TintaSiyasi.Id -- Akhir-akhir ini, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) atau LPG tiga kilogram. Hal ini menimbulkan keluhan dari masyarakat, yang diperparah dengan penerapan kebijakan baru pemerintah yang melarang penjualan gas melon secara eceran.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengumumkan bahwa mulai 1 Februari 2025, LPG tiga kilogram tidak lagi dapat diperjualbelikan secara eceran. Masyarakat yang ingin membeli gas bersubsidi bisa mendapatkannya di pangkalan resmi yang telah terdaftar di Pertamina. Langkah ini bertujuan untuk memastikan pasokan gas melon tetap terjamin serta menjaga agar harga jualnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan bahwa kelangkaan gas LPG tiga kilogram di beberapa wilayah terjadi akibat pengurangan kuota LPG tiga kilogram bersubsidi pada tahun 2025, yaitu sebesar 407.555 metrik ton (MT), lebih kecil dari realisasi penyaluran tahun 2024 yang mencapai 414.134 MT. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dalam mekanisme distribusi (Tempo.co, 4/2/2025).
Keputusan pemerintah melarang penjualan gas LPG tiga kilogram di tingkat pengecer atau warung sejak 1 Februari lalu wajar jika disebut sebagai kebijakan yang mematikan pengusaha kecil, menyusahkan konsumen, dan bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo yang berpihak pada rakyat kecil.
Bahkan, pedagang eceran ikut menjerit akibat tidak lagi bisa berjualan gas melon. Mereka diharuskan memiliki izin sebagai pangkalan jika ingin tetap menjual gas LPG tiga kilogram. Sementara itu, modal awal yang diperlukan untuk menjadi pangkalan resmi cukup besar, yaitu sekitar Rp100 juta. Anggaran tersebut mencakup berbagai kebutuhan yang mendukung operasional usaha. Tentu saja, hal tersebut sulit dipenuhi oleh pedagang kecil.
Setelah mendapat protes dari masyarakat terkait sulitnya mendapatkan gas LPG tiga kilogram, DPR dan pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengaktifkan kembali pengecer LPG tiga kilogram per Selasa, 4 Februari 2025. Meski demikian, kelangkaan gas masih terus berlangsung.
Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi untuk bisa mendapatkan stok gas melon adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Kebijakan ini bukan hanya terkait pergantian menteri dan pejabat, tetapi juga merupakan konsekuensi atas sistem ekonomi kapitalisme yang dipilih negeri ini sebagai landasan berekonomi.
Sistem ekonomi kapitalisme mendorong perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dan mengoptimalkan produksi tanpa selalu mempertimbangkan kebutuhan serta kesejahteraan masyarakat.
Perusahaan gas LPG lebih fokus pada peningkatan harga dan keuntungan daripada memastikan ketersediaan gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan kelangkaan gas LPG, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu membayar harga tinggi.
Selain itu, kapitalisme dapat menyebabkan monopoli dan oligopoli dalam industri gas LPG, sehingga perusahaan-perusahaan besar dapat mengontrol harga dan ketersediaan gas. Dengan kata lain, para pemilik modal besar dilegalkan untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi. Hal ini dapat menyebabkan kelangkaan gas LPG dan harga yang tidak wajar.
Sistem ini juga meniscayakan adanya liberalisasi migas yang memberi jalan bagi korporasi untuk mengelola sumber daya alam berlimpah yang sejatinya milik rakyat. Oleh karena itu, meskipun negeri ini memiliki kekayaan minyak dan gas bumi yang luar biasa besar, akibat tata kelola kapitalisme, rakyat tidak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah, bahkan gratis.
Alhasil, perubahan kebijakan apa pun yang ditempuh pemerintah pada akhirnya tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap migas yang hakikatnya merupakan harta milik rakyat. Mirisnya, pada saat yang sama, kepemimpinan sekuler yang diadopsi negeri ini telah menjadikan negara lepas tanggung jawab dalam menjamin pemenuhan kebutuhan asasi rakyatnya.
Kepemimpinan ini juga telah menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus umat (ra‘in). Sebaliknya, penguasa hanya bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal, meskipun rakyat harus dikorbankan.
Pengelolaan Migas di Bawah Sistem Islam Kaffah
Islam mengharuskan negara menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat (ra‘in). Negara diharamkan membiarkan satu saja kebutuhan rakyat terlalaikan.
Rasulullah saw. bersabda:
"Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut akan menjadi motivasi bagi para penguasa Muslim untuk menjalankan amanah sesuai tuntunan syariat. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan setiap individu rakyatnya, bukan hanya untuk sebagian.
Adapun standar kesejahteraan dalam Islam adalah saat kebutuhan setiap individu sudah tercukupi, salah satunya adalah kebutuhan akan gas untuk keperluan rumah tangga. Oleh karena itu, negara wajib menjamin agar semua rakyat bisa mendapatkan LPG dengan harga murah atau bahkan gratis serta dengan cara yang mudah. Berikut langkah-langkahnya:
1. Migas sebagai Kepemilikan Umum
Islam menetapkan bahwa migas termasuk dalam kepemilikan umum atau harta milik rakyat. Sebab, demikianlah faktanya.
Rasulullah saw. bersabda:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Perserikatan di sini bermakna perserikatan dalam pemanfaatan. Artinya, semua rakyat boleh memanfaatkannya, dan pada saat yang sama, harta-harta yang termasuk dalam ketiga kategori ini tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu, seperti korporasi, sementara sebagian yang lain dihalangi atau dilarang.
Semua sumber daya alam akan dikelola oleh negara, dan hasilnya akan disimpan dalam baitulmal negara, lalu disalurkan untuk kepentingan rakyat. Dengan aturan ini, negara secara tegas akan menutup pintu bagi mafia.
2. Distribusi yang Adil dan Mudah
Dalam masalah distribusi, negara wajib menjamin sistem distribusi LPG bisa sampai ke masyarakat dengan aman, jelas, mudah, singkat, dan gratis. Negara juga boleh menjualnya dengan harga sangat murah atau sesuai dengan harga pasar.
Penerapan Islam secara kaffah akan mendorong setiap individu menjalankan kewajibannya sehingga tidak ada yang berani berbuat curang. Mereka paham betul bahwa segala perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Jika masih ada pihak yang nekat berbuat curang, negara Islam dipastikan memiliki sistem sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera, sehingga para mafia menjadi takut dan bertobat.
3. Harga yang Sama untuk Semua Wilayah
Negara tidak akan membedakan harga, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Semua masyarakat akan mendapatkan LPG dengan harga yang sama. Tidak ada pihak yang ingin mendapatkan manfaat lebih karena mereka yakin bahwa kebutuhan pokoknya pasti sudah terpenuhi.
Oleh sebab itu, hanya sistem ekonomi Islam yang mampu menyelesaikan masalah kelangkaan LPG dengan sempurna. Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah akan mampu menjaga dan mengatur semua kebutuhan masyarakat. Setiap kebijakan penguasa akan dilaksanakan dengan patuh oleh masyarakat atas dorongan takwa, bukan materi.
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis