Tintasiyasi.id.com -- Seorang anggota IV DPR bernama firman soebagyo mengatakan pemicu banjir terjadi akibat adanya Kebijakan pembukaan lahan 20 juta hektar hutan untuk dijadikan lahan pangan, energi dan air di sejumlah wilayah jabodetabek sehingga air hujan yang turun tidak bisa diserap dengan baik dan juga membuat ekosistem menjadi rusak karena dominansi dijadikan lahan pertanian dan galian untuk penambangan galian c ( tirto.id 6/3/2025).
Salah satu kerusakan fasilitas terjadi di 114 gedung sekolah dari tingkat SD hingga SMA akibat dilanda banjir bekasi, jawa barat imbuh Mendikdasmen Abdul Mu’ti. (Beritasatu.com 6/3/25).
Yus Budiono, Peneliti BRIN menyatakan bahwa Banjir di jabodetabek bukan hanya karena curah hujan, namun ada beberapa faktor penyebab lain yaitu fenomena cuaca ekstrem, penurunan muka tanah, kenaikan muka air laut, dan perubahan tata guna lahan. Adanya perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali mengakibatkan resiko terjadinya banjir hingga 12 %. (jabar.tribunnews.com 09/03/25).
Banjir yang terjadi berulang menyebabkan kekesalan warga jabodetabek terhadap pemerintah dalam menangani banjir. Seorang perwakilan Komunitas Peduli Cileungsi Cikeas (KP2C) Puarman menyebut komunitas itu beranggotakan 32.000 orang dan semuanya pernah terkena dampak banjir yang menurutnya "sudah sering terjadi banjir di Bekasi dan Bogor yang rata-ratanya tiga atau empat kali terjadi banjir setiap tahunnya.” (bbc.com 6/3/25 )..
Bencana banjir ini seolah suatu permasalahan cuaca saja, padahal kalo kita lihat lebih menyeluruh lagi persoalan banjir adalah sebuah masalah yang besar yang perlu pencegahan didalamnya. Bencana terjadi berulang harus dicari akar masalahnya, karena bukan sekadar problem teknis, tapi sistemis.
Pemerintah harusnya serius dalam mencegah terjadinya banjir sebab hal ini berhubungan dengan kehidupan masyarakat banyak yang akan menghalangi aktivitas didalamnya.
Adanya pembukaan hutan sebanyak 12 hektar untuk pengelolaan lahan pangan dan lainnya, tanpa mempertimbangkan makhluk hidup didalamya, seberapa banyak daya serap tanah ketika lebih dominan pembangunan lahan diatasnya malah akan menghasilkan masalah baru.
Kebijakan ini mengandung paradigma kapitalistik yang menghantarkan pada konsep pembangunan abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia. Sehingga akan terjadi kerusakan lingkungan yang lebih berat lagi.
Pemerintah belum benar-benar serius dalam menangani problem banjir ini. Dengan mitigasi yang lemah, banjir tidak tercegah, dan rakyat pun hidup susah. Tampaknya pemerintah hanya fokus pada faktor cuaca ekstrem, tapi nyatanya banjir terjadi berulang karena faktor Perubahan tata kelola lahan pembangunan yang meningkatkan resiko terjadinya banjir tersebut.
Ketika Pemerintah hanya fokus pada pembangunan karena ada keuntungannya namun tidak memperhatikan efek lain yang akan berimbas pada masyarakat setempat. Seharusnya dalam sebuah pembangunan itu memiliki paradigma yang cerdas dan tepat, dimana ini akan memudahkan kehidupan manusia, dan mampu menjaga kelestarian alam.
Di sini Islam memberikan arahan pada negara bagaimana dalam membangun negara dengan tepat, dimana perlu Kebijakan dari negara untuk mengatur tata kelola ruang disuatu wilayah. Dengan posisi penguasa sebagai raa’in, maka penguasa akan terus mengurus rakyat dengan baik sehingga rakyat hidup sejahtera, aman dan nyaman, terhindar dari banjir.
Kebijakan seperti itu hanya ada didalam sistem kepemimpinan islam yaitu khilafah islamiyah, dan posisi negara sebagai pengurus rakyat seutuhnya tidak akan ditemui di dalam pradigma kapitalis hari ini.
Penguasa juga akan menerapkan Islam sebagai asas konsep pembangunan dan melakukan mitigasi yang kuat untuk mencegah terjadinya bencana khususnya banjir. Dengan adanya negara yang menggunakan aturan berbasis paradigma islam maka akan terwujudlah kesejahteraan ditengah tengah masyarakat.
Oleh: Salmia Atika Desri
(Aktivis Muslimah)