TintaSiyasi.id -- Langit terlihat cerah dan berbahagia menyambut hari yang ditunggu-tunggu oleh kaum Muslim. Ia adalah hari raya kaum Muslim yang sekarang disebut sebagai hari lebaran. Adapun hari raya itu kini telah usai dilalui dengan bahagia tiada tara. Hari yang dipenuhi dengan berbagai makna dengan rasa damai dan cinta dengan menyeka luka sekaligus menghapus dosa yang tak terhinggah. Gema takbir tersebar di penjuru dunia membuat hati yang mendengarnya menjadi tenteram dan damai. Namun sekarang apakah kaum Muslim seluruhnya menyadari bahwa tidaklah semua umat manusia merasakan kebahagiaan yang sama sebab masih ada di luar sana yang masih menderita, tersakiti, terancam, bahkan dibantai di tanah kelahiran mereka sendiri.
Mungkin kaum Muslim saat ini tidak asing lagi dengan kabar yang beredar mengenai saudara mereka itu. Tapi sekarang seakan-akan mereka abai dan lupa serta menganggap telah selesai teratasi. Mereka ialah saudara kita di Palestina yang sampai saat ini mereka masih tetap berjuang dan tetap memanjatkan doa setinggi langit walau nyatanya para Zionis Israel semakin brutal dan semakin menyiapkan trik-trik yang membabi-buta di luar ekspektasi. Di bawah langit yang tak lagi cerah dengan tangisan anak kecil yang kesakitan mereka hanya bisa bertahan dengan panjatan doa dan keimanan yang kuat walau pada akhirnya mereka yakin akan bertemu sang Ilahi.
Mendengar kabar terbaru mengenai Palestina seharusnya bisa menambahkan rasa empati kita dan menimbulkan rasa persaudaraan dengan ukhuwah islamiyah bukan hanya sebagai info yang masyarakat yang lain. Dengan hal ini di sini kita akan ulas sedikit info yang insyaallah kita akan mengambil makna dari perjuangan luar biasa saudara kita di Palestina. Di kutip dari tempo.co, mengatakan bahwa pada Hari Raya Idulfitri militer Israel menewaskan 9 orang warga Palestina yang mana suara ledakan bomnya terdengar pada saat mereka melaksanakan shalat Idulfitri.
Dikatakan juga bahwa Zionis Israel telah membunuh 900 warga Palestina sejak melanggar genjatan senjata. Hinggah kini Zionis Israel tetap membunuh warga Palestina, bahkan mereka membunuh anak-anak kecil di Palestina setiap 45 menit sekali. Selain itu perkiraannya bahwa rata-rata mereka membunuh anak Palestina sebanyak 30 perhari selama 535 hari terakhir ini. Di samping hal itu banyak juga dari mereka yang terluka parah bahkan kritis yang menyebabkan banyak anak-anak dari Palestina telah yatim bahkan yatim piatu sehingga mereka tidak lagi memiliki keluarga sebagai pelindung.
Seharusnya tergores luka yang dalam di hati para Muslimin melihat tanah para syuhadah di Palestina yang kini sangat memprihatinkan. Tangisan pilu yang menghemparkan langit Palestina, dan langit cerah pun berubah menjadi abu. Dinding-dinding bangunan kokoh pun runtuh bersama doa yang dipanjatkan sampai langit ke tujuh. Tapi dunia hanya membiarkan berlalu dan menganggap hanya sebagai angin yang berlalu begitu saja. Bantuan dari negara-negara hanya sekadar sembako-sembako bahkan kain kafan dengan anggapan pasti akan berlalu dengan kekalahan. Negara pun luput dari tugasnya, mereka menyangka bantuan yang sedikit itu sudah cukup untuk membantu Palestina sebab mereka tidak mengetahui bantuan yang sesungguhnya seperti apa. Seluruh penjuru dunia hanya terikat dengan ikatan nasionalisme dengan ikatan yang kuat seningga melepasnya pun sangat sulit. Hanya mengagung-agungkan negara sendiri sehingga enggan melihat kondisi negara lain.
Ini hanya disebabkan dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem yang membelenggu banyaknya dari negara-negara di dunia ini. Dari akar yang rusak menghasilkan buah yang busuk pula sama halnya sistem ini. Sistem yang diagung-agungkan dan menyangka bahwa sistem inilah yang membawa kebahagiaan dan kemakmuran tapi mereka tidak peduli bahwa kebahagiaan yang mereka agungkan tidak merata sampai masyarakat umum bahkan yang di pelosok-pelosok desa.
Dengan sistem ini melahirkan ikatan kuat nasionalisme yang mana tidak akan bisa dihilangkan jika sistem kapitalisme ini masih dipegang teguh oleh negara. Masyarakat bahkan negara menjadi abai lagi terhadap keadaan Palestina dengan ikatan nasionalisme ini. Di sisi lain, mereka takut jika sistem busuk ini di kemudian hari akan disingkirikan. Negara memang memberi bantuan tapi hanya sekadar formalitas belaka bukan untuk benar-benar menyelesaikan problematika. Jika memang negara benar-benar serius menyelesaikan dan membantu dengan totalitas seharusnya negara berani mengirimkan bala tentara untuk menyerang Zionis Israel. Namun sekarang aksi itu belum terlihat dan yang terlihat hanya sikap pengecut yang bersembunyi di balik batu walau memang telah terciduk dengan nyata.
Lalu sekarang jika seseorang bertanya-tanya bahwa sebenarnya sistem apakah yang mampu menyelesaikan problematika dan dapat mengembalikan rasa aman bagi penduduk Palestina dengan menyelamatkan tanah suci para nabi yang diberkati oleh Allah? Jawabannya adalah dengan ditegakkannnya sistem Islam, dengan sistem ini syariat Islam akan ditegakkan tanpa batas. Syariat Islam ini akan diterapkan tanpa pilihan dan nafsu semata. Namun akan benar-benar ditegakkan secara keseluruhan sesuai dengan perintah Allah SWT.
Sistem Islam dengan solusi yang hakiki akan mewujudkan pemimpin yang berkualitas yang menjalankan amanah dengan totalitas. Setiap penjuru negara akan saling tolong menolong dengan ikatan ukhuwah islamiyah yang indah. Tidak ada lagi yang mengatas namakan nasionalisme sebagai penghalang sebab sistem Islam-lah yang menjadi penyatu antar negara. Segala cara apapun akan ditempuh jika memang dengan cara itulah akan menyejahterahkan masyarakat. Contohnya jihad jika memang dengan inilah Palestina akan merdeka maka sistem Islam akan menjalankan cara itu tanpa tapi dan nanti. Maka tunggu apa lagi jika kita termasuk orang-orang yang peduli dan cinta terhadap tanah air dan juga peduli kepada Muslimin di Palestina maka hendaknya kita menyebar luaskan bahwa satu-satunya solusi adalah dengan adanya sistem Islam. Dengan sistem ini insyaallah tanpa disangka keberkahan akan datang dari setiap arah sebab sistem Islam dari Zat yang azali. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Hilyah Khairiyah
Aktivis Muslimah