“Ayat-ayat ini menegaskan bahwa
jihad merupakan kewajiban bagi umat Islam, namun dengan syarat-syarat tertentu
yang ditetapkan oleh Allah,” tuturnya.
Setelah membaca ayat 190, ia
menegaskan, "Jihad itu adalah kewajiban mutlak kepada umat Islam yang mana
Allah perintahkan. Jihad dalam Islam adalah jihad di jalan Allah." ujarnya
dalam siaran langsung di Facebook Muslimah HTM bertajuk Jihad Yang
Diredhai Allah, Sabtu lalu (08/02/2025).
Ia pun mengutip sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy‘ari, di mana Nabi Muhammad saw. menjelaskan
bahwa jihad yang hakiki adalah jihad yang dilakukan semata-mata untuk
meninggikan kalimat Allah.
"Barangsiapa yang berperang
agar kalimat Allah berada di tempat yang tinggi, maka ia telah berperang di
jalan Allah," kutipnya.
Menurutnya lagi, hadis itu
menjelaskan bahwa niat dalam berjihad sangatlah penting. "Seseorang yang
berperang untuk kepentingan peribadi, seperti mencari harta rampasan atau ingin
dikenali sebagai pemberani, tidak dikategorikan sebagai jihad yang sebenar,"
jelasnya.
Ummu Huda kemudian membahagikan
jihad kepada dua jenis utama. “Pertama, jihad defensif yang terjadi
ketika umat Islam diserang dan mereka wajib membela diri. Berdasarkan ayat 190,
konsep ini ditekankan tanpa melampaui batas,” ujarnya.
"Jihad defensif ini hukumnya
fardu ain. Jika seseorang diserang, dia wajib melawan dan tidak boleh menyerah,"
katanya.
Ia turut mengutip dalil lain yang
mendukung konsep itu, termasuk surah al-Hajj ayat 39, "Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya.”
Menurutnya, dalam sejarah Islam,
jihad defensif dapat dilihat dalam peperangan seperti Perang Badar dan Uhud, di
mana umat Islam berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
Kedua, jiihad ofensif
yaitu perang yang digagas umat Islam untuk menyebarkan dakwah dan menghilangkan
fitnah kemusyrikan.
Menjelaskan kategori tersebut, ia
mengutip surah Al-Baqarah ayat 193, "Dan perangilah mereka sehingga
tidak ada lagi fitnah, dan (sehingga) menjadilah agama itu semata-mata kerana
Allah. Kemudian jika mereka berhenti maka tidaklah ada permusuhan lagi
melainkan terhadap orang-orang yang zalim."
Akan tetapi menurutnya, jihad
ofensif itu hanya dapat dilakukan apabila ada kekuatan Islam yang
terorganisasi, seperti pada masa Rasulullah saw. dan para khulafaurasyidin.
"Jihad ofensif ini adalah
jihad yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabatnya setelah mereka berhasil
mendirikan Daulah Islam di Madinah. Mereka tidak berhenti berjihad untuk
menyebarkan Islam dan menyingkirkan halangan-halangan dakwah." jelasnya.
Ia pun menegaskan kembali bahwa
Islam memberikan batasan-batasan pada jihad, sebagaimana disebutkan dalam ayat
190, "Dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak suka
kepada orang-orang yang melampaui batas."
Menurutnya, Rasulullah saw. telah
memberikan pedoman yang ketat kepada para sahabat dalam berperang. Ia mengutip hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, di mana Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah
kalian berkhianat, janganlah kalian memutilasi mayat, janganlah kalian membunuh
anak-anak, wanita, orang tua, dan janganlah kalian merusak rumah-rumah ibadah."
"Hadis ini menegaskan bahwa
jihad dalam Islam tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus
mengikuti prinsip-prinsip keadilan," komentarnya.
Ia juga membandingkan prinsip
Islam ini dengan realitas peperangan modern, khususnya yang terjadi di Gaza, di
mana mayoritas korbannya adalah wanita dan anak-anak.
"Kini perang di Gaza bukan
lagi perang, melainkan pembunuhan dan pembantaian. Hampir 70 persen korban yang
tewas adalah perempuan dan anak-anak," ujarnya dengan nada kecewa.
Menutup sesi tadabur, Ummu Huda
menegaskan bahwa hanya sistem khilafah yang dapat membela umat Islam dari
penindasan dan itulah solusi bagi permasalahan umat saat ini.
"Hanya dengan menegakkan
sistem kekhilafahan, umat Islam dapat bersatu dan membela diri dengan cara yang
benar." tutupnya.[] Aliya Ab Aziz