TintaSiyasi.id -- Pendidikan adalah pondasi bagi pembangunan suatu negeri. Kualitas pendidikan yang baik dapat menghasilkan generasi yang bertakwa, cerdas, kreatif, dan inovatif. Namun, kenyataan yang kita hadapi saat ini adalah pemangkasan anggaran di bidang pendidikan yang sangat berpotensi menurunkan kualitas pendidikan.
Mahasiswa dan masyarakat pun bersuara. Setelah viralnya tagar Indonesia Gelap, bermunculan aksi-aksi lain untuk menyuarakan kemarahan rakyat. Di Yogyakarta, aksi dilakukan oleh gerakan Jogja Memanggil dengan tagline "Ruwat Ruweting Panguoso Durno" di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Selasa (11/3/2025). Aksi ini dilakukan di daerah Jalan Malioboro, hingga menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta (kompas.com,11-03-2025)
Memang semua masyarakat merasakan dampak besar dari pemangkasan anggaran pendidikan dari Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 pada 22 Januari 2025. Pemangkasan anggaran pendidikan tak hanya berdampak pada kualitas pendidikan, tetapi juga berdampak pada kesempatan pendidikan bagi masyarakat. Banyak sekolah yang terpaksa menaikkan biaya pendidikan, sehingga membuat banyak siswa yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya. Pemangkasan anggaran pendidikan juga berdampak pada kualitas guru dan infrastruktur pendidikan. Banyak guru yang tidak memiliki kemampuan dan kualifikasi yang memadai, sehingga membuat proses belajar mengajar menjadi tidak efektif dan tidak nyaman.
Mahasiswa Universitas Indonesia kini mulai merasakan secara langsung dampak dari pemangkasan anggaran 2025. Kampus Universitas Indonesia menjadi sangat gelap di malam hari karena lampu penerangan dalam kampus sudah dimatikan sejak pukul 5 sore. Ketua BEM UI, Defani menyampaikan bahwa dalam Surat Edaran Rektor Universitas Indonesia Nomor SE-551/UN2.R/KEU/2025, tertulis bahwa terdapat pengurangan dana dalam pengadaan media pustaka, termasuk online database, e-book, dan research tools yang merupakan hal-hal penting bagi penelitian dan tugas akademik (tempo.com, 05-03-2025)
Tak hanya itu, mahasiswa Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) bahkan merasakan efisiensi anggaran hingga 73%. Berdasarkan SE No. B/386/UN43/PR.07.04/2025 tentang Efisiensi Anggaran Tahun 2025, pimpinan fakultas, lembaga, biro, dan Unit Penunjang Akademik (UPA) diwajibkan melakukan efisiensi anggaran sebesar 73% dari pagu awal. Tentunya hal ini juga mendapatkan banyak penolakan dari mahasiswa (bidikutama.com, 07-03-2025)
Malang nasib generasi. Bagaimana mungkin generasi masa depan bisa menjadi berkualitas dengan fasilitas yang minim, guru yang tidak kompeten dan terfasilitas, belum lagi akses pendidikan yang semakin mahal dan sempit. Bukannya menjadi Indonesia Emas, justru menjadikan generasi makin bodoh, terjajah, dan kriminal.
Pemangkasan anggaran pendidikan di Indonesia ini erat dengan ‘mindset’ negara yang salah kaprah. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan dianggap sebagai komoditas. Adanya Pendidikan bukan fokus untuk mencerdaskan generasi, tetapi untuk dijadikan objek pertumbuhan ekonomi dan bisnis. Negara pun harus bukan lagi sebagai pelayan rakyat, tetapi justru beralih fungsi sebagai regulator atau fasilitator. Negara ada hanya sebagai pembuat aturan untuk kepentingan bisnis korporasi.
Relasi pemerintah dan rakyat adalah bisnis, bukan pengurus dan pelayan masyarakat. Fasilitas kesehatan milik negara, semua lembaga pendidikan, dan badan umum milik negara tentu dikelola dengan prinsip untung rugi semata.
Dalam pandangan Islam, politik adalah mengurusi urusan umat. Kekuasaan dan pemerintahan dalam pandangan Islam untuk mencegah kezaliman dan menyelesaikan permasalahan. Negara mempunyai mekanisme yang menyeluruh dan mumpuni untuk menjalankan tugas-tugas dan fungsi politiknya sehingga keberadaan unit-unit pelaksana teknis fungsi negara seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun badan usaha milik negara harus dikelola penuh oleh negara untuk kemaslahatan rakyat.
Di dalam Islam, tidak mungkin pendidikan dikesampingkan, karena Islam memandang ilmu seperti jiwa dalam manusia. Nabi Saw. bersabda dari Abu Musa, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah.” (HR. Bukhari).
Pendidikan merupakan perkara yang sangat vital, memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari keuntungan materi. Negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuannya untuk mewujudkan pendididikan terbaik tanpa intervensi dari kepentingan siapapun. Seluruh pembiayaan pendidikan dengan segenap fasilitas yang menunjang pun akan diupayakan dengan maksimal oleh negara.
Khilafah nantinya memperoleh sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan pendidikan dari Baitul Mal. Pertama, dari pos fai’ dan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Selain itu, juga bisa dari sumber kedua, yaitu pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Khilafah tidak membatasi individu untuk menginfaqkan harta di jalan Allah, termasuk mewakafkan hartanya untuk pendidikan. Oleh karena itu, biaya pendidikan juga dapat diperoleh dari wakaf.
Masyaallah, segenap sistem politik dan ekonomi Islam mampu menyolusi permasalahan pendidikan, termasuk menyelenggarakan pendidikan terbaik untuk rakyat dengan cuma-cuma tanpa terkecuali. Sudah selayaknya kita memperjuangkannya, membebaskan diri dan umat dari belenggu penjajahan Kapitalisme yang merenggut masa depan generasi. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Aisyah Q.K., S.Si.
(Aktivis Muslimah)