Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Benarkah Efisiensi Anggaran untuk Kepentingan Rakyat?

Rabu, 19 Februari 2025 | 14:18 WIB Last Updated 2025-02-19T07:18:05Z

Tintasiyasi.id.com -- Di awal tahun 2025, pemerintah dikabarkan akan banyak memangkas anggaran kementerian dan lembaga. Pemerintahan beralasan hal ini dilakukan agar bisa menghemat anggaran.

Benarkah hal ini dilakukan semata-mata dalam rangka penghematan anggaran? Sebenarnya faktor apa yang mendorong Pemerintahan melakukan pemangkasan anggaran?

Dikutip dari narasinewsroom tanggal 11 februari 2025 bahwa akan dilakukan efisiensi anggaran belanja sebesar 256,1 triliun dan pemotongan transfer ke daerah sebesar 50,59 triliun.

Dengan adanya pemangkasan ini dikhawatirkan akan menyasar sektor-sektor penting untuk keberlanjutan ekonomi Indonesia dan kepentingan rakyat.
Masih mengutip dari sumber yang sama disinyalir bahwa pemangkasan anggaran ini menyasar anggaran di beberapa Kementerian. Berikut beberapa Kementerian yang terkena pemangkasan anggaran:

Pertama, anggaran Kementerian kesehatan yang awalnya berkisar 106,5 triliun dipangkas menjadi 19,6 triliun. Menanggapi pemangkasan ini Menkes Budi Gunadi mengatakan bahwa ini akan berdampak pada beberapa program prioritas.
Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene pun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pemangkasan ini karena ini menyangkut hajat hidup warga Indonesia.

Kedua, anggaran Kementerian Pendidikan dan Menengah (Mendikdasmen) yang anggaran awalnya berkisar 33,5 triliun dipotong 8 triliun. Menanggapi ini Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan dengan pemangkasan ini ia akan fokus pada program-program prioritas seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Ketiga, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mengalami pemangkasan dari anggaran 57 triliun dipotong 22,5 triliun. Pemotongan besarnya dari perjalanan dinas, rapat dan koordinasi. Program riset juga diusulkan terkena potongan 20 persen.

Keempat, Kementerian Pekerjaan Umum dari anggaran awal 110 triliun dipotong 81,38 triliun atau turun 73 persen.

Selain itu merujuk pada surat Menteri Keuangan Sri Mulyani, secara umum setidaknya ada 16 pos yang diefisienkan kisarannya dari 10 persen hingga 90,0% yaitu; Alat tulis kantor 90%. Percetakan dan souvenir 75.9%. Sewa gedung, kendaraan dan peralatan 73,3%. Belanja lainnya 59,1%. Kegiatan seremonial 56.9%. perjalanan dinas 53,9%. Kajian dan analisis 51.5%. Jasa konsultan 45,7%. Rapat, seminar dan sejenisnya 45,0%. Honor output kegiatan dan jasa profesi 40,0%. Infrastruktur 34,3%. Diklat dan Bintek 29,0%. Peralatan dan mesin 28%. Lisensi aplikasi 21,6%. Bantuan pemerintah 16,7%. Pemeliharaan dan perawatan 10,2%.

Tetapi ternyata menurut sumber yang sama, pemangkasan anggaran ini tidak berlaku secara menyeluruh pada semua Kementerian, salah satunya Kementerian Pertahanan yang memiliki anggaran sebesar Rp166 triliun, Badan Intelijen Rp7 triliun, DPR Rp6,69 triliun dan MPR Rp969 miliar.

Pemangkasan anggaran ini jelas memicu respon dari berbagai kalangan, salah satunya dari Peneliti Cellos Bakhrul Fikri mengatakan bahwa pemangkasan anggaran di tengah perlambatan laju ekonomi akan memperdalam resensi dan meningkatkan ketimpangan. Misalnya pemangkasan transfer dana ke daerah, ini akan memperbesar ketimpangan antar daerah.
Pemangkasan anggaran ini juga menurutnya akan berdampak pada penambahan jumlah pengangguran di Indonesia.

Kemudian ia juga menanggapi terkait pemangkasan yang tidak merata pada semua kementerian. Menurutnya, seharusnya lembaga yang terkena pemangkasan adalah lembaga yang tidak memiliki multipiler effect yang signifikan terhadap fungsi negara sebagai penjamin kelayakan atau kesejahteraan masyarakat.

Apa Penyebab Pemerintah Melakukan Efisiensi Anggaran?

Ternyata menurut Bakhrul Fikri, pemerintah melakukan efisiensi anggaran bisa karena dua sebab;

Pertama, bisa jadi karena pemerintah sedang membutuhkan dana untuk membiayai program-program populis seperti Makan Bergizi Gratis MBG) yang memakan anggaran besar.

Kedua, karena penerimaan negara terganggu di mana penerimaan negara terbesar itu dari pajak dan ternyata saat ini aplikasi perpajakannya sedang bermasalah (Cortex).

Demikianlah gambaran sistem ekonomi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang penuh pencitraan tidak tulus dalam mengurus rakyat. Semua anggaran ditentukan oleh seberapa besar pemasukan pajak. Rakyat dikenakan pajak di berbagai sektor kehidupan tetapi kehidupan rakyat jauh dari kata sejahtera.

Lalu bagaimana pemerintah akan menyejahterakan rakyat kalau yang terkena pemangkasan diambil dari kementerian yang mengurusi hajat hidup orang banyak seperti Kementerian Kesehatan dan Pendidikan.

Padahal kedua kementerian tersebut mengurusi sektor vital bagi masyarakat. Sebelum dipotong saja dana untuk kesehatan dan pendidikan masih jauh dari kata cukup apalagi jika dipangkas anggarannya.

Lebih mengherankan lagi dana untuk Kementerian Pertahanan, Intelijen, DPR dan MPR tidak terkena pemangkasan anggaran padahal keempat sektor itu tidak begitu signifikan untuk kepentingan rakyat.

Sudah rahasia umum keberadaan DPR dan MPR saat ini tidak berfungsi signifikan untuk membela rakyat banyak, kebijakan yang diproduksi oleh kedua lembaga tersebut tidak pro rakyat bahkan lebih banyak menzalimi kepentingan rakyat.

Dan juga seharusnya para anggota DPR dan MPR itu rela berkorban membela rakyat dengan bersedia tidak digaji misalnya, karena hakikat keberadaan mereka di lembaga itu dalam rangka membela rakyat bukan untuk memperkaya diri.

Memang berharap penyelesaian dengan menggunakan bingkai kapitalisme tidak akan memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa manapun.

Negara Islam Mengutamakan Kepentingan Rakyat

Dalam Islam, negara berfungsi untuk mengurus urusan umat menyangkut hajat hidup rakyat seperti ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Karena ketiga sektor tersebut merupakan basic need yang jika tidak terpenuhi maka negara akan menuju gerbang kehancuran.

Dalam Islam sumber pendapatan negara bukan dari pajak tetapi dari salah satu sumber pendapatan negara misalnya dari sumber daya alam.

Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alam semestinya bisa mencukupi kebutuhan rakyatnya. kesehatan dan pendidikan bisa gratis asalkan semua hasil dari SDA dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk rakyat bukan diserahkan pada oligarki.
Islam memandang bahwa penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya yang bertugas untuk mengurusi urusan rakyat, hal ini tercermin dalam hadits berikut;

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus (rakyat) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari, no. 893; Muslim, no. 1829)

Pemimpin itu bukan menjadi pemalak bagi rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.
Islam sangat memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan seorang penguasa karena ditangannya nasib hidup orang banyak ditentukan. Hingga seorang penguasa yang adil akan berada pada posisi yang tinggi di akhirat nanti.

Sebagaimana tergambar dalam hadits berikut;
"Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah dan paling dekat tempat duduknya dengan-Nya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil. Dan manusia yang paling dibenci Allah serta paling jauh tempat duduknya dari-Nya adalah pemimpin yang zalim." (HR. Tirmidzi, no. 1329; Ahmad, no. 8493).

Maka, berhati-hatilah wahai para penguasa, semua kebijakanmu akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.[]

Oleh: Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)


Opini

×
Berita Terbaru Update