TintaSiyasi.id -- Kebiadaban Zionis Yahudi sungguh tiada tara, genosida yang mereka lakukan terhadap penduduk Palestina sungguh keji. Selain puluhan ribu anak yang menjadi korban genosida, juga banyak yang menjadi yatim karena kehilangan orang tua. Lebih dari 39.000 anak di jalur Gaza yang kehilangan satu atau kedua orangtua mereka akibat serangan Zionis terus-menerus sejak 7 Oktober 2023.
Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Menurut data Biro Statistik Palestina, setidaknya ada 39.384 anak yang telah menjadi yatim selama 534 hari pengeboman. Dan sekitar 17.000 anak diantara mereka yang yatim piatu, mereka menjalani kehidupan tanpa dukungan atau perawatan. (www.liputan6.com, 6 April 2025)
Sementara itu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengatakan setiap harinya ada 100 anak yang terluka atau terbunuh di Gaza. Serangan ini di mulai sejak Zionis Yahudi melanggar gencatan senjata 18 Maret lalu, bahkan Amerika Serikat memberikan dukungan berkelanjutan bagi Zionis.
Zionis Yahudi juga menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai senjata perang. Zionis menghalangi masuknya makanan, obat-obatan serta bahan bakar. Akibatnya, kelaparan dan keputusasaan semakin meluas. Hal ini seperti pembunuhan secara tidak langsung. (www.erakini.id, 5 April 2025).
Mirisnya, Semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal HAM dan tetek bengek aturan internasional serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. PBB menetapkan tanggal 5 April sebagai hari anak Palestina. Penetapan ini lantaran anak-anak Palestina hidup dalam kondisi yang sangat sulit akibat penjajahan Zionis yahudi. Konvensi PBB tentang Hak Anak (United nations Convention on the Rights of the Child/UNCRC) menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh kehidupan, perlindungan, pendidikan, dibesarkan oleh orang tua serta mengungkapkan pendapat.
Namun, perlindungan terhadap anak Palestina hanyalah omong kosong belaka. Faktanya hak-hak tersebut tidak bisa mereka dapatkan. Anak-anak palestina kehilangan hak hidup karena Zionis setiap saat bisa merenggut nyawa mereka. Mereka tidak bisa mendapatkan jaminan perlindungan dan tidak bisa dibesarkan oleh orang tuanya. Karena Zionis Yahudi telah menghabisi orang tua dan kerabatnya. Mereka juga tidak bisa mendapatkan pendidikan karena sekolah-sekolah sudah diluluhlantakkan oleh Zionis. Bahkan Ketika sakit mereka tidak bisa mendapatkan perawatan medis yang memadai karena Zionis menghancurkan rumah sakit yang ada.
Selain itu, hal mendasar seperti makanan dan minuman juga tidak bisa mereka dapatkan. Karena tidak ada yang bisa dimakan. Mereka terpaksa memakan rumput dan tanah serta meminum air yang kotor untuk bertahan hidup. Ditambah lagi setiap harinya mereka menyaksikan kematian orang-orang yang mereka sayangi. Bagaimana kita berharap jiwa mereka baik-baik saja? Bukan hanya fisik mereka yang berdarah, jiwa mereka pun terluka.
Sungguh kejam. Apa sebenarnya salah anak-anak Palestina, sehingga Zionis begitu brutal kepada mereka? Dan apa yang kita lakukan untuk menolong saudara-saudara kita di Gaza yang saat ini mereka dirampas hak-haknya? Masihkah kita diam di saat para Zionis, Amerika dan kawan-kawannya kompak untuk merampas tanah Palestina yang itu adalah tanahnya kaum Muslim?Tidak takutkah kita ketika Allah bertanya kepada kita terhadap kondisi Palestina? Anak-anak yang tidak berdosa yang setiap hari menjadi korban kebiadaban Zionis Yahudi laknatullah. Lalu apa hujjah kita?
Kenyataan pahit ini sudah terpampang nyata di hadapan kita. Solusi yang ditawarkan sejatinya tidak menyelesaikan persoalan Palestina. Solusi dua negara, gencatan senjata, boikot, donasi sejatinya tidak mampu menghentikan genosida di sana. Selama entitas Zionis Yahudi masih ada dan bercokol di bumi Palestina. Anak-anak Palestina tidak akan pernah bisa terjamin keamanan, kesejahteraan dan kebahagiaannya. Zionis Yahudi akan menjadi racun di kehidupan anak-anak Palestina yang mengancam kehidupan mereka.
Kondisi ini seharusnya menyadarkan kita bahwa tidak ada yang diharapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Karena sejatinya Lembaga internasional ini adalah alat yang digunakan Amerika dan kawan-kawannya untuk menguasai dunia melalui jalur diplomasi. Lembaga ini tidak di rancang untuk menolong serta memberikan kemerdekaan kepada kaum Muslim Palestina. Namun sebaliknya untuk memperkokoh, dan memudahkan mereka untuk menjajah tanah kaum Muslim.
Masa depan Palestina tidak berada di tangan Barat, juga tidak di tangan para penguasa boneka di negeri-negeri Muslim. Karena mereka sudah terbukti membiarkan Palestina bersimbah darah. Masa depan Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam atau khilafah yang semestinya sungguh-sungguh mereka perjuangkan. Khilafah berfungsi sebagai ra'in (pengurus) dan junnah (pelindung) terhadap umat Islam, termasuk Palestina.
Negara khilafah tidak akan pernah membiarkan kezaliman menimpa rakyatnya. Khilafah akan melawan Zionis Yahudi dengan jihad fi sabilillah. Sebagaimana perintah Allah SWT, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 191).
Khilafah terbukti selama belasan abad berhasil menjadi benteng pelindung yang aman bagi kaum Muslim termasuk Palestina. Palestina dilindungi dari serangan musuh. Selain itu, khilafah juga memberikan support sistem terbaik bagi tumbuh kembang anak. Khilafah menjamin kebutuhan hidup, keamanan, kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan mereka, sehingga terbentuklah generasi cemerlang pemimpin perdaban dari masa ke masa.
Sebagai contoh adanya madrasah Nizhamiyah di Baitulmaqdis, Yerusalem. Madrasah ini melahirkan sosok Hujjatul Islam yang keilmuannya diakui hingga saat ini, yakni Imam Muhammad Abu Hamid al-Ghazali. Bahkan, beliau mengkhatamkan penyusunan kitab Ihyaa’ ‘Uluum ad-Diin di salah satu bilik Masjidil Aqsa (Al-Waie, 29-4-2024).
Begitu juga ketika Palestina dikuasai oleh pasukan salib, berhasil dibebaskan kembali oleh pasukan Salahudin al-Ayyubi. Dan di masa akhir khilafah Utsmaniyah, khalifah Abdul Hamid II tidak mengizinkan Yahudi untuk memiliki wilayah di Palestina.
Namun, ketika khilafah runtuh barulah kaum Muslim merasakan penderitaan karena kehilangan pengurus (raa’in) dan pelindung (junnah). Palestina kemudian dikuasai oleh Zionis Yahudi, mereka terusir dari tanah kelahirannya, mereka dicabik-cabik hingga hari ini. Ketiadaan khilafah hari ini mengakibatkan umat Islam tidak punya pemimpin yang menyerukan jihad fi sabilillah untuk membebaskan Palestina.
Negeri-negeri Muslim hari ini terpecah-pecah akibat sekat-sekat nasionalisme sehigga jihad tidak bisa dilakukan. Hubungan Palestina dengan Zionis adalah hubungan perang. Maka jihad dan penegakan khilafah kembali adalah solusi hakiki yang dibutuhkan oleh mereka. Tidak adanya jihad maka akan semakin banyak darah yang ditumpahkan, anak-anak yang tidak berdosa akan terus menjadi korban kebiadaban zionis.
Maka dari itu sudah selayaknya setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya khilafah, agar mereka punya hujah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka dibantai oleh zionis dan sekutu-sekutunya. Persoalan anak-anak Gaza akan selesai ketika persoalan Palestina juga terselesaikan secara tuntas. Dan solusi tuntas hanya dapat terwujud dengan jihad dan khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Aqila Deviana, Amd.Keb
Aktivis Muslimah