TintaSiyasi.id -- Ada orang-orang yang Allah jadikan berkhidmat kepada-Nya, dan ada orang-orang yang Allah pilih untuk mencintai-Nya.
كُلّٗا نُّمِدُّ هَٰٓؤُلَآءِ وَهَٰٓؤُلَآءِ مِنۡ عَطَآءِ رَبِّكَۚ وَمَا كَانَ عَطَآءُ رَبِّكَ مَحۡظُورًا
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” ( QS. Al-Isra’ (17) : 20 ).
Sobat, kemudian Allah Swt. menegaskan bahwa kedua golongan itu akan dilimpahi kemurahan-Nya. Maksudnya, baik golongan yang mencintai kehidupan duniawi ataupun golongan yang lebih menyukai kebahagiaan akhirat akan diberi rezeki dan dibiarkan mengembangkan keturunan. Kemurahan Allah Yang Mahaluas tidak terhalang karena keingkaran seseorang kepada-Nya. Oleh sebab itu, kedua golongan itu sama-sama dapat mencicipi kelezatan hidup di dunia sesuai dengan usaha mereka masing-masing.
Akan tetapi, kedua golongan itu tidak akan merasakan kasih sayang Allah yang sama. Mereka yang mengutamakan kehidupan dunia dan melupakan kehidupan akhirat akan masuk neraka jahanam sebagai tempat yang pantas untuk mereka. Sedangkan mereka yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat dan tidak melupakan kehidupan dunia, akan masuk surga sebagai tempat yang penuh kebahagiaan dan kenikmatan yang tiada putusnya. Firman Allah:
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. (al-Qashash/28: 77).
Pernyataan ini mengandung makna mendalam tentang hubungan hamba dengan Allah. Allah memilih hamba-hamba-Nya untuk menjalani berbagai peran dalam pengabdian kepada-Nya. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
1. Orang-orang yang Allah jadikan berkhidmat kepada-Nya
Ini merujuk pada hamba-hamba yang dipilih Allah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab tertentu demi melayani agama-Nya, makhluk-Nya, dan tujuan-tujuan ilahiah lainnya. Mereka adalah orang-orang yang dikhususkan untuk menjadi pelaksana kehendak-Nya di muka bumi, seperti berdakwah, menyebarkan kebaikan, membangun peradaban, dan membantu sesama. Dalam posisi ini, mereka menjadi alat Allah untuk mendatangkan manfaat kepada dunia.
2. Orang-orang yang Allah pilih untuk mencintai-Nya
Kelompok ini lebih dekat secara spiritual kepada Allah. Mereka adalah hamba-hamba yang hati dan jiwanya dipenuhi dengan cinta kepada-Nya, sehingga seluruh amal perbuatan mereka dilandasi rasa cinta dan kerinduan kepada-Nya. Allah memberikan kedudukan istimewa kepada mereka, karena mereka bukan hanya melayani perintah-Nya, tetapi juga melakukannya dengan penuh cinta dan kerelaan, mengutamakan Allah di atas segala sesuatu.
Hubungan dengan Al-Qur'an dan Sunnah
Pernyataan ini sejalan dengan ajaran Islam bahwa Allah memberikan peran dan derajat yang berbeda-beda kepada hamba-Nya. Dalam QS 5:54, Allah berfirman:
"Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya,"
Selain itu, hadis Qudsi berbunyi:
"...dan hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia bertindak, dan kakinya yang dengannya dia berjalan..." (HR. Bukhari).
Refleksi
Kedua jenis hamba ini memiliki keutamaan masing-masing, dan kita sebagai manusia dapat berusaha menjadi salah satunya:
• Dengan berkhidmat kepada Allah melalui amal nyata, pelayanan umat, dan ibadah.
• Dengan mencintai Allah melalui penguatan iman, zikir, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan hati yang ikhlas.
Semoga kita termasuk hamba yang mendekat kepada Allah, baik dengan pelayanan maupun cinta kepada-Nya.
Orang yang bertakwa membaca pesan Allah dalam semua keadaan dan lingkungan, serta bertindak sesuai dengannya melalui upaya keras memperbaiki amal dan mengekang kesenangan diri.
Pernyataan ini menyoroti karakteristik orang yang bertakwa, yaitu mereka yang senantiasa membaca "pesan Allah" dalam setiap aspek kehidupan. Berikut penjelasan rinci terkait hal tersebut:
1. Membaca Pesan Allah dalam Semua Keadaan
Orang yang bertakwa adalah mereka yang mampu melihat tanda-tanda kebesaran Allah di segala situasi dan lingkungan. Mereka memahami bahwa setiap kejadian, baik itu kebahagiaan, ujian, atau musibah, mengandung hikmah dan pelajaran dari Allah.
Sebagaimana Allah berfirman dalam QS 3:190-191:
"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring..."
Mereka membaca tanda-tanda ini sebagai pesan untuk makin mendekatkan diri kepada Allah.
2. Bertindak dengan Upaya Memperbaiki Amal
Takwa tidak hanya bersifat pasif, tetapi juga aktif. Orang bertakwa terus berusaha memperbaiki amal mereka, menjadikan ibadah lebih berkualitas, dan meningkatkan kontribusi mereka terhadap sesama. Mereka sadar bahwa amal adalah salah satu bentuk penghambaan kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS 67:2:
"...supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..."
Memperbaiki amal juga mencakup introspeksi diri secara terus-menerus, menghindari dosa, dan memperbanyak kebaikan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
3. Mengekang Kesenangan Diri (Hawa Nafsu)
Orang bertakwa memahami bahwa kesenangan dunia sering kali menjadi ujian terbesar. Mereka berusaha mengendalikan hawa nafsu dan tidak terjebak dalam keinginan duniawi yang berlebihan.
Dalam QS 79:40-41, Allah berfirman:
"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggalnya."
Mereka mengganti kesenangan sesaat dengan kenikmatan yang lebih abadi di akhirat, dengan menjaga hati tetap bersih, memperbanyak ibadah, dan menahan diri dari perbuatan maksiat.
Refleksi dan Inspirasi
Orang bertakwa memandang setiap keadaan sebagai "pesan" untuk mengingat Allah, baik dalam nikmat maupun ujian. Mereka tidak hanya berhenti pada pemahaman, tetapi juga bertindak dengan:
1. Memperbaiki hubungan dengan Allah (ibadah dan zikir).
2. Meningkatkan hubungan dengan sesama (kebaikan dan keadilan).
3. Mengendalikan hawa nafsu sebagai jalan menuju ketenangan batin dan ridha Allah.
Semoga kita bisa meneladani sifat-sifat ini dan menjadi hamba yang bertakwa.
Jalan menuju kebenaran diretas dengan kesopanan kepada-Nya dan dirambu-rambui oleh karunia-Nya.
Pernyataan ini menggambarkan perjalanan menuju kebenaran sebagai sebuah proses spiritual yang penuh keindahan, ketaatan, dan kedekatan kepada Allah. Berikut adalah penjelasan dari makna mendalam yang terkandung di dalamnya:
1. "Jalan menuju kebenaran diretas dengan kesopanan kepada-Nya"
• Kesopanan kepada Allah (Adab kepada-Nya) adalah inti dari hubungan seorang hamba dengan Sang Pencipta. Kesopanan ini meliputi rasa takut (khauf), harapan (raja'), cinta (mahabbah), dan rasa syukur (syukr) yang tulus kepada-Nya.
• Dalam beribadah, kesopanan diwujudkan dengan keikhlasan hati, menjaga kebersihan niat, serta tunduk sepenuhnya kepada perintah dan larangan-Nya.
• Rasulullah ﷺ bersabda:
"Beribadahlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia melihatmu." (HR. Bukhari & Muslim).
Ini adalah esensi dari ihsan, yang merupakan bentuk tertinggi dari kesopanan kepada Allah.
Kesopanan kepada-Nya juga mencakup mengakui kelemahan diri sebagai hamba yang bergantung sepenuhnya kepada-Nya, tanpa kesombongan dan kelalaian.
2. "Dirambu-rambui oleh karunia-Nya"
• Karunia Allah adalah petunjuk-petunjuk yang Allah berikan untuk membimbing hamba-Nya menuju jalan yang benar. Karunia ini hadir dalam bentuk:
1. Al-Qur'an: Sebagai pedoman hidup yang memberi petunjuk jelas tentang kebenaran. Dalam QS 2:2, Allah berfirman:
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa."
2. Akal dan Hati: Allah memberikan akal untuk merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya dan hati untuk merasakan petunjuk-Nya.
3. Karunia Kehidupan dan Ujian: Setiap nikmat dan cobaan adalah rambu-rambu yang mengarahkan hamba kepada jalan kebenaran. Dalam QS 89:15-16, Allah menyebut bahwa baik nikmat maupun kesulitan adalah bentuk ujian dari-Nya.
3. Pesan Keseluruhan
• Jalan menuju kebenaran tidak hanya membutuhkan usaha keras, tetapi juga kesadaran akan kebesaran Allah dan karunia-Nya. Tanpa kesopanan kepada Allah, jalan itu bisa menjadi gelap dan penuh jebakan hawa nafsu.
• Karunia-Nya adalah lentera yang menerangi langkah-langkah kita. Kita hanya perlu membuka hati, berserah diri, dan mengikuti petunjuk-Nya dengan penuh keikhlasan.
Refleksi
• Bagaimana kita bisa berkesopanan kepada-Nya?
Dengan menjaga niat yang lurus, merendahkan hati dalam doa, bersyukur atas nikmat sekecil apa pun, dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya.
• Bagaimana kita mengenali karunia-Nya?
Dengan mensyukuri setiap nikmat, baik yang tampak maupun tersembunyi, serta menyadari bahwa segala ujian adalah bagian dari kasih sayang-Nya.
Semoga kita selalu dimudahkan dalam meniti jalan menuju kebenaran dengan kesopanan yang tulus kepada Allah dan senantiasa dibimbing oleh karunia-Nya.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual.
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo