TintaSiyasi.id -- Ramadan merupakan bulan suci yang dijuluki sebagai pemimpin seluruh bulan karena begitu berlimpah keistimewaannya, seperti turunnya Al-Qur’an, limpahan pahala, rahmat, ampunan, dan keberkahan, dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka, adanya malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatulqadar), dan masih banyak keistimewaan lainnya di bulan Ramadan. Ramadan juga seharusnya mampu memantik seorang muslim agar semakin bertakwa kepada Allah Swt. Sayangnya, bulan mulia ini ternodai oleh kemaksiatan yang terus berjalan tanpa sungkan dan segan.
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Pengumuman No. e-0001 Tahun 2025 berkaitan dengan Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1446 H/2025 M. Dalam pengumuman ini, terdapat pengaturan operasional untuk usaha kelab malam, mandi uap, diskotek, arena permainan ketangkasan manual, rumah pijat, bar atau rumah minum yang berdiri sendiri, serta mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa. Usaha-usaha tersebut diwajibkan tutup sehari sebelum Ramadan hingga sehari setelah hari kedua Idulfitri. Namun, ada pengecualian untuk usaha pariwisata seperti kelab malam dan diskotek yang diselenggarakan di hotel bintang empat dan bintang lima serta berjauhan dari tempat ibadah, permukiman warga, sekolah, dan fasilitas umum lainnya — tempat-tempat tersebut tetap bisa beroperasi seperti biasa (news.republika.co.id, 2/3/2025).
Selain itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh telah merevisi aturan dan imbauan bagi masyarakat saat Ramadan. Tahun sebelumnya, tempat hiburan seperti karaoke, biliar, dan PlayStation dilarang buka pada siang hari. Namun, pada Ramadan 2025, Pemkot Banda Aceh tidak lagi melarang tempat hiburan beroperasi di siang hari. Kebijakan ini diambil agar tidak terlihat kaku dan dianggap lebih relevan dengan kondisi terkini (viva.co.id, 27/2/2025).
Penyebab Kemaksiatan di Bulan Ramadan
Kemaksiatan seolah tiada henti, meskipun di bulan Ramadan. Hal ini disebabkan oleh gagalnya sistem pendidikan sekuler yang tidak mampu mencetak umat dengan kepribadian seorang muslim yang beriman dan bertakwa. Halal dan haram tidak lagi menjadi landasan dalam setiap perbuatan. Sebaliknya, asas manfaat menjadi pedoman utama dalam mengambil keputusan.
Situasi ini diperparah oleh penerapan sistem ekonomi kapitalis dan liberal yang memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memiliki usaha pariwisata dan hiburan meskipun melanggar hukum syarak. Demi mendapatkan keuntungan materi, usaha seperti kelab malam, penjualan minuman keras, dan karaoke dijalankan di bulan Ramadan tanpa rasa malu.
Selain itu, kebijakan dalam sistem demokrasi yang setengah hati membuat rakyat semakin liberal. Melarang sebagian bentuk kemaksiatan, tetapi tetap melegalkan bentuk kemaksiatan lainnya, seperti usaha pariwisata di hotel bintang empat dan bintang lima serta revisi kebijakan Pemkot Banda Aceh, menunjukkan bahwa pemerintah masih membolehkan praktik maksiat selama ada keuntungan. Tidak bisa dimungkiri bahwa usaha pariwisata yang dilegalkan memberikan pendapatan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% kepada negara.
Kapitalisme Biang Keroknya
Ramadan seharusnya menjadi perisai bagi individu, masyarakat, maupun negara dari segala bentuk kemaksiatan. Sayangnya, sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan justru membuka peluang bagi maksiat untuk terus berlangsung.
Penutupan sebagian tempat hiburan dan pariwisata yang hanya dilakukan selama Ramadan menjadi bukti nyata bahwa sekularisme masih menjadi platform utama dalam sistem kehidupan di negeri ini. Sistem ini memberi ruang bagi pergaulan bebas, perzinaan, konsumsi minuman keras, pengumbaran aurat, dan berbagai bentuk maksiat lainnya yang menandakan hilangnya penghormatan dan pemuliaan terhadap bulan Ramadan.
Sistem kapitalisme juga menyuburkan pelaku maksiat dengan tidak adanya sanksi tegas bagi mereka. Hukum sering kali bisa ditawar sesuai kepentingan tertentu. Bahkan, pelaku maksiat seperti pezina atas dasar suka sama suka, peminum khamar, dan pengumbar aurat tidak dikenakan sanksi selama tidak mengganggu orang lain.
Bulan Ramadan dalam Islam
Di bulan Ramadan, Allah Swt. memerintahkan umat Islam untuk berpuasa. Sebagaimana firman-Nya dalam terjemahan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 183:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Puasa memiliki arti menahan. Secara syar’i, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Salah satu keutamaan puasa adalah menjadi perisai (junnah) bagi seorang mukmin dalam menghindari maksiat, sehingga membentuk pribadi muslim yang beriman dan bertakwa.
Ramadan dalam Sistem Islam
Dalam Islam, seorang imam atau khalifah adalah pemimpin yang mampu melindungi dan menjaga umat dari kemaksiatan dengan menerapkan Islam secara kaffah. Rasulullah Saw. bersabda:
"Sesungguhnya imam (khalifah) adalah perisai (junnah) ..."
Menurut penjelasan Imam An-Nawawi, khalifah adalah perisai bagi seluruh umat manusia dari kejahatan, mencegah manusia berbuat jahat dan maksiat, menjaga kemuliaan Islam, serta memberikan perlindungan kepada umat.
Di sinilah pentingnya peran khalifah dalam menjaga umat Islam agar terhindar dari kemaksiatan, baik di bulan Ramadan maupun di luar Ramadan. Khalifah akan menerapkan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam, memberikan edukasi tentang pentingnya memilih hiburan dan membuka usaha yang halal, serta mengingatkan bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Selain itu, khalifah akan membuat kebijakan untuk meniadakan fasilitas hiburan dan usaha yang mengandung maksiat agar masyarakat terhindar dari godaan. Khalifah juga akan membuka lapangan pekerjaan yang luas agar rakyat memiliki sumber penghasilan yang halal.
Peran masyarakat juga sangat penting dalam membangun lingkungan yang Islami. Melalui amar makruf nahi mungkar, masyarakat dapat mencegah dan memberantas kemaksiatan di lingkungannya.
Lebih jauh lagi, khalifah akan memberikan sanksi tegas dan membuat jera bagi pelaku maksiat dan pemilik fasilitas hiburan yang melanggar hukum syarak. Sanksi yang diterapkan sesuai dengan ketentuan syariat, seperti: Pezina yang sudah menikah dirajam hingga wafat. Pezina yang belum menikah dicambuk 100 kali. Peminum khamar dicambuk 80 kali.Pengumbar aurat dikenai takzir sesuai keputusan khalifah. Sanksi ini tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga menjadi sarana penghapusan dosa bagi pelaku maksiat.
Penutup
Itulah peran penting seorang khalifah dalam menjaga umat Islam agar tetap beriman dan bertakwa, baik di bulan Ramadan maupun di luar Ramadan, serta terhindar dari segala bentuk kemaksiatan. Sistem ini hanya bisa diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Febri Ghiyah Baitul Ilmi
Aktivis Muslimah