TintaSiyasi.id-- Ibnu Athaillah berkata, "Cukuplah sebagai balasan Allah atas ketaatanmu, bila Allah telah merestuimu sebagai ahli ketaatan."
Kata-kata hikmah dari Ibnu Athaillah As-Sakandari ini mengandung makna yang sangat dalam tentang keikhlasan dalam beribadah.
"Cukuplah sebagai balasan Allah atas ketaatanmu, bila Allah telah merestuimu sebagai ahli ketaatan."
Makna dan Hikmah:
1. Keutamaan Ridha Allah di Atas Segala Balasan
o Orang yang benar-benar taat kepada Allah tidak mengharapkan imbalan duniawi atau pujian manusia.
o Balasan terbaik bagi orang yang taat adalah Allah meridainya dan menjadikannya istiqamah dalam ketaatan.
2. Ketaatan Itu Sendiri Adalah Hadiah dari Allah
o Jika seseorang diberikan kemampuan untuk terus beribadah dan berbuat baik, itu adalah tanda bahwa Allah telah memilihnya sebagai ahli ketaatan.
o Tidak semua orang mendapatkan taufik dari Allah untuk beribadah dan beramal shalih.
3. Jangan Mengukur Ibadah dengan Imbalan Duniawi
o Kadang seseorang beribadah berharap mendapat rezeki yang lebih banyak, hidup lebih mudah, atau masalahnya segera selesai.
o Tetapi hakikat pahala terbesar adalah Allah memberikan keistiqamahan dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
4. Kecintaan kepada Ibadah adalah Tanda Ridha Allah
o Jika seseorang merasa senang dan ringan dalam beribadah, itu adalah tanda bahwa Allah meridainya.
o Sebaliknya, jika seseorang merasa berat dalam beribadah, maka perlu introspeksi apakah hatinya masih terhubung dengan Allah atau tidak.
Perkataan ini mengajarkan kita untuk tidak beribadah karena mengharap imbalan dunia, tetapi karena ingin mendapatkan ridha Allah. Jika kita tetap istiqamah dalam ketaatan, itu sudah menjadi balasan terbaik dari Allah.
Semoga kita semua dijadikan oleh Allah sebagai ahli ketaatan yang istiqamah hingga akhir hayat.
Pondasi Pencerahan Batin: Ikhlas dalam Ketundukan, Pengabdian, dan Ketaatan kepada Allah
Pencerahan batin dalam Islam bukan sekadar pencarian intelektual, tetapi perjalanan spiritual yang berlandaskan ikhlas dalam ketundukan, pengabdian, dan ketaatan total kepada Allah. Inilah pondasi utama bagi hati yang ingin mencapai kedamaian dan kebahagiaan sejati.
1. Ikhlas dalam Ketundukan
• Ketundukan kepada Allah berarti menerima segala ketentuan-Nya dengan lapang dada dan tanpa keraguan.
• Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا
"Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan lain bagi mereka tentang urusan mereka." (QS. Al-Ahzab: 36)
• Orang yang benar-benar tunduk kepada Allah akan selalu merasa cukup dengan apa yang Allah tetapkan.
2. Ikhlas dalam Pengabdian (Ibadah dan Amal Shalih)
• Pengabdian sejati kepada Allah berarti mengarahkan seluruh hidup kita untuk-Nya:
"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-An’am: 162)
• Bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga pekerjaan, hubungan sosial, dan seluruh aktivitas harus diniatkan sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya.
3. Ikhlas dalam Ketaatan Total
• Ketaatan kepada Allah harus total, tidak setengah-setengah atau hanya dalam keadaan tertentu.
• Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian." (QS. Al-Baqarah: 208)
• Orang yang benar-benar taat akan tetap menjalankan perintah Allah baik dalam kesulitan maupun dalam kemudahan.
Kesimpulan
Pencerahan batin tidak bisa dicapai hanya dengan ilmu atau latihan spiritual saja, tetapi harus berlandaskan ikhlas dalam tunduk, beribadah, dan taat sepenuhnya kepada Allah. Ketika seseorang benar-benar berserah diri kepada-Nya, maka hatinya akan merasakan ketenangan, kebahagiaan, dan cahaya petunjuk yang
tidak bisa digantikan dengan apa pun di dunia ini.
Semoga kita semua diberikan keikhlasan dalam menjalani hidup sebagai hamba Allah yang tunduk, beribadah, dan taat dengan sepenuh hati. Aamiin.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)