“Pokok bahasan ini meliputi
definisi fikih kontemporer dan tiga urgensinya,” tuturnya.
Takrif
Kiai Shiddiq mengawali dengan
takrif atau definisi fikih. “Secara bahasa artinya pemahaman, sedangkan secara
istilah, fikih adalah ilmu mengenai hukum-hukum Islam yang bersifat amaliah
(terkait dengan perbuatan) yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperinci
(Al-Qur'an dan Al-Hadis),” ujarnya menyitat pendapat M. Husain Abdullah yang
terdapat di dalam kitab Al-Wadhih fi Ushul Al Fiqh halaman 17.
“Sedangkan fikih kontemporer
adalah fikih yang membahas masalah-masalah kekinian atau baru (kontemporer atau
al-mu’ashirah) yang tidak ada nasnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunah, atau
tidak ada ijtihad ulama dalam masalah baru tersebut,” tuturnya.
Ia menyebut bahwa di dalam
literatur Arab, fikih kontemporer disebut dengan istilah qadhaya al-fiqhiyah
mu’ashirah, fiqh nawazil, dll.
“Contoh kitab yang membahas fikih
kontemporer adalah Mausu’ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah oleh M.
Ali As Salus, Fiqh Nawazil oleh Bakar Abu Zaid, dll,” sebutnya.
Untuk contoh tema fikih
kontemporer di berbagai bidang, Kiai Shiddiq menyebutkan ada bidang muamalah,
ijtimaiyah atau pergaulan, ibadah, kedokteran, dan kesenian.
“Contoh-contoh fikih kontemporer
di bidang muamalah ada hukum asuransi (at-ta`min), hukum koperasi (syirkah
ta’awuniyah), hukum PT (syirkah musahamah), hukum franchise
(waralaba), hukum mlm (multi level marketing), dan ada hukum give
away, hukum endorse, dan hukum arisan,” sebutnya.
Ia pun mencontohkan fikih
kontemporer di bidang ijtimaiyah atau pergaulan yaitu hukum pacarana, hukum khitbah
(melamar) via WA/SMS, hukum khalwat (seclusion atau mojok dengan lain
jenis), hukum foto bersama dengan lain jenis, dan hukum nonton bioskop.
“Bidang ibadah yang termasuk contoh
fikih kontemporer adalah hukum salat jumat virtual (online), hukum naik
haji dengan uang korupsi, hukum salat jamaah secara social distancing, apakah
tes rapid antigen dan swab membatalkan puasa, dan apakah suntikan
vaksinasi Covid-19 membatalkan puasa,” lanjutnya menjelaskan.
Lanjut dijelaskan untuk contoh-contoh
fikih kontemporer di bidang kedokteran, di antaranya adalah hukum KB, hukum
bayi tabung, hukum inseminasi buatan, hukum operasi ganti kelamin, dan hukum
operasi plastic.
“Fikih kontemporer di bidang
kesenian contohnya adalah hukum mengedit foto, hukum menggambar makhluk
bernyawa tidak utuh, hukum robot seperti manusia, hukum membuat boneka spirit
doll, dan hukum membuat dan menjualbelikan action figure,” bebernya
lebih lanjut.
Tiga Urgensi Fikih
Kontemporer
Pertama, memudahkan umat Islam
terikat dengan syariat Islam. “Umat Islam wajib terikat dengan syariat Islam
sebagai konsekuensi dari keimanan mereka terhadap Islam,” jelasnya.
Kiai Shiddiq menyitat terjemahan
Al-Qur’an surah An-Nisaa ayat 65:
Maka demi Tuhanmu, mereka
tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.
Kedua, menampakkan
kemampuan syariat Islam mengatasi segala masalah. “Syariat Islam adalah hukum
yang sempurna yang mampu menyelesaikan semua persoalan manusia,” tuturnya yakin.
"Kesempurnaan syariat Islam
bisa dilihat di Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 3, “Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu.’ Serta di dalam surah an-Nahl ayat 89, ‘Dan telah
Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu,”
Ketiga, mengedukasi umat Islam
bagaimana cara istinbat hukum dari dalilnya. “Fikih kontemporer mengedukasi
umat Islam mengenai proses ijtihad yang melahirkan hukum syarak secara
mendalam, yaitu tahu hukumnya, tahu dalilnya, tahu wajhul istidlal-nya
(cara penarikan kesimpulan hukumnya dari Al-Qur'an dan As-Sunah),” terangnya.
Kiai Shiddiq menutup penjelasan
dengan menyebutkan sabda Rasulullah saw. yang diriwiyatkan oleh Abu Dawud, no.
3172 kepada Mu’adz bin Jabal RA, "Bagaimana kamu memutuskan jika datang
kepadamu suatu perkara peradilan?" Muadz menjawab, ‘Dengan Kitabullah.’
Nabi saw. bertanya, ‘Bagaimana jika kamu tidak mendapatkan di dalam Kitabullah?’
Muadz menjawab, ‘Dengan sunah Rasulullah.’ Nabi saw. bertanya, ‘Bagaimana jika
kamu tidak mendapatkan di dalam sunah Rasulullah?’ Muadz menjawab, ‘Aku akan
berijtihad dengan pendapatku."[] Rere