TintaSiyasi.id-- Jika engkau menginginkan kemuliaan yang tak bisa sirna, maka jangan banggakan kemuliaan yang bisa sirna. Nasehat Ibnu Athaillah.
Nasihat Ibnu Athaillah ini mengandung hikmah mendalam tentang hakikat kemuliaan sejati. Beliau mengingatkan bahwa kemuliaan duniawi—seperti harta, kedudukan, ketenaran, dan pujian manusia—bersifat fana dan bisa lenyap kapan saja. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh bergantung atau membanggakan hal-hal tersebut.
Sebaliknya, kemuliaan yang hakiki adalah yang bersumber dari kedekatan dengan Allah, amal saleh, keikhlasan, dan ketakwaan. Kemuliaan ini tidak akan sirna, bahkan akan kekal membawa manfaat di dunia dan akhirat.
Pesan ini mengajak kita untuk fokus pada nilai-nilai yang abadi, seperti kejujuran, kasih sayang, keikhlasan, dan ibadah kepada Allah, daripada mengejar kemuliaan yang semu dan sementara.
Kemuliaan tertinggi adalah kepunyaan Allah, yang cahaya-Nya tak pernah pudar.
Benar sekali. Kemuliaan tertinggi hanyalah milik Allah, karena Dia adalah Al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa) dan Al-Karim (Yang Maha Mulia). Cahaya-Nya tak pernah pudar, karena Dia adalah An-Nur (Cahaya langit dan bumi), dan segala kemuliaan yang ada di dunia hanyalah pantulan dari kemuliaan-Nya.
Manusia sering terjebak dalam ilusi kemuliaan duniawi—harta, kedudukan, ketenaran—yang pada hakikatnya fana dan bisa hilang kapan saja. Sedangkan kemuliaan sejati adalah yang bersumber dari hubungan dengan Allah, ketakwaan, dan keikhlasan dalam beramal.
Allah berfirman dalam Surah Al-Munafiqun ayat 8:
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا ٱلۡأَذَلَّۚ وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَٰكِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
" Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui." (QS. Al-Munafiqun ayat 8)
Sobat. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa 'Abdullah bin Ubay dan pengikut-pengikutnya merencanakan apabila kembali ke Medinah dari peperangan Bani Musthaliq, mereka akan mengusir orang-orang mukmin dari Medinah. Mereka merasa dan menganggap bahwa merekalah yang kuat, perkasa, dan mulia, sedangkan orang-orang mukmin itu lemah dan hina. Mereka tidak menyadari bahwa kekuatan, keperkasaan, dan kemuliaan berada di tangan Allah dan rasul-Nya, serta orang-orang mukmin yang telah dimuliakan-Nya.
Diriwayatkan bahwa 'Abdullah putra 'Abdullah bin Ubay adalah orang yang benar-benar beriman. Ia pernah mencabut pedang mengancam ayahnya, 'Abdullah bin Ubay, ketika mereka sudah dekat di Medinah dan berkata, "Demi Allah, saya tidak akan memasukkan pedangku ini ke dalam sarungnya, sehingga engkau mengucapkan, 'Bahwa Muhammad itulah yang mulia dan sayalah yang hina." 'Abdullah putra 'Abdullah bin Ubay tetap pada sikapnya, sehingga ayahnya mengucapkan pengakuan tersebut yaitu Muhammadlah yang mulia dan dia yang hina.
Orang-orang munafik tidak mengetahui bahwa sesungguhnya kemuliaan itu ada pada Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Kemenangan terakhir ada pada orang-orang yang bertakwa dan Allah akan memberi pertolongan kepada orang-orang yang menegakkan agama-Nya, sebagaimana diterangkan dalam ayat lain:
Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa. (al-Mujadalah/58: 21)
Maka, jika kita menginginkan kemuliaan sejati, hendaknya kita mendekat kepada Allah, meneladani Rasul-Nya, dan memperbaiki keimanan serta amal kita. Sebab, hanya dengan cahaya-Nya, kita akan mendapatkan kemuliaan yang abadi.
Bagaimana Meraih Kemulian sejati dan abadi menurut Ibnu Athaillah.
Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam banyak memberikan petunjuk tentang bagaimana meraih kemuliaan sejati dan abadi. Menurut beliau, kemuliaan yang hakiki bukanlah kemuliaan duniawi yang bisa sirna, tetapi kemuliaan yang berasal dari hubungan dengan Allah. Berikut adalah beberapa prinsip utama menurut hikmah-hikmah Ibnu Athaillah:
1. Tidak Bergantung pada Kemuliaan Duniawi
Ibnu Athaillah menasihati:
"Jika engkau menginginkan kemuliaan yang tak bisa sirna, maka jangan banggakan kemuliaan yang bisa sirna."
Ini mengajarkan bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada harta, jabatan, atau pujian manusia, karena semua itu bersifat sementara. Kemuliaan yang abadi adalah kemuliaan yang didasarkan pada hubungan dengan Allah.
2. Ikhlas dalam Beramal
Salah satu kunci meraih kemuliaan sejati adalah keikhlasan. Dalam Al-Hikam, Ibnu Athaillah berkata:
"Amal yang diterima adalah amal yang dikeluarkan dari sumber keikhlasan dan dipersembahkan hanya kepada Allah."
Artinya, amal yang dilakukan karena mencari ridha Allah-lah yang akan membawa kemuliaan sejati, bukan amal yang dilakukan demi pengakuan atau pujian manusia.
3. Merendahkan Diri di Hadapan Allah
Ibnu Athaillah juga menekankan bahwa kemuliaan sejati didapat dengan kerendahan hati. Ia berkata:
"Seseorang tidak akan sampai kepada Allah selama masih memandang dirinya memiliki kedudukan."
Semakin seseorang rendah hati dan merasa bahwa semua kemuliaan berasal dari Allah, semakin Allah akan mengangkat derajatnya.
4. Bergantung Hanya kepada Allah (Tawakkal)
Dalam salah satu hikmahnya, Ibnu Athaillah berkata:
"Janganlah keinginanmu untuk sesuatu yang belum diberikan kepadamu menghilangkan kebersyukuranmu terhadap apa yang telah diberikan kepadamu."
Ini mengajarkan bahwa kemuliaan sejati diperoleh dengan bergantung sepenuhnya kepada Allah, bersyukur atas nikmat-Nya, dan tidak bergantung pada makhluk atau dunia.
5. Meningkatkan Ketaatan dan Hubungan dengan Allah
Ibnu Athaillah juga berkata:
"Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, maka lihatlah di mana Allah menempatkanmu saat ini."
Maksudnya, seseorang bisa melihat tanda-tanda kemuliaan sejati dalam kehidupannya dari sejauh mana ia dekat dengan Allah.
Kesimpulan
Menurut Ibnu Athaillah, kemuliaan sejati dan abadi hanya bisa diraih dengan:
Tidak menggantungkan diri pada. kemuliaan duniawi yang fana.
Ikhlas dalam beramal.
Merendahkan diri di hadapan Allah.
Bertawakkal hanya kepada Allah.
Meningkatkan ketaatan dan keimanan.
Hanya dengan cara inilah seseorang bisa memperoleh kemuliaan yang tidak akan sirna, yaitu kemuliaan di sisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Semakin seseorang mendekat kepada Allah, semakin Allah akan memuliakannya dengan cahaya-Nya yang tak pernah pudar.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)