Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Fondasi Pencerahan Batin Adalah Ikhlasnya Ketundukan, Pengabdian, dan Ketaatan Total kepada Allah Swt.

Rabu, 05 Februari 2025 | 05:44 WIB Last Updated 2025-02-04T22:44:23Z

TintaSiyasi.id-- Benar sekali. Pencerahan batin tidak bisa dicapai hanya dengan ilmu atau amal semata, tetapi harus berlandaskan ikhlasnya ketundukan, pengabdian, dan ketaatan total kepada Allah SWT. Inilah fondasi utama bagi hati yang bercahaya dan jiwa yang mencapai kemuliaan sejati.

1. Ikhlas dalam Ketundukan
Ketundukan sejati kepada Allah berarti menerima segala ketetapan-Nya dengan hati yang ridha dan penuh keyakinan. Dalam Al-Hikam, Ibnu Athaillah berkata:
"Barang siapa menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya dalam segala urusannya."
Ketundukan yang ikhlas akan menghilangkan kesombongan dan membawa ketenangan batin.

2. Pengabdian yang Murni
Pengabdian kepada Allah bukan sekadar menjalankan ibadah fisik, tetapi juga mengikhlaskan seluruh hidup untuk-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-An’am: 162:
"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam."
Seorang hamba yang benar-benar mengabdi tidak akan mencari kemuliaan duniawi, tetapi hanya mengharap ridha Allah.

3. Ketaatan Total
Ketaatan kepada Allah harus bersifat menyeluruh, baik dalam ibadah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ibnu Athaillah berkata:
"Jangan sampai keinginanmu terhadap sesuatu yang tidak diberikan kepadamu membuatmu lalai dalam memenuhi apa yang telah diperintahkan kepadamu."

Artinya, seorang hamba yang ingin mencapai pencerahan batin harus memprioritaskan ketaatan kepada Allah di atas segala keinginan duniawi.

Pencerahan batin hanya bisa dicapai melalui ikhlasnya ketundukan, pengabdian, dan ketaatan total kepada Allah SWT. Dengan fondasi ini, hati akan dipenuhi cahaya-Nya, jiwa akan meraih ketenangan, dan seseorang akan mendapatkan kemuliaan sejati yang tidak akan sirna. Semakin dekat kepada Allah, semakin bercahaya hati seseorang.

Cukuplah sebagai balasan Allah atas ketaatanmu, bila Allah telah merestuimu sebagai ahli ketaatan. Demikian Nasehat Ibnu Athaillah.

Nasehat Ibnu Athaillah ini memiliki makna mendalam tentang hakikat ketaatan yang sejati. Banyak orang mengharapkan imbalan duniawi atau kemudahan hidup sebagai balasan dari ibadah dan ketaatan mereka kepada Allah. Namun, Ibnu Athaillah mengingatkan bahwa balasan tertinggi dari ketaatan adalah ketika Allah meridhai kita sebagai hamba yang taat.
Makna Hikmah Ini

1. Ketaatan adalah Nikmat, Bukan Beban
Jika Allah memberi kita taufik untuk taat, itu sendiri sudah merupakan anugerah besar. Banyak orang yang tersesat dalam maksiat atau tidak mendapatkan hidayah, sementara kita diberi kesempatan untuk mendekat kepada-Nya.

2. Ketaatan yang Diterima Lebih Berharga dari Pahala Duniawi
Banyak orang beribadah dengan harapan mendapatkan dunia yang lebih baik. Namun, yang lebih utama adalah rasa tenang, cinta kepada Allah, dan istiqamah dalam kebaikan yang diberikan Allah sebagai balasan atas ketaatan kita.

3. Tanda Ridha Allah adalah Keteguhan dalam Ketaatan
Jika Allah ridha kepada seseorang, maka Dia akan memantapkan hatinya dalam ibadah dan menjadikannya lebih dekat kepada-Nya. Ini lebih berharga daripada balasan materi yang sifatnya sementara.

Nasehat ini mengajarkan kita untuk ikhlas dalam ketaatan, tanpa terlalu berharap pada balasan duniawi. Jika Allah telah menjadikan kita sebagai ahli ketaatan, itu sendiri sudah merupakan balasan yang luar biasa. Ridha Allah adalah balasan terbaik, dan istiqamah dalam ketaatan adalah tanda bahwa Allah telah memilih kita untuk dekat dengan-Nya.

Rahmat dan Nur Allah menembus jagad ini. Orang-orang yang mendapat nur Ilahi melihat rahmat, kemurahan dan karunia-Nya, baik dalam senang maupun susah.

Ucapan ini menggambarkan hakikat Nur (Cahaya) dan Rahmat Allah yang meliputi seluruh jagad raya. Orang-orang yang hatinya telah diterangi oleh Nur Ilahi akan selalu melihat rahmat, kemurahan, dan karunia Allah dalam setiap keadaan—baik dalam kebahagiaan maupun dalam ujian.

1. Nur Allah Menyinari Hati
Allah berfirman dalam QS. An-Nur: 35:
"Allah adalah cahaya langit dan bumi..."
Nur Allah adalah petunjuk, ilmu, dan hikmah yang diberikan kepada hamba-Nya. Orang yang mendapat cahaya Ilahi mampu melihat kebenaran dan memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rahmat-Nya.

2. Melihat Rahmat dalam Segala Keadaan
Orang yang mendapatkan Nur Ilahi tidak hanya melihat rahmat dalam kesenangan, tetapi juga dalam kesulitan. Ibnu Athaillah berkata:
"Ketika Allah membukakan pintu pemahaman kepadamu tentang musibah, maka musibah itu akan berubah menjadi nikmat."
Artinya, ujian yang dialami oleh seorang hamba bukanlah tanda kebencian Allah, tetapi wujud kasih sayang-Nya yang bertujuan untuk menyucikan dan mendekatkannya kepada-Nya.

3. Orang yang Tertutup dari Nur Ilahi
Sebaliknya, orang yang hatinya tertutup dari cahaya Allah akan selalu merasa gelisah dan tidak mampu melihat hikmah di balik setiap kejadian. Mereka hanya melihat kesulitan sebagai penderitaan, tanpa menyadari bahwa di dalamnya ada rahmat dan pelajaran dari Allah.

Kesimpulan

Rahmat dan Nur Allah selalu hadir di alam semesta ini. Orang-orang yang mendapat cahaya Ilahi akan selalu melihat rahmat-Nya dalam segala situasi, baik dalam kebahagiaan maupun dalam ujian. Mereka tidak pernah putus asa, karena mereka yakin bahwa Allah selalu memberi yang terbaik untuk hamba-Nya.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update