Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tanggapi Aksi Indonesia Gelap, UIY: Itu Hanya Sebagian dari Masalah Sesungguhnya

Jumat, 21 Februari 2025 | 09:19 WIB Last Updated 2025-02-21T02:20:58Z
TintaSiyasi.id -- Meminta pemerintah mencabut Inpres nomor 1 tahun 2025 tentang efisiansi anggaran, merupakan salah satu tuntunan utama massa mahasiswa dalam aksi Indonesia gelap 2025, namun Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menilai itu hanyalah sebagian kecil dari masalah sesungguhnya.

"Itu hanya sebagian dari masalah sesunguhnya yang ada. Dan itu adalah tuntutan dari perkara yang memang dilihat oleh mahasiswa," ujar UIY di kanal YouTube UIY Official, Kamis (20/2/2025), Indonesia Gelap, Indonesia Butuh Syariah Islam Kaffah.

Diketahui, ada beberapa tuntunan massa mahasiswa terhadap pemerintah dalam aksi Indonesia gelap. Pertama, mendesak pemerintah mencabut Inpres nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Kedua, mencabut pasal dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang. Ketiga, meminta pemerintah mencairkan tunjangan dosen dan tenaga pendidik. Keempat, mendesak pemerintah mengevaluasi total program makanan bergizi gratis. Kelima, mendesak pemerintahan berhenti membuat kebijakan publik tanpa basis riset.

UIY menyatakan bahwa sesungguhnya persoalan yang mendasar di negeri ini kan bukanlah itu semua. Itu semua sebenarnya hanya akibat dari masalah sesungguhnya yang ada. Misalnya mencabut keppres tentang efisiensi, itu hanya akibat.

Efisiensi itu, kata dia, bisa dilakukan dengan paling tidak tiga cara. Pertama, seperti yang dilakukan sekarang ini mengurangi budget-budget. Tapi ada juga yang dilupakan. Yang kedua adalah betul-betul tegas menghadapi korupsi. Kemudian yang ketiga adalah meningkatkan pemasukan melalui pengelolaan barang-barang tambang gitu.

"Nah yang baru dilakukan adalah nomor satu. Yang itu kemudian berdampak ke pada sejumlah hal-hal yang dirasa mengenai kepentingan mahasiswa. Misalnya menyangkut dosen, kemudian menyangkut kualitas pendidikan dan seterusnya. Itu yang kemudian diprotes," ujarnya.

Tetapi yang kedua dan ketiga, tidak disinggung sama sekali. Andai pemerintah itu melakukan itu yang kedua dan ketiga, menurut UIY mungkin Indonesia bukan agak sedikit cerah lagi, melainkan bisa sedikit terang. Tetapi ini tidak dilakukan, jadi terasa gelap. 

Karenanya, maka sebenarnya mahasiswa selain menuntut hal seperti itu, juga harus terus mendorong perkara yang lebih substansial sampai kepada hal yang paling mendasar. Bahwa negara ini memang sudah terjerembab kepada tatanan yang sekularistik, liberalistik, kapitalistik. 

"Di mana tangan-tangan oligarki itu, begitu rupa pemilik modal itu menguasai hampir seluruh sendi kehidupan," cetusnya.

Dia mengatakan, semua publik paham bahwa mahasiswa ini memang ujung tombak perubahan. Seperti pada perubahan masa lalu, baik itu di masa perubahan orde lama menjadi orde baru. Orde baru menjadi orde reformasi dan sampai sekarang ini. 

"Tetapi kok terkesan mahasiswa ini menuntut hal-hal yang tidak mendasar gitu. Karena dari perubahan yang dituntut itu ya tidak memberikan perubahan yang signifikan," imbuhnya.

Lebih lanjut UIY mengungkapkan beberapa hal mesti dikoreksi dari perjuangan mahasiswa hari ini, karena ibarat dokter itu memang penting untuk melakukan diagnosis itu.

Pertama, jadi ini sebenarnya, keadaan begini (Indonesia gelap) ini disebabkan oleh mulai dari ada soal-soal teknis ekonomi, alokasi anggaran dan sebagainya. 

Kedua, adalah soal politik. Soal politik artinya, ini sebenarnya kekuasaan di atas dasar apa? Siapa yang mempengaruhi? Siapa yang dipengaruhi dan sebagainya gitu

"Yang ketiga adalah kita mesti menggunakan diagnosis yang lebih lagi yaitu filosofis ifundamental menyangkut tatanan paradigma atau bahkan sampai kepada ideologi gitu. Nah ini yang saya pikir harus dilakukan gitu," ujarnya.

Sebab, kata UIY, kalau tidak, maka perjuangan itu pasti akan cenderung hanya sampai pada soal-soal teknis. Walaupun jauh, paling politis. Seperti tuntutan pergantian rezim yang itu terjadi pada orde lama ke orde baru. Orde baru ke orde reformasi. Harapan bahwa rezim Jokowi dulu berakhir, ada reszim baru. Ternyata sama saja. Itu berarti tidak cukup sampai pada level politis tapi mestinya sampai filosofis ideologis itu. 

"Nah ini yang mesti dilakukan. Kalau ini dilakukan maka Insyaallah tuntutan itu akan sampai kepada level yang ketiga ini. Kalau kita bicara level ideologis, apa yang seharusnya diperjuangkan supaya perubahan ideologis itu terjadi. Nah kita sudah mengalami banyak sekali episode perubahan dari orde lama, orde baru, reformasi dan sekarang. Semuanya tidak pernah beranjak dari platform sekularistik itu," paparnya.

Karenanya, lanjut dia, sebenarnya walaupun berubah tetapi masih di dalam platform yang sama. Ini yang harus dipikirkan bahwa, rakyat mesti berpikir tentang perubahan platform, dari yang sekularistik menjadi yang tidak sekularistik. 

"Di situlah sebenarnya yang kita sering sampaikan gagasan atau tuntutan. Apa? Penerapan syariah secara kaffah. Itu akan merupah platform secara mendasar gitu. Tidak lagi di dalam platform sama yang kemudian akan berputar begitu," jelasnya.

Apalagi kemudian hegemoni dari pemilik modal sudah begitu kuatnya. Meskipun terjadi perubahan politik tetapi mereka tetap bisa mengendalikan perubahan-perubahan itu seperti yang bisa disaksikan sekarang di tengah publik.[] Rasman

Opini

×
Berita Terbaru Update