TintaSiyasi.id-- Datangnya pertolongan Allah itu sesuai dengan persiapan, sedangkan terbitnya cahaya Allah itu sesuai dengan kejernihan relung batin. kata Ibnu Athaillah.
Kata-kata Ibnu Athaillah ini mengandung hikmah mendalam tentang hubungan antara usaha manusia dan pertolongan Allah.
1. "Datangnya pertolongan Allah itu sesuai dengan persiapan."
Artinya, Allah akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya sesuai dengan usaha dan kesiapan yang telah dilakukan. Seperti seorang petani yang ingin panen, ia harus menyiapkan tanah, menanam benih, dan merawat tanamannya. Begitu pula dalam kehidupan, kita harus berusaha semaksimal mungkin, dan ketika waktunya tiba, pertolongan Allah akan datang sesuai dengan usaha yang telah dilakukan.
2. "Terbitnya cahaya Allah itu sesuai dengan kejernihan relung batin."
Cahaya Allah adalah hidayah, pemahaman, dan kebijaksanaan yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Namun, cahaya ini hanya bisa masuk ke hati yang bersih dan jernih. Jika hati dipenuhi dengan keinginan duniawi, prasangka buruk, atau kesombongan, maka cahaya Allah sulit menyinarinya. Oleh karena itu, semakin bersih hati seseorang dari hal-hal yang mengotorinya, semakin terang pula cahaya Allah dalam hidupnya.
Kata-kata ini mengajarkan keseimbangan antara ikhtiar dan ketulusan batin. Kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan di saat yang sama membersihkan hati agar mendapatkan pertolongan serta cahaya dari Allah.
Segala sesuatu diciptakan sesuai dengan aturan dan ketetapan alami ( sunatullah ) merupakan rahmat Allah.
Segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan aturan dan ketetapan alami yang disebut sunatullah. Ini merupakan bentuk rahmat Allah yang menjaga keseimbangan dan keteraturan kehidupan.
Makna Sunatullah sebagai Rahmat Allah
1. Keteraturan dalam Alam Semesta
Allah telah menetapkan hukum-hukum alam yang tidak berubah, seperti gravitasi, rotasi bumi, dan siklus kehidupan. Dengan adanya ketetapan ini, manusia bisa hidup dengan stabil dan bisa memprediksi berbagai hal dalam kehidupan, seperti pergantian siang dan malam, musim, serta reaksi alam.
2. Hukum Sebab-Akibat
Sunatullah mengajarkan bahwa setiap usaha akan menghasilkan konsekuensi yang sepadan. Jika seseorang bekerja keras dan berusaha, maka ia akan mendapatkan hasil. Sebaliknya, jika malas dan lalai, maka ia akan mengalami kesulitan. Ini adalah bentuk keadilan dan kasih sayang Allah, di mana setiap orang bisa berusaha dan meraih keberhasilan sesuai dengan usahanya.
3. Petunjuk bagi Manusia
Dengan memahami sunatullah, manusia bisa menyesuaikan diri dengan aturan alam dan mengambil manfaat darinya. Misalnya, petani memahami musim tanam dan panen, dokter memahami cara kerja tubuh manusia, dan ilmuwan mempelajari hukum-hukum fisika untuk menciptakan teknologi yang memudahkan kehidupan.
Semua ini adalah bentuk rahmat Allah yang memungkinkan manusia berkembang dan memanfaatkan sumber daya alam dengan baik.
Sunatullah adalah manifestasi dari kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Dengan adanya hukum dan ketetapan ini, kehidupan menjadi teratur dan manusia bisa belajar, berusaha, serta meraih kebaikan di dunia dan akhirat. Memahami dan mengikuti sunatullah bukan hanya kunci keberhasilan duniawi, tetapi juga bagian dari ketaatan kepada Allah.
Iman dan Ihsan adalah pintu-pintu menuju tauhid serta peribadahan yang mendapat pencerahan batin.
Pernyataan ini mengandung hikmah mendalam tentang hubungan antara Iman, Ihsan, dan Tauhid, serta bagaimana ibadah yang dilakukan dengan kesadaran akan menghasilkan pencerahan batin.
1. Iman: Fondasi Tauhid
Iman adalah dasar dari segala peribadahan dan keyakinan kepada Allah. Dengan iman yang kuat, seseorang akan memiliki pemahaman yang benar tentang Tauhid (keesaan Allah). Iman mencakup enam rukun yang menjadi pondasi kehidupan seorang Muslim:
• Beriman kepada Allah
• Beriman kepada malaikat
• Beriman kepada kitab-kitab Allah
• Beriman kepada rasul-rasul-Nya
• Beriman kepada hari akhir
• Beriman kepada takdir, baik dan buruk
Ketika iman seseorang kokoh, ia akan memiliki pemahaman yang benar tentang keberadaan dan keesaan Allah, sehingga setiap ibadah yang dilakukan bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi sebagai bentuk penghambaan yang sadar dan penuh keyakinan.
2. Ihsan: Kesempurnaan dalam Peribadahan
Ihsan adalah tingkatan spiritual yang lebih tinggi, yang menjadikan ibadah lebih bermakna. Dalam hadis Jibril, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa Ihsan adalah beribadah seolah-olah kita melihat Allah, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka kita yakin bahwa Allah melihat kita.
Dengan Ihsan, seseorang tidak hanya menjalankan ibadah secara lahiriah, tetapi juga dengan hati yang khusyuk, penuh cinta, dan kesadaran spiritual yang mendalam. Inilah yang akan membawa seseorang menuju pencerahan batin, karena ibadah yang dilakukan bukan hanya kewajiban, tetapi sebagai bentuk kecintaan dan kedekatan dengan Allah.
3. Tauhid: Puncak Kesadaran Spiritual
Ketika iman telah mengakar dan ihsan telah diterapkan dalam ibadah, seseorang akan mencapai tauhid yang murni—kesadaran bahwa hanya Allah yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan seluruh hidupnya adalah untuk-Nya.
Tauhid bukan hanya sekadar konsep, tetapi pengalaman batin yang mengantarkan seseorang kepada ketenangan, kebahagiaan sejati, dan keyakinan penuh kepada Allah. Pada titik ini, seseorang akan merasakan pencerahan batin, di mana segala urusan duniawi tidak lagi mengguncangnya, karena hatinya telah dipenuhi cahaya Allah.
Kesimpulan
Iman dan Ihsan adalah jalan menuju tauhid yang sejati. Dengan iman yang benar dan ibadah yang penuh kesadaran (ihsan), seseorang akan merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Inilah yang akan membawa seseorang kepada peribadahan yang penuh makna serta pencerahan batin yang mendalam.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)