Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Adab dan Berperilaku Baik

Kamis, 06 Maret 2025 | 05:56 WIB Last Updated 2025-03-05T22:56:11Z

TintaSiyasi.id—Ibnu al-Mubarak, seorang ulama besar dan ahli hadis, pernah berkata: "Adab hampir menjadi tiga perdua agama."
Perkataan ini menunjukkan betapa pentingnya adab dalam Islam. Jika kita mengibaratkan agama sebagai sesuatu yang utuh, maka adab mencakup sebahagian besarnya. Hal ini kerana adab mencerminkan akhlak, kesopanan, dan etika dalam berinteraksi dengan Allah, sesama manusia, dan diri sendiri.

Dalam banyak riwayat, para ulama dan salafus salih sangat menekankan adab sebelum ilmu. Bahkan, Imam Malik pernah berkata kepada seorang muridnya:
"Pelajarilah adab sebelum menuntut ilmu."
Dengan adab yang baik, seseorang lebih mudah memahami dan mengamalkan ilmu agama dengan benar. Tanpa adab, ilmu yang dimiliki boleh menjadi tidak bermanfaat atau bahkan merosakkan.

Fudhail bin Iyadh berkata, " Orang yang kehormatannya sempurna adalah orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, menyambung silaturahim, memuliakan saudara-saudaranya, memperindah perilakunya, menjaga agamanya, memperbaikinya hartanya, membelanjakan kelebihannya, memperbagus lisannya, dan menetapi rumahnya."

Perkataan Fudhail bin Iyadh ini menggambarkan ciri-ciri seseorang yang memiliki kehormatan yang sempurna. Beliau menekankan beberapa nilai utama dalam kehidupan, yang mencerminkan akhlak mulia dan kebijaksanaan dalam bersikap.

Dari perkataannya, kita dapat memahami beberapa aspek penting yang menjadikan seseorang benar-benar terhormat:

1. Berbakti kepada kedua orang tua – Salah satu kewajiban utama dalam Islam, yang menunjukkan rasa syukur dan penghormatan kepada mereka yang telah membesarkan kita.

2. Menyambung silaturahim – Mempererat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan membawa berkah dalam kehidupan.

3. Memuliakan saudara-saudaranya – Menghargai dan membantu sesama, khususnya kerabat dan sahabat.

4. Memperindah perilaku – Akhlak yang baik adalah cerminan hati yang bersih dan keimanan yang kuat.

5. Menjaga agama – Mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebagai bentuk ketakwaan.

6. Memperbaiki hartanya – Mengelola harta dengan baik, menghindari sifat boros dan kikir.

7. Membelanjakan kelebihan harta – Menginfakkan sebagian rezeki untuk kepentingan yang bermanfaat, seperti sedekah dan membantu yang membutuhkan.

8. Memperbagus lisannya – Menjaga ucapan agar tidak menyakiti orang lain dan selalu berbicara yang baik.

9. Menetapi rumahnya – Menghindari pergaulan yang buruk dan lebih banyak menghabiskan waktu di tempat yang membawa manfaat.

Kata-kata ini adalah nasihat berharga tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan penuh kehormatan dan keberkahan. 

Al-Ahnaf bin Qais berkata," Allah menjadikan hamba-Nya yang paling bahagia, paling mendapatkan petunjuk, dan paling mendapatkan nikmat pada hari kiamat yaitu orang yang paling membantu kebaikan, paling banyak memberi karunia kepada teman-temannya, dan paling baik syukurnya."

Kata-kata Al-Ahnaf bin Qais ini menegaskan bahwa kebahagiaan sejati dan petunjuk dari Allah diberikan kepada mereka yang berbuat kebaikan kepada sesama. Ada tiga ciri utama orang yang paling bahagia dan paling diberi nikmat pada hari kiamat menurut beliau:

1. Paling membantu kebaikan – Orang yang selalu berusaha menolong dalam kebaikan, baik dalam bentuk tenaga, harta, ilmu, maupun doa. Dalam Islam, membantu orang lain adalah bentuk ibadah yang besar pahalanya.

2. Paling banyak memberi karunia kepada teman-temannya – Orang yang dermawan dan suka berbagi dengan sahabat serta orang-orang di sekitarnya, baik dalam bentuk materi maupun dukungan emosional.

3. Paling baik dalam bersyukur – Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah, baik dalam keadaan senang maupun sulit. Rasa syukur menjadikan seseorang lebih ridha dan mendapatkan tambahan nikmat dari Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. 
Ibrahim: 7:
"Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu."

Pesan ini mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari harta atau kedudukan semata, tetapi dari seberapa besar manfaat yang kita berikan kepada orang lain dan bagaimana kita mensyukuri segala karunia Allah.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update