Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Peristiwa Pilu Dibalik Slogan “Indonesia Gelap”

Kamis, 20 Maret 2025 | 06:04 WIB Last Updated 2025-03-19T23:04:29Z

Tintasiyasi.id.com -- Ibarat sebuah penyakit, nasib negara tercinta bak pasien yang tengah mengidap sakit kronis hingga terancam tidak tertolong lagi nyawanya. Beberapa waktu lalu, media Indonesia digemparkan oleh ribuan postingan tentang hastag ‘Peringatan Darurat’ yang digambarkan melalui poster lambang garuda berlatar warna biru tua.

Kini, lambang garuda tersebut tidak lagi berlatar biru tua melainkan sudah berganti menjadi latar hitam lengkap dengan hastag ‘Indonesia Gelap’, menandakan bahwa kondisi negara Indonesia sedang bertambah parah (Www.cnnindonesia.com, 20/2/2025).

Kekhawatiran masyarakat terhadap tanah air kian membuncah, sampai akhirnya mengumpulkan seribu lebih suara lantang mahasiswa seluruh Indonesia bersatu padu di Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat (www.beritasatu.com, 17/2/2025).

Pergerakan ribuan mahasiswa membawa beberapa isu penting yang sudah terjadi sejak awal masa pemerintahan Presiden Prabowo. Diantaranya yaitu huru-hara langkanya gas LPG 3 kg, reformasi Polri, Program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemangkasan anggaran untuk program sosial serta kesejahteraan rakyat, problematika pendidikan, kacaunya sistem kesehatan, serta nihilnya lapangan pekerjaan.

Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk mencabut semua Perpres yang tidak membawa kemaslahatan bagi rakyat. Aksi ‘Indonesia Gelap’ tersebut menuai pujian dari Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan bahwa tindakan mahasiswa adalah contoh aktivisme mahasiswa dan anak muda yang kreatif (Tirto.id, 18/2/2025).

Telisik Ulang Pergerakan Agent Of Change

Aksi demo Indonesia Gelap yang dimotori ribuan mahasiswa memang berhasil menuai pujian dari tokoh berpengaruh, namun ternyata itu belum cukup untuk meredakan kacaunya keadaan masyarakat. Terlihat nyata melalui tuntutan yang dibawa oleh para mahasiswa tersebut, betapa amburadulnya kehidupan masyarakat yang sudah mulai merebak ke berbagai aspek.

Mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, bahkan peradilan atau aspek-aspek yang lainnya banyak terjadi ketidaksesuaian yang pada akhirnya menimbulkan kericuhan di tengah-tengah masyarakat. Wajar jika rakyat khawatir akan kesenjangan yang terjadi lantaran kehidupan masyarakat begitu jauh dari perhatian pemerintah.

Sayang seribu sayang, dari banyaknya tuntutan yang digaungkan, tidak ada satu pun tuntutan yang membawa pada solusi tuntas permasalahan Indonesia kini. Melalui aksi demo ribuan mahasiswa beberapa hari lalu tampak bahwa mereka masih berharap kembali pada sistem demokrasi kerakyatan.

Hal tersebut menjadi tanda jika pergerakan para mahasiswa belum tertuju pada arah perubahan yang mengakar. Bagaimana tidak? Sejatinya, seorang mahasiswa memang pantas mendapat banyak label perubahan sebagai agent of change karena masyarakat sering menganggap bahwa mahasiswa adalah intelektual muda yang menjadi garda terdepan dalam sebuah perubahan. Namun akan memunculkan masalah baru jika para intelektual tadi tidak memiliki sebuah pemahaman yang benar terhadap makna perubahan.

Wajah asli demokrasi adalah gambaran kehidupan saat sekarang dan seharusnya mahasiswa memahami itu. Berharap pada demokrasi hanya akan menjerumuskan nasib rakyat pada jurang yang lebih gelap dan suram.

Tidak dapat dipungkiri jika akar permasalahan dari segala problematika saat ini adalah demokrasi itu sendiri. Belajar dari sejarah yang tertulis dalam buku “Bagaimana Demokrasi Mati” karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt bahwa praktik demokrasi mengalami kehancuran dan berubah menjadi bentuk pemerintahan lain yang mengerikan. Segala kebijakan dan ketetapan dalam demokrasi merupakan karangan tangan para pemilik modal.

Oligarki senantiasa bersikap acuh dan tebal muka menemui rakyat untuk menawarkan solusi parsial yang sampai kapan pun tidak akan pernah menyolusi. Ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib masyarakat tergambar pada bagaimana cara mereka memanfaatkan keringat serta jerih payah rakyat untuk mencapai kepuasan pribadi mereka semata. Terungkap sudah kedok demokrasi yang lahir dari sistem kapitalisme – sekularisme dan harapan masyarakat terhadap demokrasi itu sebenarnya semu.

Menaruh Harap Bukan pada Selain Islam

Wajah buruk dari sistem demokrasi sudah ditampakkan sedemikian jelas, maka sudah seharusnya para intelektual muda saat ini melek politik dan kritis dalam menganalisis solusi yang benar. 

Memahami secara mendalam akan makna perubahan itu akan menghantarkan langkah para mahasiswa pada secercah harapan yang membawa pada kemenangan hakiki. Sadarilah jika menaruh harap bukan pada selain Islam adalah malapetaka besar yang senantiasa harus dihindari dan dijauhi sejauh-jauhnya. Maka dari itu, menjadikan Islam sebagai solusi adalah pilihan terbaik yang mesti diusahakan semaksimal mungkin. Sebagaimana firman Allah SWT., “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107). 

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur perkara ibadah wajib saja, namun di dalamnya juga terdapat aturan berkehidupan. Bahwa sebenarnya Islam itu ialah ideologi yang pernah berjaya dan mampu menyatukan umat dengan beragam perbedaan. Adapun makna kepemimpinan dalam kacamata Islam ialah amanah yang harus dijaga dan ditunaikan sebagaimana yang sudah dijabarkan sedemikian rupa oleh syara’.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, kehinaan, dan penyesalan pada hari kiamat. Kecuali orang yang mengambilnya dengan sesungguhnya dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya” (HR. Ahmad).

Seorang pemimpin umat itu sudah sepatutnya mengurusi seluruh urusan dan kebutuhan rakyat dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati. Menjadi garda terdepan dalam menyediakan serta memenuhi sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, keadilan, dan kesehatan mereka. 

Bukan malah sebaliknya yakni membebani dan memalak rakyat yang pada akhirnya menuai kebencian serta laknat dari umat dan penciptanya. Dengan itu, sudah saatnya mahasiswa mengumpulkan seluruh keberanian dan tekatnya dengan mengambil semua konsekuensi menjadi agent of change untuk mengemban risalah Islam dalam mengoreksi para petinggi negara. Siap menggaungkan solusi Islam karena yakin bahwa hanya dengan penerapan sistem Islam secara komprehensif itulah masa depan masyarakat akan gemilang.[]

Oleh: Annisa Sukma Dwi Fitria
(Aktivis Dakwah Kampus)

Opini

×
Berita Terbaru Update