Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Polemik Pagar Laut Misterius, Di Manakah Kedaulatan Negara?

Rabu, 05 Februari 2025 | 09:03 WIB Last Updated 2025-02-05T05:20:29Z
TintaSiyasi.id -- Pemerintah sampai saat ini masih meraba-raba siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut di perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kompak mengatakan bahwa mereka masih melakukan penyelidikan terkait polemik pagar laut tersebut.

Sakti mengatakan bahwa sebagian besar Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terkait dengan pagar laut terdaftar di BPN atas nama dua perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa (sumber: Tirto.id).

Kementerian ATR/BPN menemukan bahwa HGB dan SHM di perairan utara Tangerang cacat prosedural dan material. Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN akan mencabut HGB dan SHM di area pagar laut tersebut (sumber: Tirto.id).

Dua mantan Menteri ATR/BPN pun menyampaikan hal serupa. Agus Harimurti Yudhoyono, yang menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada Februari–Oktober 2024, menyatakan bahwa HGB di perairan Tangerang diterbitkan pada 2023. Artinya, HGB tersebut diterbitkan pada masa kepemimpinan Hadi Tjahjanto. Akan tetapi, Hadi menyanggah keterlibatannya dalam penerbitan HGB di perairan Tangerang (sumber: Tirto.id).

Pernyataan para pejabat negara terkait pagar laut misterius di Kabupaten Tangerang terkesan aneh. Pasalnya, pagar laut bukanlah sesuatu yang tidak kasatmata. Pagar tersebut terbuat dari bambu dengan ketinggian hingga 6 meter. Dengan segala potensi yang dimiliki negara, pemerintah seharusnya sangat mudah menelusuri pelaku di balik pemasangan pagar laut tersebut. Namun, pemerintah seolah-olah menutupi atau membiarkan sesuatu terjadi begitu saja. Dugaan ini diperkuat dengan sikap pemerintah yang baru menanggapi laporan mengenai pagar laut setelah viral, padahal laporan sudah dibuat oleh masyarakat sejak Agustus 2024.

Negara Kapitalis, Negara Tidak Berdaulat

Dalam sistem kapitalisme, bukan hal yang mengherankan jika penguasa tidak bergerak cepat dalam menyelesaikan kesulitan warganya. Sebab, sistem kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan penuh dalam mengurus urusan umat. Kedaulatan negara tergadaikan karena adanya prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme. Kebebasan ini memungkinkan para kapitalis memiliki kekayaan hingga kekuasaan yang melebihi negara.

Akibatnya, negara tidak memiliki kuasa untuk menindak para kapitalis yang perbuatannya menyengsarakan rakyat. Negara hanya menjadi regulator yang bergerak sesuai dengan arahan para kapitalis, bahkan menjadi penjaga kepentingan mereka. Keberadaan negara kapitalisme membuat kepemimpinan penguasa hari ini cenderung populis otoritarian. Sikap mereka jauh dari kata ramah kepada rakyat. Rakyat yang jelas-jelas mengalami penderitaan tidak mendapatkan perhatian serius dari penguasa, yang justru lebih sibuk melakukan pencitraan di muka umum.

Pemimpin Islam, Pemimpin Berdaulat

Negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu negara Khilafah, merupakan negara yang memiliki kedaulatan penuh dalam mengurus negara dan menyejahterakan rakyatnya. Kedaulatan penuh ini membuat negara tidak akan tunduk di bawah korporasi atau intervensi negara mana pun.

Kedaulatan ini terjadi karena Allah dan Rasulullah menetapkan bahwa keberadaan sebuah negara wajib menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Dua peran ini membuat negara Khilafah kokoh berdiri tanpa intervensi dari pihak mana pun, sehingga bisa fokus membuat kebijakan yang akan memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Di sisi lain, pemimpin dan pejabat negara diperintahkan untuk tidak melakukan persekongkolan dengan para kapitalis demi meraup keuntungan pribadi. Mereka tidak membiarkan sesuatu yang dapat menyebabkan penderitaan rakyat, seperti yang dialami warga di sekitar pagar laut.

Islam, Solusi Masalah Pagar Laut

Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme dalam pengelolaan laut. Dalam sistem ekonomi Islam dijelaskan bahwa laut termasuk dalam kategori barang milik umum. Hukum pengelolaan laut tidak boleh diberikan kepada individu, baik untuk membangun pagar atau batas. Laut juga tidak boleh dikuasai oleh negara untuk diprivatisasi atau dinasionalisasi.

Laut termasuk milik umum karena secara karakteristiknya tidak mungkin dimiliki oleh individu. Dalilnya adalah ketika Rasulullah SAW ditanya oleh para sahabatnya:

"Wahai Rasulullah, bolehkah kami membangun rumah untuk tempat berteduh bagimu di Mina?" Maka Rasulullah SAW menjawab, "Tidak boleh," kata Rasulullah. "Mina itu adalah tempat bagi orang yang datang terlebih dahulu." (HR. Imam Abu Dawud).

Oleh karena itu, polemik pagar laut bertentangan dengan pengaturan laut menurut perspektif Islam.

Maka, untuk menyelesaikan persoalan pagar laut, solusinya adalah dengan berpegang teguh kepada syariat Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam.

Oleh: Yuyun Nurparida
Pegiat Literasi

Opini

×
Berita Terbaru Update