Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inspirasi Ilahiah Datang Tiba-Tiba

Selasa, 04 Februari 2025 | 12:56 WIB Last Updated 2025-02-04T05:57:37Z
TintaSiyasi.id -- "Seringkali inspirasi Ilahiah datang tiba-tiba agar para hamba tidak mengeklaim bahwa itu muncul karena adanya persiapan mereka," Kata Ibnu Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam.
Pernyataan Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam ini memiliki makna yang mendalam tentang bagaimana manusia memahami karunia inspirasi ilahiah (al-waridât) dan hubungan hamba dengan Allah. Berikut penjelasan dari hikmah ini:

1. Inspirasi Ilahiah Datang Tiba-tiba
• Al-waridât, atau inspirasi ilahiah, adalah pancaran cahaya yang Allah masukkan ke dalam hati hamba-Nya. Ini bisa berupa pencerahan, kesadaran atau dorongan untuk melakukan kebaikan. Inspirasi ini datang secara mendadak dan tidak bisa direncanakan atau diciptakan oleh manusia.
• Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bagaimana petunjuk-Nya diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, seperti dalam QS 24:35:
"Allah (Pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah misykat yang di dalamnya ada pelita..."
Ini menggambarkan bahwa cahaya ilahiah adalah murni kehendak Allah.

2. Agar Hamba Tidak Mengeklaim Persiapan Mereka
• Ibnu Athaillah mengingatkan bahwa inspirasi ilahiah adalah murni karunia Allah, bukan hasil dari usaha, kecerdasan atau persiapan manusia. Hal ini menumbuhkan rasa tawadhu' (rendah hati) pada hamba, karena tidak ada yang dapat mengeklaim bahwa mereka "berhak" mendapatkannya.
• Hikmah ini mencegah kesombongan rohani. Seorang hamba mungkin telah berusaha keras dalam ibadah, tetapi itu tidak otomatis membuatnya "berhak" atas pencerahan ilahiah. Karunia ini diberikan atas kasih sayang Allah, bukan karena amal hamba.

3. Keseimbangan Antara Usaha dan Pasrah
• Walaupun inspirasi datang tanpa diduga, ini bukan berarti seorang hamba tidak perlu berusaha. Usaha adalah bentuk adab kita kepada Allah. Namun, hamba tetap harus sadar bahwa segala sesuatu yang diperoleh, baik itu inspirasi atau keberhasilan, adalah murni pemberian Allah.
• Dalam Al-Hikam juga disebutkan:
"Janganlah amalmu menjadi sebab kau berharap sesuatu dari Allah, tetapi jadikan amalmu sebagai bukti dari pengabdianmu kepada-Nya."
Dengan kata lain, amal adalah bentuk pelayanan, bukan alat untuk "menuntut" balasan.

4. Pelajaran dari Inspirasi Ilahiah
• Inspirasi yang tiba-tiba sering kali mengajarkan hamba bahwa Allah selalu dekat dan mengetahui kebutuhan mereka, bahkan sebelum mereka menyadarinya.
• Ini juga mengingatkan kita bahwa Allah Maha Berkuasa atas hati manusia. Dia membolak-balikkan hati sesuai kehendak-Nya, sebagaimana dalam doa Rasulullah ﷺ:
"Wahai Allah, yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu." (HR. Tirmidzi).

Refleksi
• Jangan sombong dengan usaha: Ingat bahwa semua yang kita miliki adalah karunia Allah, bukan hasil usaha semata.
• Tetap rendah hati dalam amal: Lakukan ibadah dengan penuh cinta dan pengabdian, tanpa mengharapkan balasan tertentu.
• Terbuka pada inspirasi: Latih hati untuk ikhlas dan berserah diri, karena Allah memberikan inspirasi kepada mereka yang hati dan niatnya jernih.
Pernyataan Ibnu Athaillah ini mengajarkan kita untuk selalu bergantung pada Allah, merendahkan hati, dan menyadari bahwa segala kebaikan adalah hasil kasih sayang-Nya semata. 

Cahaya Allah di luar jangkauan deskripsi atau batasan sebab-akibat. Karunia dan kemurahan-Nya selalu ada walaupun kita mungkin tak merasakannya.

Pernyataan ini menggambarkan sifat keagungan Allah yang tidak terjangkau oleh akal manusia, serta manifestasi kasih sayang-Nya yang meliputi semua makhluk tanpa terkecuali. Berikut adalah penjelasan mendalam dari kalimat tersebut:

1. Cahaya Allah di Luar Jangkauan Deskripsi
• Cahaya Allah (Nur Allah) adalah simbol petunjuk, kehadiran, dan kebesaran-Nya yang tak terbatas. Dalam QS 24:35, Allah berfirman:
"Allah (Pemberi) cahaya kepada langit dan bumi."
Cahaya ini bukan sekadar cahaya fisik, melainkan makna yang lebih dalam: petunjuk, ilmu, dan hakikat kebenaran.
• Cahaya Allah tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata manusia. Ia melampaui segala batas deskripsi, analogi atau pemahaman sebab-akibat. Bahkan, para ulama mengatakan bahwa cahaya ini hanya dapat dirasakan melalui hati yang bersih dan terbuka kepada Allah.

2. Di Luar Batasan Sebab-Akibat
• Segala sesuatu di dunia ini sering kita kaitkan dengan sebab dan akibat. Namun, Cahaya Allah melampaui hukum kausalitas tersebut. Karunia-Nya tidak bergantung pada amal hamba atau kondisi tertentu.
• Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, sebagaimana dalam QS 28:56:
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki."
Artinya, Cahaya Allah bukan hasil dari usaha manusia, melainkan kehendak murni-Nya yang penuh hikmah.

3. Karunia dan Kemurahan-Nya Selalu Ada
• Karunia Allah mencakup nikmat duniawi (rezeki, kesehatan, dan lainnya) serta nikmat ukhrawi (iman, petunjuk, dan ampunan). Bahkan ketika kita tidak menyadarinya, karunia Allah terus mengalir kepada kita.
• Allah berfirman dalam QS 14:34:
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya."
Ini menunjukkan bahwa nikmat-Nya begitu melimpah, bahkan di luar kemampuan kita untuk merasakan atau menghitungnya.

4. Walaupun Kita Mungkin Tak Merasakannya
• Tidak merasakan karunia Allah bisa disebabkan oleh kelalaian atau ketidaksadaran hati kita. Ketika hati dipenuhi oleh kecintaan duniawi atau kesibukan terhadap hal-hal material, kita menjadi buta terhadap nikmat Allah yang sebenarnya ada di sekitar kita.
• Sebagaimana Allah mengingatkan dalam QS 7:179:
"Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami..."
Namun, karunia Allah tetap mengalir, bahkan kepada mereka yang lalai, sebagai bukti kasih sayang-Nya yang tidak bersyarat.

Refleksi dan Hikmah
1. Belajar mengenali Cahaya Allah: Ini dimulai dengan membersihkan hati dari kesombongan, kecintaan berlebihan pada dunia, dan prasangka buruk. Zikir dan doa adalah cara untuk menyelaraskan diri dengan Cahaya-Nya.
2. Mensyukuri karunia yang tak terlihat: Bahkan udara yang kita hirup, ketenangan hati, atau perlindungan dari bahaya adalah bentuk karunia yang sering luput dari perhatian.
3. Bergantung pada kemurahan-Nya: Jangan pernah merasa bahwa ibadah atau amal baik kita cukup untuk "membeli" rahmat Allah. Sebaliknya, kita hidup dengan bergantung sepenuhnya pada kemurahan-Nya.

Semoga kita selalu mampu merasakan Cahaya-Nya dan mensyukuri karunia yang tiada putusnya.

Dr. Nasrul Syarif M.Si.  
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update