TintaSiyasi.id -- Prospek Gen Z memiliki rumah saat ini cukup menantang, namun masih ada peluang bagi mereka untuk membeli rumah atau mulai berinvestasi di properti.
Hal itu bisa terwujud, salah satunya mengikuti Program Sejuta Rumah yang telah diluncurkan pemerintah. Ini merupakan program subsidi untuk mempermudah pembelian rumah.
"Selain itu, properti vertikal yang lebih terjangkau juga tersedia di lokasi strategis," kata CEO&Founder Pinhome, Dayu Dara Permata saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, opsi pembiayaan dan perkembangan teknologi keuangan (fintech) saat ini sudah tersedia dan dapat memberi solusi bagi Gen Z yang ingin membeli rumah.
Menurut Dayu, Gen Z menghadapi tantangan cukup besar dalam memiliki rumah karena harga properti tinggi, sementara penghasilan mereka rendah.
"Banyak dari mereka yang baru mulai bekerja dan memiliki sedikit tabungan sehingga sulit untuk membeli rumah," kata dia. (antaranews.com, 14/02/3025)
Dalam sebuah artikel yang tayang pada 10/02/2025 di kumparan.com, juga digambarkan kondisi Gen Z dan kaitannya dengan kebutuhan rumah saat ini. Gen Z yang sering kali mendapat julukan sebagai generasi "bermental tempe", karena sedikit-sedikit mengeluh dan mudah merasa tertekan, kurang melek finansial karena lebih memilih menghamburkan uang dengan embel-embel self-reward daripada investasi, dan kini mereka dianggap tidak peduli terhadap masa depan karena membelakangi salah satu kebutuhan primer, rumah sebagai tempat tinggal.
Namun nyatanya, berbagai stereotip tersebut dapat kita bantah, terutama stereotip terakhir yang mengatakan bahwa Generasi Z dianggap tidak peduli terhadap masa depannya karena membelakangi kebutuhan terhadap tempat tinggal pribadi. Hal tersebut dapat dibantah setelah kita melihat bahwa realitanya, banyak Generasi Z yang justru mengkhawatirkan apakah di masa depan mereka mampu membeli rumah sendiri atau tidak. Mereka memiliki keinginan yang cukup tinggi untuk hal itu, namun seakan meragukan diri sendiri karena melihat perekonomian mereka yang mengambang sementara harga rumah kian menjulang.
Kekhawatiran Gen Z ini cukup beralasan mengingat fakta saat ini beban biaya hidup sehari-hari cukup tinggi belum lagi banyaknya pungutan negara seperti BPJS dan aneka pajak. Sementara penghasilan individu rendah, lapangan pekerjaan pun cukup sulit dan terbatas, ditambah banyaknya persyaratan untuk mendapatkan pekerjaan.
Inilah yang kemudian menjadi dilema kaum Gen Z dalam memecah solusi untuk memiliki rumah. Pemerintah pun seolah berlepas tangan dalam mengurai masalah yang ada. Buktinya kebijakan yang diambil tidak solutif, seperti misalnya peluncuran Program Sejuta Rumah, mungkin benar Program Sejuta Rumah ini membantu Gen Z untuk memiliki rumah dengan sistem angsuran akan tetapi program tersebut justru menjerat rakyat dalam hutang yang banyak dalam jangka waktu yang lama dengan jaminan. Akhirnya rakyat dalam hal ini Gen Z terjebak dalam tuntutan beban hidup yang semakin berat dan dalam kurun waktu yang panjang.
Wajar bila kemudian Gen Z merasa putus asa dan frustasi, gambaran masa depan yang sulit membuat mereka berusaha memecah masalah sendiri. Kekecewaan dan aksi protes mereka sampaikan lewat kreatifitas di media sosial dengan tagar #KaburAjaDulu. Gaungnya cukup mengusik banyak pihak termasuk pemerintah. Sayangnya pemerintah menanggapinya dengan kalimat sarkas yang justru makin mengundang kekecewaan dan kemarahan publik.
Pemerintah tak lagi bertindak sebagai pelayan rakyat nya apalagi menjadikan rakyat sebagai prioritas. Sebaliknya penguasa dengan kebijakannya justru memuluskan jalan kapitalis untuk memonopoli banyak aspek vital termasuk properti dan pertanahan untuk dijadikan ladang usaha pribadi. Rakyat hanyalah tumbal dijadikan pergerakan roda ekonomi kapitalis.
Sudah bukan rahasia tiap periode pemangku jabatan adalah ajang koalisi antara pemilik modal dan calon penguasa, wajar bila kemudian ketika menduduki kursi kekuasaan menjadi ajang bancakan bagi hasil dan balik modal. Bisnis properti kian menguntungkan pengusaha dan penguasa, sementara rakyat dalam pilihan yang sulit bertahan dengan kondisi ekonomi morat marit atau pergi dan dilarang kembali. Sangat memprihatinkan rakyat dijajah dan diusir dari negerinya oleh pemimpin dan saudaranya sendiri.
Dalam situasi seperti ini adalah solusi untuk keluar dari kondisi sulit ini?.
Jawaban dari pertanyaan tersebut tentu saja ada, yaitu Islam. Karena dalam kepemimpinan Islam , pemimpin adalah pengurus ummat yang kebijakannya wajib dibimbing oleh Wahyu Allah SWT , bukan semata-mata karena logika manusia apalagi karena tuntutan sebagai petugas partai. Begitu pula dengan warga negara atau ummat yang dipimpin, harus tunduk pada aturan yang dibuat selama itu tidak bertentangan dengan hukum syari'ah.
Terlebih gen Z adalah generasi muda yang sedang memasuki masa usia produktif maka Islam memandangnya sebagai potensi untuk mempertahankan peradaban, memperbaiki dan memajukan peradaban. Maka mereka dengan potensi tersebut akan diberikan kesempatan untuk bekerja dan mengembangkan potensinya dalam ranah-ranah pekerjaan yang vital dengan tetap terikat dengan hukum syara' yang diawasi dan dibimbing oleh negara. Sebagaimana dalam kitab yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Peraturan Hidup Dalam Islam, terkhusus bab Sistem Ekonomi Islam diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara
2. Pegawai yang bekerja pada seseorang atau perusahaan, kedudukannya sama seperti pegawai pemerintah ditinjau dari hak dan kewajibannya. Setiap orang yang bekerja dengan upah adalah karyawan/pegawai , sekalipun berdeda jenis pekerjaannya atau pihak yang bekerja
3. Upah ditentukan sesuai dengan manfaat /hasil kerja maupun jasa, bukan berdasarkan pengalaman karyawan atau ijazah
4. Negara menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau tidak ada orang yang wajib menanggung nafkahnya.
Dalam Sistem Ekonomi Islam, Negara memberikan kesempatan bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, serta mewujudkan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat dengan cara sebagai berikut :
1. Dengan memberikan harta bergerak atau pun tidak bergerak yang dimiliki negara dan tercatat di Baitu Mal, begitu pula dari harta Fa'i dan lain-lain
2. Dengan membagi tanah baik produktif atau tidak kepada orang yang tidak memiliki lahan yang cukup
3. Melunasi hutang orang-orang yang tidak mampu membayarnya, yang diambil dari zakat atau fa'i dan sebagainya
4. Penggunaan hak milik, terikat dengan ijin dari Allah selaku pembuat hukum, baik pengeluaran maupun untuk pengembangan Pemilikan. Dilarang berfoya-foya , menghambur-hamburkan harta dan kikir. Tidak boleh mendirikan perseroan berdasarkan sistem kapitalis , atau koperasi dan semua bentuk transaksi yang bertentangan dengan syara'. Dilarang mengambil riba, memanipulasi harta secara berlebihan, penimbunan, perjudian dan sebagainya
5. Pemilikan individu terhadap kekayaan bergerak dan tidak bergerak terikat dengan lima sebab syar'i, yaitu : bekerja, warisan, kebutuhan mendesak terhadap harta kekayaan untuk mempertahankan hidup, pemberian negara terhadap rakyat, dan kekayaan yang diperoleh individu tanpa mengeluarkan biaya atau usaha keras .
Itulah Islam proses pemenuhan solusi terkonsep dengan benar, tersistematis dan terintegrasi sehingga tidak memberi celah bagi kapitalis untuk mengambil keuntungan.
Wallahu 'alam bi as shawab.
Oleh: Ummu Alana
Aktivis Muslimah