Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hakikat Kemenangan Bukan Sekadar Perayaan

Selasa, 25 Maret 2025 | 08:10 WIB Last Updated 2025-03-25T01:11:08Z

TintaSiyasi.id -- Beberapa hari lagi bulan Ramadhan akan berlalu, dan umat Muslim akan menyambut hari kemenangan, yakni hari raya Idulfitri. Hakikat Idulfitri adalah hari kemenangan sebagaimana disampaikan Imam Ali ra :
 
Idulfitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru. Idulfitri adalah bagi orang yang aman dari ancaman (neraka). Idulfitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru. Idulfitri adalah bagi orang ketaatannya bertambah. Idulfitri bukanlah bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya. Idulfitri adalah bagi orang yang diampuni dosa-dosanya”.
 
Manusia yang bebas dari ancaman neraka, adalah mereka yang ketaatannya bertambah, dan yang diampuni dosa-dosanya. Merekalah orang-orang yang bertakwa yang menjadikan iman kepada Allah sebagai satu-satunya dorongan untuk melakukan setiap perbuatan. Inilah buah dari puasa Ramadhan yang sesuai dengan firman-Nya :
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
 
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Idulfitri adalah hari kemenangan bagi umat Islam di mana6pun mereka berada. Hakikat kemenangan bukan hanya sekadar berhasil melalui puasa satu bulan penuh, bukan hanya sekadar berhasil memenangkan hawa nafsu selama berpuasa, dan bukan hanya sekadar momentum perayaan hari raya. Hakikat kemenangan ialah ketika umat Islam menjadi umat yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dalam setiap waktu. Bukan hanya di bulan Ramadhan tetapi juga di bulan-bulan lainnya. Hanya saja saat ini, kita menyaksikan masih banyak perintah Allah yang belum diamalkan dan berbagai larangan Allah masih dilanggar. 

Takwa kepada Allah tidak hanya diartikan sekedar menjalankan hablum minallah semata, melainkan menjalankan kehidupan sesudah dengan syari'at dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk syari'at yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Baik dalam bidang pemerintahan, pergaulan, ekonomi, sosial, hukum pidana, pendidikan, politik luar negeri, dan lain sebagainya. 

Sebagaimana firman Allah dalam Qur'an surah al-Baqarah ayat 208:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu". (QS Al-Baqarah: 208)

Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, untuk mengatur kehidupan manusia dalam tiga aspek kehidupan: Pertama, hamblum minallah yaitu hubungan antara manusia dengan Allah. Kedua, hablum minannafsi yaitu hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Dan yang ketiga, hablum minannas yaitu hubungan antara manusia dengan sesama manusia. 

Dari definisi di atas, hablum minallah implementasinya akidah dan ibadah, hablum minannafsi implementasinya seperti makan, minum, akhlak dan pakaian yang kita gunakan. Sedangkan hamblum minannas berkaitan dengan mencakup semua mu'amalah, Seperti sistem ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, pergaulan, politik luar negeri dan sanksi (qisas, ta'jir, uqubat, dll).

Pengaturan syariat yang berkaitan dengan hablum minallah dan minannafsi bisa dilaksanakan secara individu. Namun untuk urusan hablum minannas dibutuhkan sebuah wadah (negara) untuk melaksanakannya agar sesuai dengan tuntunan syariat. 

Oleh sebab itu, idealnya agama tidak boleh dipisahkan dari negara. Karena agama dan negara ibarat dua sisi uang logam yang tak terpisahkan. Agama akan menjadikan sebuah negara memiliki tujuan, dan negara akan melindungi agama melalui pelaksanaan ajaran-ajarannya secara keseluruhan.

Nah, melihat keadaan umat saat ini apakah kemenangan itu benar-benar kita raih saat ini? Sepanjang Ramadan 1446 H ini, berbagai macam ketidakadilan yang menimpa umat Islam masih terjadi. Berbagai kebijakan zalim yang memberatkan rakyat datang silih berganti. 

Mulai dari terbongkarnya korupsi-korupsi besar yang merugikan negara, gas yang tidak boleh diecer sehingga mengalami kelangkaan, kenaikan harga-harga bahan pokok, pertamax dioplos, disahkannya UU TNI, efesiensi diberbagai bidang, serta serangan yang kembali dilakukan oleh Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina, sementara negeri-negeri muslim hanya bisa diam.

Pemuda Muslim harus bergerak menjadi agen perubahan, sehingga akan mampu mengubah keadaan kaum Muslim saat ini, dari kondisi tidak taat dan sengsara menjadi taat dan mulia dengan Islam. Sehingga, makna kemenangan hakiki akan bisa kita raih. 

Karena, meskipun sebentar lagi kita akan meninggalkan bulan Ramadan, namun kemenangan hakiki belum terwujud di tengah-tengah umat. Banyak dari kaum Muslimin yang mengalami penjajahan. Penjajahan ini memang bukan merupakan penjajahan fisik, namun efeknya lebih berbahaya daripada penjajahan fisik. Yakni penjajahan pemikiran (ghauzul fikri), jika satu peluru bisa menembus satu kepala, maka satu pemikiran bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala.

Penjajahan pemikiran yang terjadi ditengah umat saat ini, merupakan efek dari sistem kehidupan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga aturan agama hanya digunakan dalam mengatur aktivitas ruhiah (ibadah mahdho) saja. Sedangkan pengaturan tentang aktifitas siasiyah (mu'amalah dan sanksi) diatur menggunakan pengaturan yang di buat oleh manusia.

Hal ini bukan tanpa sebab, semua telah terstruktur mulai dari penghapus sejarah gemilang peradaban Islam, referensi umat yang diatur dan dibatasi, budaya-budaya kehidupan ala Barat terus dipromosikan secara masif. Sehingga umat sering kali mendapatkan informasi (mak'lumat tsabiqah) yang salah dan bukan berasal dari Islam. Pada akhirnya umat akan kehilangan referensi bersikap yang jelas, sehingga ajaran-ajaran Islam menjadi asing dibenak mereka.

Sistem kehidupan yang rusak ibarat sebuah tungku api, besi seburuk apapun jika dimasukkan (dilelehkan) kedalam tungku api yang panas lalu dikeluarkan dan dicetak maka akan berubah menjadi besi baru dengan kualitas yang baik. Demikianlah sistem kehidupan, sistem yang baik akan menjadikan orang-orang yang hidup didalamnya menjadi baik, dan sistem yang buruk akan menjadikan orang-orang yang hidup didalamnya menjadi buruk pula.

Karena keburukan yang sistemik itu seperti debu, meskipun kita berusaha menghindarinya sedikit banyak percikan debunya akan tetap mengenai kita.
Mari jadikan momentum kemenangan idul Fitri sebagai sebaik-baiknya perubahan untuk mengembalikan Islam sebagai jalan kehidupan, mengubah masyarakat yang sekuler menjadi masyarakat yang memahami dan mencintai ajaran Islam. Serta memenangkan penjajahan pemikiran yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam agar Islam kembali diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update