Namun, menurut aktivis Islam
ideologis asal Kanada Haitham bin Tsbait, kunjungan tersebut hanya
mempermalukan Raja Abdullah II lebih jauh sebagai penguasa negeri Muslim di
Yordania.
“Abdullah datang ke Washington
untuk dipermalukan lebih jauh. Ia pergi ke Washington DC, hanya untuk mengalami
penghinaan publik di tangan Trump,” tuturnya kepada TintaSiyasi.ID,
Sabtu (15/02/2025)
Dengan sifat sombong yang khas
katanya, Trump memaksakan kehendaknya kepada Raja Yordania. Dan sekali lagi
membuktikan bahwa para pemimpin regional tidak lebih dari sekadar instrumen
kepentingan Barat yang takut akan konsekuensinya jika mereka berani
menentangnya.
“Sebagaimana Allah Swt.
menjelaskan, ‘Kamu lihat orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, mereka
berlomba-lomba mencari perlindungan dengan berkata, Kami khawatir akan ditimpa
malapetaka. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan bagimu atau
karunia yang lain dengan perintah-Nya, dan mereka menyesal atas apa yang telah
mereka sembunyikan dalam hati mereka. Surah Al-Ma'idah Ayat 52,” jelas Haitham.
Lanjut ia menyatakan, wajah
arogansi kolonial yang khas jelas telah
terlihat dari pernyataan saat diskusi
bersama Raja Yordania Abdullah II dengan menyampaikan rencana akan mengambil
Gaza.
“Wajah arogansi kolonial yang
khas telah terlihat saat Presiden AS Donald Trump membuat pernyataan yang
mengerikan dalam diskusinya bersama Raja Yordania Abdullah II. Ia menyatakan, ‘Kami
akan mengambil Gaza. Kami tidak perlu membeli. Tidak ada yang perlu dibeli.
Kita akan memilikinya. Kami tidak perlu membeli. Tidak ada yang perlu dibeli.
Kita akan memilikinya.’,” bebernya.
Menurutnya, pernyatan Trump
tersebut mengungkap pola pikir imperialis yang kejam dalam memandang tanah kaum
Muslim sebagai komoditas yang dapat dirampas sesuka hati.
Pengabaian Trump terhadap Gaza,
wilayah yang telah mengalami pengeboman, blokade, dan genosida tanpa henti di
tangan entitas Zionis, yang sepenuhnya didukung oleh Amerika merupakan
pengakuan yang mengerikan atas ambisi kolonialisme.
Trump, kata Haitham, sangat yakin
akan didukung penuh oleh para penguasa Arab. Sebab para penguasa Muslim adalah
pion belaka dalam melayani kepentingan politik AS dan Zionis.
Dengan memaksa para penguasa
negara-negara Timur Tengah untuk patuh dengan keputusan AS, Trump telah
memperkuat mentalitas kolonialismenya yang mengakar di dunia Islam.
“Sebelumnya Trump mengatakan, ‘Kita
melakukan banyak hal untuk mereka, dan mereka akan melakukannya.’ Kata-katanya
menggarisbawahi ketundukan Yordania dan Mesir, menjadikan mereka (Yordania dan
Mesir) sebagai pion belaka dalam pelayanan strategi AS dan Zionis. Dengan
memaksa negara-negara ini untuk patuh, Trump memperkuat mentalitas kolonial
yang terus memgakar kuat dan itu mendefinisikan hubungan Amerika dengan dunia
Muslim,” aktivis Islam Kanada itu menjelaskan.
Raja Abdullah tidak memberikan
perlawanan terhadap tuntutan Trump untuk merampas Gaza. Sebaliknya tutur Haitham, malah ragu-ragu dan
mengalihkan tanggung jawab kepada Arab Saudi dan Mesir.
“Sekali lagi membuktikan bahwa
para pemimpin yang disebut-sebut itu tidak memiliki kehormatan, akal sehat, dan
keberanian,” tegasnya.
Haitham meyakini bahwa perang di
Gaza telah mengguncang tahta yang rapuh para penguasa korup di negeri-negeri
Muslim. Dan keterusterangan Trump telah membuat mereka tidak punya tempat untuk
bersembunyi dan tidak ada alasan untuk menutupi aib-aib mereka.
“Sekaranglah saatnya untuk
menolak penghinaan ini dan mereka yang memaksakannya kepada umat kita yang
mulia. Umat Islam harus bangkit, menolak boneka-boneka penjajah ini, dan
berjuang untuk menegakkan kembali khilafah, satu-satunya sistem yang
benar-benar mampu menjaga negeri-negeri Muslim dari pendudukan, penjajahan, dan
kehinaan,” pungkasnya.[] M. Siregar