Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Drama Pagar Laut, Kuatnya Cengkeraman Korporasi dalam Kapitalisme

Senin, 10 Februari 2025 | 10:15 WIB Last Updated 2025-02-10T03:15:32Z

TintaSiyasi.id -- Rapat antara Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membahas persoalan pagar laut dan sejumlah isu kelautan harus segera ditindak lanjuti secara konkrit agar masalahnya tidak semakin berlarut-larut. Langkah KKP yang melakukan respon terhadap pagar laut karena tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) belum memuaskan publik. Apalagi Pihak KKP mengakui pihaknya masih punya kelemahan dalam pengawasan ruang laut. (AyoBandung.com, 02/02/2025)

Kasus pagar laut ini sejatinya telah melanggar hukum, namun tidak segera ditindak lanjuti. Misteri ini akhirnya terungkap bahwa pihak swasta lah yang telah melakukan pemasangan pagar-pagar bambu tersebut. Terungkap pula ternyata pemagaran dan pengkavlingan kawasan laut sudah terjadi di sejumlah kawasan di tanah air. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membeberkan total ada 169 kasus. Membentang dari Batam hingga Surabaya. Bahkan di Sidoarjo, laut yang sudah kapling-kapling mencapai 657 hektare. Pemagaran laut ini jelas sangat merugikan rakyat terkhusus nelayan. Mereka tidak bisa lagi mengakses wilayah yang sudah dipagari, ruang tangkap ikan menjadi terbatas dan jarak tempuh yang lebih jauh dari biasa nya. Sehingga menyebabkan biaya operasional meningkat dengan hasil tangkap ikan yang minim. Akan tetapi keresahan masyarakat belum terbayarkan sebab para pejabat sibuk bersilat lidah, bahkan saling lempar. Silang pendapat di antara para pejabat pemerintahan ini menunjukkan lemahnya kinerja para pejabat serta lemahnya aturan yang ada dan berjalan hingga saat ini. 

Aturan kapitalisme sekularisme yang notabene buatan manusia diterapkan di negeri kita ini memiliki celah untuk dipermainkan sehingga hal ini merugikan rakyat. Celah ini dimungkinkan ada karena aturan yang dibuat oleh manusia syarat akan kepentingan pihak-pihak yang mencari keuntungan.

Kasus ini, sebagaimana kasus penjualan area pesisir laut di berbagai pulau menunjukkan kuatnya korporasi dalam lingkaran kekuasaan atau yang disebut dengan istilah Korporatokrasi. Negara kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan aparat/pegawai negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyatnya, mereka bekerjasama melanggar hukum. Negara membawa kemudharatan pada rakyat dan mengancam kedaulatan negara. 

Prinsip Liberalisme dalam ekonomi kapitalisme membuka peluang terjadinya korporatokrasi. Munculnya aturan yang berpihak pada oligarki. Penguasa dan pengusaha saling berkoalisi untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka mengkhianati rakyat mereka sendiri. Pengkhianatan ini justru melahirkan kebijakan dikuasainya kepemilikan umum kepada para penguasa. Maka sudah sangat jelas kezaliman pada rakyat akan terus berlangsung selama masih menerapkan sistem yang kufur ini.

Negara seharusnya berfungsi sebagai raa'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyat. Akan tetapi dalam sistem ini rakyat dibiarkan sendirian melawan korporasi. Negara hanya berperan menjadi regulator yang bergerak sesuai arahan para oligarki kapitalis bahkan menjadi penjaga kepentingan mereka. Hal ini sungguh berbeda dengan profil negara Islam. Dalam Islam aturan bersumber pada hukum syarak bukan pada akal manusia. Sebagaimana yang diterapkan Rasul SAW sejak mendirikan Daulah Islam di Madinah.

Islam memiliki sistem ekonomi Islam dengan konsep kepemilikan lengkap dengan aturan pengelolaannya. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum, baik rakyat kecil maupun penguasa. Hukum Islam telah mengklasifikasikan kepemilikan lahan dengan jelas yakni, milik pribadi, milik umum, dan milik negara. Islam memberikan perlindungan atas kepemilikan lahan. Syariah Islam menetapkan kawasan laut sebagai milik umum, sehingga tidak boleh dikuasai oleh perorangan maupun korporasi. Laut adalah area yang dibutuhkan banyak orang sebagaimana Hadist Rasul SAW, "Kaum Muslim berserikat dengan tiga hal yaitu, air, padang rumput, dan api." (HR Ibnu Majah)

Dengan prinsip kedaulatan di tangan syarak maka korporatokrasi dapat dicegah. Apalagi Islam menetapkan penguasa wajib menjalankan aturan Islam saja dan haram menyentuh harta rakyat atau memfasilitasi pihak lain mengambil harta milik rakyat. Harta yang Allah SWT anugerahkan untuk kehidupan seluruh manusia ini harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Syariah Islam hanya bisa terlaksana dengan sempurna dalam institusi pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiah. Semoga segera terwujud. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update