×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gaza Membara dalam Diamnya Dunia dan Hilangnya Solusi

Minggu, 27 April 2025 | 11:03 WIB Last Updated 2025-04-27T04:03:13Z
TintaSiyasi.id -- “Bila dunia tak membisu, niscaya genosida ini tak akan berlangsung selama ini.” Kalimat ini seolah menjadi potret paling jujur tentang tragedi kemanusiaan paling kelam di era modern. Bencana di Gaza bukan sekadar perselisihan antara dua entitas politik, bukan pula konflik keyakinan, apalagi sekadar aksi melawan teror seperti narasi yang kerap dibangun oleh Barat. Ini adalah proyek penjajahan berkepanjangan, pembersihan etnis sistematis, dan genosida terang-terangan yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade—dengan restu dunia yang hanya pandai mengecam tanpa pernah mengambil langkah nyata untuk menghentikannya.

Jejak Penjajahan atas Al-Quds

Akar permasalahan ini tak bisa dilepaskan dari sejarah kelam pendudukan Palestina. Ideologi Zionisme yang digagas oleh Theodor Herzl di akhir abad ke-19 adalah proyek kolonialisme rasis, bukan sekadar nasionalisme Yahudi. Targetnya jelas: mendirikan negara eksklusif bagi Yahudi di atas tanah yang telah dihuni penduduk asli selama ribuan tahun.

Tahun 1917 menjadi titik awal konspirasi kolonial saat Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour, menjanjikan tanah Palestina kepada orang Yahudi. Perlahan, skenario pendudukan dijalankan, diiringi arus migrasi Yahudi yang dilindungi senjata Inggris.

Pasca Perang Dunia II, PBB meresmikan pembagian tanah Palestina melalui Resolusi 181 (1947)—56% untuk Yahudi, meskipun populasi mereka hanya sepertiga. Ini menjadi legalisasi penjajahan oleh institusi internasional tanpa konsultasi dengan rakyat Palestina.

Deklarasi kemerdekaan Israel pada 14 Mei 1948 disusul dengan tragedi Nakba, di mana ratusan ribu warga Palestina diusir secara brutal. Desa demi desa dihancurkan, rakyat sipil dibantai, dan budaya Palestina dihapus secara sistematis. Kekejaman seperti tragedi Deir Yassin menjadi simbol horor genosida.

Israel tak berhenti di sana. Dalam Perang Enam Hari 1967, mereka merebut Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Sejak itu, rezim apartheid diterapkan: pembangunan permukiman ilegal, tembok pemisah, pelarangan simbol nasional Palestina, hingga penghinaan terhadap Masjid Al-Aqsha. Hingga kini, penderitaan itu belum berakhir.

Imperialisme Global dan Cengkeraman Barat

Masalah Palestina tak bisa dilepaskan dari dominasi kekuatan global. Zionisme bukan hanya ideologi sektarian, tetapi alat imperialisme yang menancapkan cengkeramannya di jantung dunia Islam. Israel menjadi pangkalan strategis bagi Barat di Timur Tengah.

Dukungan dana dan senjata mengalir deras dari Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa. Setiap kejahatan perang Israel dilabeli “pembelaan diri” dan dilindungi oleh veto Dewan Keamanan PBB. Lembaga seperti PBB, ICJ, maupun ICC menjadi panggung dagelan moral internasional—tunduk pada logika kekuasaan, bukan keadilan.

Kembalinya Perisai Umat

Genosida di Gaza menyadarkan kita pada satu hal mendasar: umat Islam kehilangan perisai politiknya. Tak ada institusi yang melindungi darah dan kehormatan kaum Muslimin. Nabi Muhammad saw. bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai. Umat berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kini, lebih dari 50 negara Muslim hanya berperan sebagai negara-bangsa yang terpecah. Meski kaya dan memiliki kekuatan militer besar, tidak satu pun yang benar-benar turun membela Gaza. Inilah akibat runtuhnya institusi Khilafah, yang dulu menyatukan umat dan memobilisasi kekuatan mereka demi membela satu tubuh umat.

Kita mengenang Shalahuddin Al-Ayyubi yang membebaskan Al-Quds dan Dinasti Mamluk yang menumpas Mongol—semua di bawah kepemimpinan Islam global. Tanpa Khilafah, kekuatan umat hanya menjadi alat kepentingan nasionalisme sempit.

Penutup

Mengutuk tanpa solusi adalah omong kosong. Solusi sejati bukan normalisasi, bukan pula two-state solution yang curang, tetapi dengan mengembalikan kesadaran politik global seluruh umat bahwa hanya Khilafah Islamiyyah yang bisa menyatukan dunia Islam dan memobilisasi jihad yang sah dan terorganisasi.

Gaza tidak akan diselamatkan oleh Dewan Keamanan PBB atau resolusi OKI. Hanya kekuatan umat yang dipimpin oleh khalifah yang bisa menghentikan kebiadaban ini. Jika Khilafah belum kembali dan jihad belum ditegakkan, maka darah umat di Gaza akan terus tertumpah… sementara dunia terus menutup mata. Wallahu a’lam bish-shawab.


Oleh: Rahmiani Tiflen, S.Kep
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update