Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kampus Kelola Tambang, Tepatkah?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:28 WIB Last Updated 2025-02-01T10:42:55Z
TintaSiyasi.id -- Belum lama ini, mencuat berita dari dunia pendidikan. Kali ini datang dari dunia kampus. Ada wacana bahwa kampus akan diberikan wewenang dalam mengelola tambang. Berikut ini adalah ringkasan fakta yang dihimpun.

Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Rencana ini tertuang dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).

Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Ketua Umum APTISI, Budi Djatmiko, menyebut bahwa usul agar universitas diberikan hak untuk mengelola tambang datang dari lembaganya.

Pro dan kontra pun mewarnai usulan tersebut. Pihak yang tidak setuju, di antaranya, datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Alasannya, izin pengelolaan tambang berpotensi memberangus pikiran kritis perguruan tinggi dan menjadikan mahasiswa sebagai objek bisnis. Hal ini tentu di luar koridor tujuan pendidikan tinggi.

Sementara itu, pihak yang pro berasal dari Forum Rektor Indonesia, yang menilai bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama bagi perguruan tinggi swasta besar yang memiliki yayasan dengan unit usaha. Pendapatan tambahan ini diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) atau biaya operasional lainnya (nasional.kompas.com, 25/01/2025).

Usulan terkait kebijakan kampus mengelola tambang patut dipertanyakan. Selama ini, tentu kita tahu bahwa kampus merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya berperan dalam mencetak generasi sebagai estafet kepemimpinan bangsa. Jika kampus benar-benar diberikan wewenang mengelola tambang, apakah artinya pendidikan di Indonesia sudah salah arah? Tepatkah kebijakan mengelola tambang diberikan kepada kampus?

Mengapa Muncul Kebijakan Kampus Mengelola Tambang?

Pada dasarnya, sudah ada lembaga khusus dalam suatu negara untuk menjalankan peran pengelolaan tambang, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID), yang beranggotakan beberapa perusahaan tambang. Namun, jika izin mengelola tambang juga diberikan kepada kampus, maka wacana ini berpotensi menimbulkan permasalahan lain.

Misalnya, seperti yang diutarakan pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah. Ia menilai bahwa wacana memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi rawan menimbulkan konflik. Sebab, ada beragam jenis perguruan tinggi di Indonesia dengan bermacam-macam akreditasi. Hal ini dapat memicu potensi konflik jika ada perguruan tinggi yang menerima konsesi tambang, sementara yang lain tidak. Keadaan ini akan menimbulkan kesenjangan. Belum lagi jika tidak semua perguruan tinggi setuju. Di sisi lain, kebijakan ini dapat menimbulkan tantangan, terutama dalam hal tata kelola dan pengawasan (nasional.kompas.com, 23/01/2025).

Sementara itu, pengamat pendidikan Doni Kusuma menilai bahwa pemberian kewenangan untuk mengelola tambang kepada kampus merupakan kebijakan yang tidak tepat. Pasalnya, tugas utama kampus adalah di bidang pendidikan dan mendidik mahasiswa dengan baik, bukan untuk bisnis. Masih menurut Doni, mengelola tambang bukan perkara mudah dan biasanya dilakukan oleh profesional agar tidak merusak lingkungan (kompas.com, 22/01/2025).

Berdasarkan fungsi tersebut, sudah jelas bahwa lembaga pendidikan tinggi seperti kampus sama sekali tidak ada kaitannya dengan tugas pengelolaan tambang. Sebab, fokus dari keberadaan kampus adalah untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta menjadi wadah pengembangan diri mahasiswa.

Kampus: Lembaga Pendidikan atau Unit Bisnis?

Wacana kampus mengelola tambang bisa jadi bertujuan agar kampus lebih mandiri dalam hal pendanaan sehingga tidak bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, kebijakan ini mungkin muncul karena adanya otonomi kampus yang membuat perguruan tinggi mencari pendapatan mandiri.

Namun, usulan seperti ini dapat membuat kampus menyimpang dari tujuannya. Dari yang semula berorientasi pada pendidikan, bergeser ke bisnis.

Bergesernya tujuan pendidikan tinggi terjadi akibat industrialisasi pendidikan. Saat ini, ada perguruan tinggi negeri yang telah berbadan hukum dan diberikan otonomi oleh pemerintah untuk mengelola berbagai aspek kampus secara mandiri, termasuk finansial. Akibatnya, kampus dipandang sebagai industri yang bisa menghasilkan keuntungan sendiri. Pendidikan pun dianggap sebagai ladang bisnis yang dapat diuangkan dengan berbagai cara.

Dampak utama dari industrialisasi perguruan tinggi adalah komersialisasi pendidikan. Sekarang, perguruan tinggi sering memandang mahasiswa sebagai konsumen yang membayar untuk layanan pendidikan. Akibatnya, pendidikan menjadi semacam komoditas yang dijual kepada penawar tertinggi.

Hal ini mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan, yang membuat akses ke perguruan tinggi semakin sulit bagi banyak keluarga, terutama mereka yang tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak.

Inilah akibat dari kapitalisasi pendidikan. Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak lagi ditanggung oleh negara, tetapi dibebankan kepada orang tua atau individu, sehingga menjadi beban yang berat. Kampus pun sibuk mencari usaha lain demi kemandirian finansial agar tetap bisa beroperasi.

Dari semuanya, hal yang paling utama adalah ini menunjukkan matinya peran negara sebagai raa'in (pengurus umat) dan junnah (perisai umat) yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan publik, termasuk akses ke perguruan tinggi. Negara berlepas tangan dalam memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik di sektor pendidikan. Sebaliknya, kampus digiring untuk mencari sumber pendanaan sendiri melalui pengelolaan tambang.

Inilah karakter negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Kebijakan yang lahir tak jauh dari asas manfaat dan materi. Para pemangku jabatan akan selalu mementingkan keuntungan duniawi semata.

Peran Pendidikan Tinggi dalam Islam

Telah jelas bahwa kapitalisme akan membuat pendidikan salah arah dengan berorientasi mengejar materi. Dengan demikian, sistem kapitalisme tidak boleh diadopsi sebagai sistem kehidupan karena menimbulkan ketidakadilan di segala aspek, termasuk pendidikan.

Bagaimana Islam memandang peran kampus?

Pendidikan tinggi, yakni kampus, adalah lembaga pendidikan yang berfokus membentuk kepribadian Islam dan mencetak generasi unggul dengan karya terbaik. Generasi inilah yang akan memberikan kontribusi kepada umat sebagai problem solver kehidupan.

Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi prioritas utama negara. Negara juga wajib memastikan bahwa setiap individu dapat mengakses pendidikan tinggi dengan mudah dan berkualitas.

Islam menetapkan bahwa pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk hasil pengelolaan pertambangan. Maka jelas bahwa yang wajib mengelola tambang adalah negara, bukan individu atau swasta. Kampus harus tetap fokus mencetak generasi cemerlang, bukan mengelola bisnis. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update