Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

PHK Makin Marak, Beban Rakyat Makin Berat, Butuh Solusi Hakiki

Kamis, 06 Maret 2025 | 22:49 WIB Last Updated 2025-03-06T15:49:53Z
TintaSiyasi.id -- Badai PHK kembali mengancam Indonesia, walaupun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Namun, persoalan ini tak kunjung usai, malah terus berulang. Fakta ini menunjukkan adanya problem yang sistematik.

Menjelang Ramadan tahun ini, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali menghantui Indonesia. Dua pabrik telah memutuskan menghentikan produksinya alias tutup. Kedua perusahaan itu adalah PT Sanken Indonesia yang bakal tutup pada Juni 2025 — setidaknya 459 pekerja menjadi korban PHK — dan PT Danbi International yang telah menghentikan produksinya pada Rabu (19/2/2025), dengan sekitar 2.100-an pekerja terkena dampaknya (cnbcindonesia.com, 20 Februari 2025).

Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, tutupnya pabrik dan PHK di PT Sanken Indonesia merupakan alarm darurat ancaman PHK bagi puluhan ribu karyawan di sektor industri elektronik. Sebelumnya, ratusan ribu buruh ter-PHK di sektor industri tekstil, garmen, dan sepatu sepanjang tahun 2024. Di awal tahun 2025 ini, PT Yamaha Music Indonesia juga telah memangkas sekitar 1.100-an buruhnya, yakni 400-an orang di pabrik Cibitung dan 700-an orang di pabrik Jakarta (cnbcindonesia.com, 21 Februari 2025).

Sementara itu, Presiden Prabowo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 atas perubahan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan. Melalui PP ini, para karyawan yang terkena PHK akan menerima bantuan sebesar 60 persen gaji selama enam bulan (kumparan.com, 16 Februari 2025).

Sinyal PHK tahun ini makin menguat. Sungguh, ini menjadi kado pahit yang sangat menyedihkan. Kebijakan pemerintah tentang efisiensi anggaran negara tidak hanya berdampak pada pemangkasan anggaran, tetapi juga pada program-program yang sedang berjalan serta pemotongan jumlah karyawan. Akibatnya, PHK di pabrik-pabrik dalam negeri tak dapat dielakkan karena perusahaan juga melakukan efisiensi anggaran disebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan terjadinya inflasi.

Padahal, mencari pekerjaan di tanah air saat ini bukanlah hal yang mudah. Selain lemahnya tanggung jawab negara dalam penyediaan lapangan kerja yang membuat kesempatan kerja semakin langka, ada pula berbagai kriteria yang menyulitkan, mulai dari tingkat pendidikan yang tinggi hingga batasan usia produktif. Hal ini sangatlah wajar karena dalam sistem kapitalisme, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi yang selalu dikorbankan demi menyelamatkan perusahaan.

Jaminan pemberian 60 persen gaji selama enam bulan melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan batas atas upah Rp5 juta jelas tidak akan menyelesaikan persoalan. Kehidupan tidak hanya berlangsung selama enam bulan; para pekerja yang terkena PHK bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga penghasilan dan bahkan masa depan mereka. Inilah bukti kegagalan sistem kapitalisme di mana negara abai dalam menyejahterakan rakyatnya karena hanya berperan sebagai operator dan fasilitator.

Sungguh, sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan negara sebagai raa’in (pengurus) yang bertanggung jawab penuh atas urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya." (HR al-Bukhari dan Muslim)

Negara atau khilafah dalam Islam juga bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan, sesuai dengan syariat. Termasuk dalam kewajiban itu adalah menyediakan lapangan kerja yang luas sehingga rakyat dapat hidup sejahtera.

Islam juga memiliki sistem ekonomi yang meniscayakan ketersediaan lapangan kerja. Sistem ini mengatur tata kelola kepemilikan yang memungkinkan akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal dan mencegah kekayaan milik umum dikuasai oleh segelintir orang. Islam juga mencegah berkembangnya sektor non-riil yang dapat menghancurkan perekonomian negara.

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, lapangan kerja yang cukup akan tersedia dan kesejahteraan masyarakat pun terjamin. Kini, sudah saatnya kita kembali kepada syariat Allah, yaitu sistem Islam dalam institusi khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab

Oleh: Mairawati 
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update