TintaSiyasi.id -- Baru saja kita dikejutkan dengan berita pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex sebanyak 8.400 orang. Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno mengatakan, karyawan PT Sritex dikenakan PHK per tanggal 26 Februari, terakhir bekerja pada hari Jumat 28 Februari. Perusahaan ditutup mulai tanggal 1 Maret 2025. (cnbcindonesia.com, 02/3/2025)
Selian itu, PT Sanken Indonesia juga akan menutup lini produksi pada bulan Juni 2025 dan PT Yamaha Music Product Asia yang berlokasi di kawasan industri MM2100, Bekasi juga akan tutup pada akhir Maret 2025. Pabrik ini mempekerjakan sekitar 400 orang. Sementara PT Yamaha Indonesia di Pulo Gadung, Jakarta, yang memiliki 700 karyawan akan berhenti beroperasi pada akhir Desember 2025. (cnbcindonesia.com, 8/3/2025)
Sebagaimana kita ketahui, PT Sritex adalah perusahaan tekstil terbesar se Asia Tenggara, yang dianggap paling kuat dari PHK. Namun kenyataannya harus melakukan PHK massal terhadap para karyawan nya yang sudah bekerja bertahun-tahun. PHK massal di Sritex ini bisa dianggap sebagai dampak sosial dari kebijakan pemerintah, yang membuat kemudahan produk Cina masuk ke Indonesia melalui ACFTA (Asean China Free Trade Area) maupun UU Cipta kerja. Akibat nya, banyak produk-produk lokal yang kalah saing dengan keberadaan produk Cina secara bebas di negeri ini.
Kondisi buruk ini terjadi akibat penerapan sistem kapitalis dengan prinsip liberalisasi ekonomi. Liberalisme di sektor ekonomi yang diterapkan telah berdampak buruk pada perekonomian negara. Liberalisasi juga menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri bukan oleh negara. Sedangkan yang menguasai industri pihak swasta dan pihak asing. Negara berwatak populis otoriter saat ini menjalankan perannya hanya sebagai regulator untuk memenuhi kepentingan para oligarki. Maka wajar jika berbagai kebijakan hanya berpihak pada oligarki, pemilik modal bukan pada rakyat. Rakyat hanya sebagai sasaran untuk meraup keuntungan sebesar-besar nya. Maka sistem kapitalis ini tidak layak dipertahankan.
Berbeda dengan Islam sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Sistem Islam menjamin suasana yang kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Islam tidak akan memberikan kebebasan kepada para pengusaha apalagi menguasai perekonomian. Di dalam negara Islam (khilafah) akan menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dan memadai dengan berbagai mekanisme yang dijelaskan dalam kitab Nidzom Iqthisody karya Syekh Taqiyuddin An Nabhani. Mekanisme yang akan dilakukan oleh negara salah satunya adalah dengan memanfaatkan kekayaan SDA negeri ini dikelola oleh negara sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negeri yang kaya SDA. Mekanisme ini akan dijalankan oleh penguasa yang menjalankan sistem kepemimpinan Islam dan memiliki profil Islam.
Khilafah tidak akan menyerahkan urusan industri pada pihak swasta maupun asing. Berbagai UU dan aturan dalam sistem Khilafah bersumber dari syariat Islam. Sehingga penerapan syariah secara kaffah akan membawa kesejahteraan bagi kehidupan rakyat.
Khilafah akan menjamin terpenuhi nya berbagai kebutuhan rakyat (sandang, pangan, dan papan) individu per individu secara layak. Negara tidak boleh berlepas tangan sedikitpun terhadap urusan ini. Sebab, kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah SWT.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Pipit Ayu
Aktivis Muslimah