TintaSiyasi.id -- Menanggapi polemik kebijakan pemerintahan Prabowo soal penditian Dantara, Pengamat politik Internasional Hasbi Anwar secara politik, wajar jika Danantara diragukan.
"Secara politik, wajar jika Danantara diragukan meski niatnya diapresiasi," ungkap dalam tulisannya, Kamis (27/2), dikutip TintaSiyasi.id.
Selama ini, kata Hasbi, berbagai proyek di negara ini selalu menjadi objek korupsi atau jadi sapi perah oleh kepentingan politik partai. Bakan, sejak awal Danantara direncanakan, berbagai ahli sudah mengingatkan bahkan ada yang pesimis jika proyek ribuan triliun ini akan berkontribusi terhadap persoalan ekonomi Indonesia.
"Alasannya, adanya rangkap jabatan pejabat Danantara dan pejabat negara, para pejabat yang berlatar belakang pengusaha, target-target investasi yang kurang menguntungkan dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, lanjut Hasbi, Presiden Prabowo adalah bagian dari produk proses politik yang tidak sehat di Indonesia dengan peran oligarki yang besar serta campur tangan partai yang dominan. Di tambah elit-elit politik yang integritasnya banyak yang dipertanyakan.
Dalam kerangka kebijakan ekonomi politik, proyek Danantara sebenarnya adalah bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara agar investasi bisa dilakukan tanpa bergantung pada hutang. Harapannya, saat ini berhasil, berbagai program populis dalam bidang pendidikan, kesehatan dan penyediaan lapangan kerja bisa terpenuhi.
"Ada hal yang lebih krusial sebenarnya yang seharusnya diprioritaskan oleh pemerintahan baru ini dibanding sibuk motong-motong anggaran untuk bangun Danantara," imbuhnya.
Persoalan mengapa negara Indonesia terus kekurangan uang sebabnya, lanjut Hasbi bukan karena pajak yang terus tidak maksimal sehingga harus naik. Bukan juga karena BUMN yang terus merugi kemudian dibuat Danantara. Tetapi karena cara pandang negara yang liberal dalam mengelola perekonomian negara.
Indonesia sebenarnya, ungkap dia, punya dana yang cukup untuk menghidupi APBN untuk menggerakkan ekonomi kita melalui pengelolaan sumber daya alam yang secara penuh dikelola oleh negara. Indonesia punya minyak, gas, nikel, batu bara, hutan sawit, tembaga, emas yang melimpah yang dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan.
"Dibanding keuntungan BUMN yang hanya menyumbang sedikit dari APBN, penghasilan dari sumber daya alam jauh lebih besar ratusan bahkan ribuan triliun," paparnya.
Semestinya, pemerintah dari awal mampu memetakan sumber sumber pemasukan strategis negara kemudian membuat kebijakan berdasarkan itu dan langkah-langkah turunannya. Kalau pemerintah mau bikin heboh. Hebohnya itu karena mengubah undang-undang soal investasi di pengelolaan sumber daya alam. Setelah itu menarik kepemilikan dan pengelolaan Nikel dari pengusaha pengusaha China; menarik pengelolaan tambang tambang batu bara dari pengusaha swasta, menarik pengelolaan emas di Papua, minyak, gas dan sebagainya.
"Saya yakin kehebohan ini pasti akan didukung masyarakat Indonesia. Dan saya juga yakin, akan berdampak cepat dan langsung dirasakan hasilnya oleh rakyat," tegasnya.
Oleh sebab itu, ujar dia, sebagai pemimpin, pemerintah mestinya memandang persoalan ekonomi negara kita lebih sistemik agar masalah nya betul betul terurai dan solusinya juga adalah solusi yang tepat untuk bangsa ini.
"Tetapi bila pemerintah hanya fokus pada pajak dan investasi non- strategis. Proyek Danantara bahkan eksistensi rezim ini telah merencanakan kegagalan sedari awal. Hari-hari esok mungkin kita hanya akan menyaksikan dalih pemerintah untuk menutupi kegagalan itu, dan satu persatu masuk KPK. Jangan sampai hal itu terjadi," tandasnya.[] Nurichsan