Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penembakan PMI di Malaysia Bukti Negara Lemah

Senin, 10 Februari 2025 | 06:03 WIB Last Updated 2025-02-09T23:03:33Z

Tintasiyasi.id.com -- Pemerintah Indonesia didorong menuntaskan kasus dugaan penembakan lima pekerja migran asal Indonesia (PMI) di Malaysia oleh aparat hukum negara itu. LSM Migrant Care mencatat ada puluhan kasus kematian pekerja migran Indonesia di tangan aparat Malaysia yang belum terungkap.

LSM Migrant Care mencatat setidaknya 75 pekerja migran Indonesia (PMI) telah meninggal selama 20 tahun terakhir, karena diduga extrajudicial killing atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan di Malaysia.

Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo menilai kasus serupa berulang dan menguap tanpa kejelasan. Wahyu menuntut agar pemerintah Indonesia harus serius menuntaskan kasus penembakan lima warga negara Indonesia (bbc.com, 29-2-2025).

Banyaknya kasus seperti ini dan terjadi berulang menunjukkan bahwa pemerintah belum serius menangani kasus-kasus tersebut. Masalah perlindungan PMI adalah masalah perlindungan multidimensi yang tidak akan bisa diselesaikan dengan satu Kementerian baru.

Jika bicara perlidungan pekerja migran, menurut 
Pengamat politik Ustazah Fatma Sunardi, dilansir dari tintasiyasi.id (9-2-2025) pada faktanya merupakan masalah tersebut tidak mudah karena melibatkan masalah tata kelola, pengangguran, sindikat perdagangan orang, penegakan hukum, dan liberalisasi ketenagakerjaan.

Menurutnya, masalah perlindungan pekerja migran tidak hanya melibatkan lembaga negara, tapi juga kebijakan negara lain dan sindikat kejahatan internasional. Seperti perdagangan orang yang sering memperdaya para pekerja migran non-prosedural.

Ia menilai, masalah perlindungan pekerja migran akan lebih mudah seandainya pemerintah memperketat warga negara menjadi pekerja migran. Tetapi hal tersebut menjadi sulit karena tingkat pengangguran tinggi, tidak bisa diselesaikan pemeritah. 

Sebaliknya, pemerintah terus mendorong untuk menjadi pekerja migran. Tata kelola yang rumit secara admintrasi membuka peluang calo dalam rekrutmen bahkan penempatan.

Oleh karena itu, lanjutnya selama masalah-masalah tersebut belum dibenahi, maka masyarakat masih akan menjadikan PMI sebagai pilihan. Hal tersebut menurutnya, bisa menjadi bukti bahwa negara lemah.

Sebenarnya solusi praktisnya yang bisa diperbaiki adalah dengan memperkecil jumlah pekerja migran dengan regulasi yang ketat dan meningkatkan peluang lapangan kerja di dalam negeri.

Karena selama ini, sempitnya lapangan kerja di dalam negeri membuat sejumlah orang nekat memilih untuk menjadi PMI. Harapannya, dengan bekerja di luar negeri, mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarganya bahkan bisa lebih karena telah mendapatkan gaji yang tinggi. Kondisi tersebut paradoks dengan pemerintah yang justru masih memberi celah bagi masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke dalam negeri. 

Oleh karena itu, masalah pengangguran tidak bisa lepas dari kebijakan yang dirumuskan pemerintah terkait pembukaan lapangan kerja bagi rakyatnya. Sayangnya, pemerintah tidak mampu menyusun langkah yang demikian karena arah pembangunan yang kapitalistik atau mengejar pertumbuhan.

Tidak jarang hadir agen-agen penyalur pekerja ke luar negeri yang ilegal demi memanfaatkan kondisi ini disertai dengan janji manis yang seringkali berbuah pahit bagi pekerja. Lantaran iming-iming untuk memperoleh pekerjaan dan gaji yang layak hanyalah zonk. Begitu tiba di luar negeri banyak di antara mereka yang ternyata menjalani profesi yang justru menyengsarakan bahkan berujung penembakan.

Mirisnya, di saat mereka berusaha mencari bantuan untuk lepas dari agen-agen ilegal tersebut, akses ke pemerintah pun sulit lantaran kendala dokumen dan administrasi yang tidak sesuai. Kisah sedih para pekerja ini masih terus terjadi hingga saat ini bahkan angkanya semakin meningkat dari tahun ke tahun. 

Selain itu, kesalahan mendasar dari sulitnya memberi perlindungan pada pekerja migran adalah paradigma negara yang keliru, yakni melihat warga negara sebagai tenaga kerja. Paradigma seperti ini muncul karena sistem kapitalisme membuat negara hanya berperan sebagai regulator kebijakan yang berorientasi pada kekayaan materi semata.

Tanggung Jawab Khilafah Menjamin Perlindungan dan Jaminan Pekerjaan

Dalam sistem Daulah Khilafah, negara wajib menjamin perlindungan dan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. 

Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.“ (HR Bukhari dan Muslim)

Khalifah akan berupaya maksimal menyediakan lapangan pekerjaan kepada para ayah agar mereka mampu menunaikan kewajiban mencari nafkah untuk keluarganya dan menjamin setiap kepala keluarga untuk mendapatkannya. 

Islam memberikan paradigma bahwa warga negara adalah objek diterapkannya politik ekonomi Islam. Jadi, rakyat adalah pihak yang wajib diurus oleh negara. Oleh karena itu, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan dan papan orang perorang. Setiap warga negara khilafah berhak mendapatkan pelayanan dari negara termasuk kebutuhan lapangan kerja melalui kebijakan politik ekonomi negara. 

Selain itu, khilafah juga akan meningkatkan skill (keahlian) serta knowledge (wawasan) rakyatnya. Di mulai dengan penerapan sistem pendidikan Islam disemua jenjang sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi dengan biaya gratis. Sehingga, tidak ada lagi alasan kurangnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri yang tidak hanya mumpuni dibidang agama, tapi juga dibidang sains dan teknologi.

Rakyat tidak hanya mengandalkan pemasukan hanya dari gajinya bekerja. Karena sebelumnya negara sudah menjamin kebutuhan asasi (dasar) rakyatnya secara gratis melalui pengelolaan harta milik umum oleh negara yang kemudian hasilnya akan dinikmati oleh pemilik sejatinya, yaitu rakyat. 

Demikianlah, bentuk tanggung jawab negara terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat, bukan hanya sekadar fasilitator dan regulator semata. Alhasil, benang kusut penderitaan para PMI dapat akhiri atau bahkan dapat dicegah.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update