Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

LPG Langka, Apa Kabar Peran Negara?

Senin, 10 Februari 2025 | 08:26 WIB Last Updated 2025-02-10T01:26:44Z
TintaSiyasi.id -- Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, dalam keterangan tertulisnya pada Kompas, Minggu (2/1/2025), mengimbau warga untuk membeli gas LPG tiga kilogram langsung di pangkalan resmi Pertamina. Selain lebih murah karena sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, masyarakat juga akan mendapatkan gas yang dibeli sesuai dengan volumenya.

Sebelumnya, Yuliot Tanjung, selaku Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan bahwa pengecer yang ingin melakukan penjualan elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi dari Pertamina. Ia juga menerangkan bahwa pengecer yang berminat untuk beralih menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).

Hal ini berbuntut pada kelangkaan gas elpiji di berbagai daerah akibat banyak pengecer kehabisan stok dan diharuskan terdaftar sebagai agen resmi. Akibatnya, banyak warga yang terpaksa membawa tabung gas kosong setelah berkeliling mencari (Kompas.com, 2/2/2025).

Akar Masalah

Lagi-lagi, kelangkaan LPG tiga kilogram atau yang biasa disebut gas melon kembali dikeluhkan masyarakat di berbagai daerah. Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer mendaftar sebagai pangkalan resmi telah menyulitkan banyak pedagang kecil, terutama dalam hal operasional dan administrasi.

Selain persyaratan yang dibuat ketat, pengecer setidaknya perlu merogoh saku sebesar Rp100 juta sebagai investasi awal. Selanjutnya, tidak menutup kemungkinan adanya penarikan pajak akibat keikutsertaan sebagai agen resmi. Tentunya, hal ini sulit dijangkau, terutama bagi para pengecer yang berpendapatan kecil.

Kebijakan ini juga membuka peluang bagi dominasi pemilik modal besar dalam bisnis LPG dan dapat mematikan pengecer bermodal kecil yang selama ini bergantung pada sistem distribusi yang lebih fleksibel. Alhasil, masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan LPG dengan harga wajar dan distribusi yang merata.

Migas yang seharusnya dapat dinikmati oleh semua orang justru berakhir pada privatisasi oleh segelintir pihak saja.

Masalah ini tak lain berakar dari sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan sumber daya alam cenderung dikuasai oleh segelintir pemodal besar, sementara rakyat kecil kesulitan berpartisipasi secara adil dalam distribusi dan perdagangan.

Kapitalisme memungkinkan liberalisasi sektor migas, memberi jalan bagi korporasi untuk menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk LPG yang seharusnya menjadi hak rakyat. Pada kenyataannya, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator yang memberikan keleluasaan bagi korporasi dalam menguasai sumber daya alam, sementara kesejahteraan rakyat dinomorduakan.

Solusi Integral Islam

Islam menawarkan solusi fundamental terhadap persoalan ini. Dalam Islam, sumber daya alam seperti migas termasuk dalam kategori kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara demi kemaslahatan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis ini menegaskan bahwa bahan bakar seperti migas bukanlah komoditas yang bisa dikuasai oleh individu atau korporasi, melainkan harus dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat.

Sebagai ra‘in (pengurus urusan rakyat), negara dalam sistem Islam wajib memastikan bahwa LPG sebagai bagian dari sumber daya alam dapat diakses oleh seluruh rakyat tanpa hambatan distribusi yang diciptakan oleh kepentingan korporasi. Maka, dalam hal ini, negara akan mengambil alih pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya, termasuk migas. Negara bertanggung jawab atas eksplorasi, produksi, dan distribusi migas tanpa menyerahkannya kepada pihak swasta atau asing. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa LPG tersedia dan terjangkau oleh seluruh rakyat tanpa adanya intervensi pasar kapitalis.

Negara juga akan memastikan distribusi yang merata dan berbasis kepentingan rakyat. Negara akan mengatur sistem distribusi LPG secara langsung tanpa mempersulit akses bagi masyarakat kecil. Dengan kebijakan yang adil, pedagang kecil tetap bisa berpartisipasi dalam distribusi tanpa harus tunduk pada regulasi yang justru menguntungkan pemodal besar.

Selain itu, negara melalui kebijakannya akan menetapkan harga LPG yang stabil dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Dalam Islam, negara tidak boleh menjadikan komoditas publik sebagai ladang bisnis.

Kendati demikian, melalui dukungan pembiayaan teknologi yang berasal dari negara, pemerintah juga akan berusaha mengembangkan energi alternatif selain LPG. Islam mendorong negara untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan sumber energi alternatif yang lebih murah dan mudah diakses oleh rakyat, sehingga ketergantungan pada LPG dapat dikurangi.

Dengan menerapkan sistem Islam, negara tidak hanya berperan sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pengelola penuh sumber daya alam untuk kepentingan rakyat. Ini akan menghindarkan masyarakat dari kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok akibat ulah sistem kapitalisme yang mengutamakan kepentingan segelintir orang. Oleh karena itu, sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi hakiki terhadap segala permasalahan, termasuk dalam kasus ini, adalah dengan kembali kepada sistem Islam yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.

Wallahu a‘lam bish-shawab.


Oleh: Darisa Mahdiyah
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update