Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Revisi UU Minerba Harum Aroma Korporatokrasi

Kamis, 06 Maret 2025 | 22:54 WIB Last Updated 2025-03-06T15:54:57Z
TintaSiyasi.id -- Rapat Paripurna DPR ke-13 masa sidang II 2024-2025 resmi mengesahkan RUU Perubahan keempat nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi undang-undang.

Dalam undang-undang baru tersebut Pemerintah juga memberikan kesempatan bagi koperasi dan UMKM untuk ikut mengelola lahan Minerba yang ada di Indonesia. Namun, khusus untuk UMKM hanya bisa untuk lokal, misalnya pertambangan yang ada di daerah Kalimantan, maka UMKM yang bisa mengajukan izin usaha pertambangan atau IUPnya adalah badan usaha lokalnya.(cnnindonesia.com, 18/2/2025)

Dalam Islam Pemerintah tidak punya kuasa untuk membagi-bagi pengelolaan barang tambang kepada siapapun termasuk kepada koperasi ataupun UMKM. Karena ketentuan syariahnya sangat jelas.  

Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi diceritakan, bahwa Abyadh bin Hamal pernah datang menemui Rasulullah Saw. Dia meminta kepada beliau agar diberi tambang garam yang ada di Ma’rib. Rasul saw., yang memang dikenal pemurah, memenuhi permintaan Abyadh.
permintaan Abyadh. Setelah Abyadh pergi, salah seorang yang ada di majelis itu kemudian mengingatkan beliau, 

Apakah engkau tahu apa yang telah engkau berikan kepada dia, ya Rasulallah? Tidak dijelaskan apa jawaban Rasulullah. Orang itu kemudian melanjutkan, “Sungguh yang engkau berikan itu (bagaikan) air yang terus mengalir.”

Rasul yang mulia, yang mengajari kita untuk jangan sekali-kali menarik kembali pemberian kepada orang lain, hari itu justru menarik kembali pemberiannya berupa tambang garam kepada Abyadh.

Sebabnya, defosit tambang garam tersebut amat berlimpah. Hadis ini menjadi dasar bahwa barang tambang yang kandungannya sangat banyak, seperti batubara, sesungguhnya adalah milik umum yang tidak boleh dikelola kecuali oleh Negara. Tidak boleh diserahkan kepada individu, koperasi ataupun UMKM. Jika tetap diberikan, maka telah terjadi pelanggaran syariat.

Karena pelanggaran terhadap ketentuan syariah yang mengenai pengelolaan SDA, apalagi yang memiliki kandungan melimpah, seperti tambang barubara, akan memberikan dampak buruk yang sangat serius. 

Pertama, jika dibiarkan kekayaan SDA tersebut dikelola oleh korporasi, pasti akan membuat kesenjangan sosial semakin dalam. Dilansir dari mempan.go.id (16/1/2025) tercatat 26,04 juta rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan untuk sekedar mendapatkan Rp 10.000/orang/hari saja mereka kesulitan. Sebaliknya, segelintir orang memiliki kekayaan sangat melimpah.

Mengutip Forbes, sebanyak 31 individu yang terdaftar sebagai miliarder mengalami peningkatan kekayaan tahun 2025, termasuk Hartono bersaudara, R. Budi dan Michael Hartono, yang tetap berada di peringkat teratas selama lebih dari satu dekade.

Kekayaan Hartono bersaudara meningkat sebesar USD 2,3 miliar, mencapai USD 50,3 miliar (Rp805 triliun), berkat lonjakan nilai saham Bank Central Asia (BCA).

Di posisi kedua dalam daftar orang terkaya di Indonesia, taikun petrokimia dan energi, Prajogo Pangestu, meskipun mengalami penurunan kekayaan sebesar 25 persen, kini memiliki total kekayaan USD 32,5 miliar (Rp520,3 triliun).

Taikun batu bara, Low Tuck Kwong, kembali menduduki posisi ketiga sebagai orang terkaya di Indonesia meskipun kekayaan bersihnya stagnan di angka USD 27 miliar (Rp. 432,4 triliun). Disisi lain, rakyat sebagai pemilik sejati SDA Batubara justru semakin miskin dan sengsara karena tidak mendapatkan apa-apa.

Tentu saja kemiskinan akan memunculkan problem lanjutan, seperti rapuhnya kualitas SDM akibat kurang gizi, minimnya akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. 

Kedua, dengan diizinkan pihak swasta mengelola tambang, maka cengkeraman oligarki pun semakin kuat. Dengan kekuatan modalnya, oligarki bisa membeli apa saja, seperti membeli regulasi, politisi, partai, birokrasi, bahkan para menteri dan atasannya menteri. Rakyat hanya dijadikan alat legitimasi untuk nafsu serakah (greedy) mereka.

Tentu keadaan makin buruk. Kebijakan dan peraturan perundangan makin dikendalikan para pemilik modal, sehingga makin merugikan rakyat banyak serta makin menindas golongan ekonomi lemah. Ini akan terus terjadi, bila rezim semacam ini terus berkuasa dan membiarkan SDA terus dikuasai oligarki pendukung dirinya.

Jika sudah demikian keadaannya, tidak ada jalan lain, mesti tegak sistem yang baik, yang berasal dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Mengatur,  dengan penguasa yang bertakwa, yaitu yang mau tunduk pada syariat Islam. Di sinilah urgensi dari selamatkan Indonesia dengan syariah kaffah.

Oleh: Nabila Zidan 
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update