"Sekarang kalau itu (NKRI)
disebut ijtihad, orang-orangnya harus memenuhi kualifikasi mujtahid. Apakah
bung karno memenuhi kualifikasi sebagai mujtahid? Tidak," ucapnya di kanal
YouTube ALMIQYAS dalam judul Indonesia Berkah dengan Islam Kaffah
pada Minggu (16/2/2025).
Meski demikian, ia menilai
apabila Bung Karno adalah orang yang hebat, karena banyak menguasai berbagai
bahasa. “Hanya saja disayangkan founding father Indonesia ini tidak bisa
bahasa Arab,” sebutnya.
"Sayangnya ada satu bahasa
sangat penting, bahasa Arab itu gak bisa. Baca bukunya Soekarno enggak ada
rujukan langsung bahasa Arab. Enggak bisa dia baca kitab, ini kelemahan Bung Karno,"
ungkapnya.
Adapun selain Bung Karno, Dosen
STEI Hamfara itu menjelaskan tidak ada yang memenuhi kualifikasi sebagai
mujtahid, sebut saja Bung Hatta dan Syahrir. Meski waktu itu ada Hasyim
Asy'ari, namun kakek presiden keempat RI tersebut hanya sendirian.
"Tapi kan enggak ada kalimat
Hasyim Asy'ari berijtihad menghasilkan sistem republic. Saya punya kitabnya
Hasyim Asy'ari tebal. Enggak ada bahwa, ‘Saya berijtihad menghasilkan sistem republik.’
Enggak ada,” sanggahnya.
Kiai Shiddiq menegaskan, “Jadi
ini omongan ngawur saja untuk melegitimasi sistem dari Barat. Seakan-akan itu
bisa diterima oleh umat Islam, disebut dengan kata ijtihad, padahal itu hasil revolusi
Prancis, republik itu," jelasnya.
"Bagaimana mungkin konsep
Eropa dilegitimasi dengan ijtihad, enggak bisa. ijtihad itu proses menyimpulkan
hukum syariat, bukan proses untuk melegitimasi Barat supaya bisa diterapkan
masyarakat Islam," lanjutnya.
Alhasil, Kiai Shiddiq menambahkan
argumen lain terkait khilafah tidak ada dalam Al-Quran dan hadis sebenarnya
menggunakan standar ganda. "Dia tidak fair, buktinya apa kalau dia
menolak khilafah dengan alasan tidak ada dalam Al-Qur'an dan As-Sunah. Mestinya
harus kita pertanyakan untuk republik bahasa arabnya jumhuriah? Apakah
istilah jumhuriah ada di dalam Al-Quran dan hadis? Jawabannya
tidak," sanggahnya lagi.
"Kenapa kamu pakai? Kan, enggak
ada dalam Al-Qur’an dan hadis. Nanti dia akan mengatakan ‘Oh itu lain.’ Loh
lain, berarti standar ganda dia. Standar itu untuk kamu umat Islam, standar
untuk aku beda. Kalau standar untuk aku tidak harus ada dalam Qur’an dan hadis.
Nah, kok enak aja membuat standar ganda seperti itu," pungkasnya.[] Taufan