifatnya naik banding atau kasasi, melainkan semacam eksaminasi atau semacam pemeriksaan ulang.
"Mungkin ada pemahaman fakta yang keliru oleh hakim, disamping pemahaman fakta yang keliru bisa juga penetapan pasal yang keliru atau hukum syariat yang keliru, tetapi sifatnya bukan naik banding semacam pengecekan ulang atau uji ulang," jelasnya.
Selain peradilan berjenjang, ia menambahkan bahwa faktor gaya hidup juga merupakan alasan terjadinya makelar kasus. Seperti halnya gaya hidup yang dipengaruhi pragmatisme dan hedonisme.
"Sebagai contoh gaya hidup yang menyukai barang-barang luxury, barang-barang mewah itu bisa mendorong aparat hukum apakah itu pengacara, kepolisian, kejaksaan, atau kehakiman itu untuk melakukan permainan-permainan supaya dia mendapat penghasilan tambahan supaya dia bisa memberi barang-barang mewah," terangnya.
Sebagai contoh, ia melihat dari kasus yang menimpa Tom Lembong, dimana Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Abdul Qohar mengenakan jam tangan mewah ketika memberi keterangan terkait status tersangka mantan menteri perdagangan ini dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
"Pejabat jaksa agung yang mengumumkan status Tom Lembong sebagai tersangka ketika dia jaksanya yang mengumumkan namanya jaksanya itu Pak Abdul Qohar, ternyata Pak Abdul Qohar mengenakan jam tangan mewah yang sangat mahal, jam tangan mewah itu harganya diperkirakan 1,2 miliar," imbuhnya.
Ia menilai jam tangan mewah yang dikenakan Abdul Qohar merupakan gaya hidup yang tumbuh dalam masyarakat yang sangat pragmatis serta hedonis. Dimana pejabat tersebut merasa tidak cukup hanya dengan menggunakan jam tangan yang harganya di bawah 1 miliar.
"Tetapi pada dasarnya menjadi pertanyaan kritis netizen berapa sih gajinya pejabat dari kejaksaan agung kok bisa pakai jam tangan seharga 1.2 miliar artinya ada pengaruh yang mempersubur terjadinya suap menyuap atau makelar kasus ya itu faktor gaya hidup tadi," pungkasnya.[] Taufan