TintaSiyasi.id -- Kegembiraan yang dirasakan umat Islam saat Ramadhan dan Idulfitri saat ini dinilai Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto kegembiraan yang parsial bukan menyeluruh.
"Kegembiraan yang kita dapatkan itu kegembiraan parsial, bukan kegembiraan yang menyeluruh," ujarnya di kanal YouTube UIY Channel: Bahagia Ditengah Derita, Selasa (15/04/25).
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini umat Muslim melaksanakan shaum Ramadhan adalah kegembiraan ibadah, kegembiraan spiritualisme. Tetapi itu tidak diikuti dengan kegembiraan-kegembiraan lain.
"Umat Muslim ini menyambut Iedul Fitri ini dengan kegembiraan, tapi satu sisi, di sisi lain kita tak bisa memungkiri atau tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa ada banyak saudara-saudara yang oleh karena keadaan dia tidak sepenuhnya bisa merasakan kebahagiaan itu.Yang paling nyata tentu saja adalah di Palestina, di Gaza," paparnya.
Ia mengatakan, di tengah mereka sedang melaksanakan shaum (puasa) Ramadan, gempuran Zionis Yahudi tentu terus saja berulang terjadi. Ini tentu satu fakta yang tak bisa dielakkan atau tidak bisa dipungkiri bahwa ada kegembiraan tapi di sana ada juga banyak penderitaan.
"Kita ini seperti hidup di dua dunia, satu sisi ketika kita beribadah kita betul-betul merasakan sebagai seorang Muslim merasakan sebagai sebuah umat. Tetapi ketika kita sudah sampai kepada persoalan di luar ibadah sebutlah ketika kita masuk soal politik, ekonomi, sosial, dan budaya itu kita seperti terjauhkan dari kita punya agama," ungkapnya.
Misalnya, kata dia, secara secara ekonomi, satu sisi dilihat ada tidak sedikit orang yang begitu mudah mendapatkan kekayaan. Ada seorang yang memegang cuma 7,4 persen saham dari sebuah perusahaan batubara, dia tahun ini mendapat di tahun 2024 mendapatkan deviden 2,4 triliun. Bayangkan it India memegang hanya 6,4 persen, kecil sekali tapi devidennya bisa 2,4 triliun.
"Sementara disaat yang sama ada kurang lebih sekitar 30 juta, itu angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah penduduk negeri ini yang untuk mendapatkan 10.000 per orang per hari saja kesulitan. Jadi ini kan satu paradoks ya satu kenyataan yang sangat menyesakkan bagaimana kita akan mengatakan bahwa kita bergembira secara ekonomi kalau faktanya seperti itu," pungkasnya.[] Munamah