TintaSiyasi.id -- Menurut data pemerintah, sekitar 93 persen LPG yang beredar di masyarakat adalah LPG subsidi 3 kg, sementara sisanya adalah LPG non-subsidi. Namun, publik kurang percaya. Benarkah sebanyak itu LPG subsidi 3 kg? Apakah benar 93 persen rumah tangga pengguna LPG subsidi 3 kg adalah rumah tangga miskin? Tidak mungkin!
Lalu, apa yang sebenarnya dilakukan Pertamina selama ini sebagai pihak yang memberikan semua izin distribusi LPG, mulai dari SPBE, agen, hingga pangkalan? Mengapa Pertamina tidak pernah mampu memasarkan LPG non-subsidi? Mengapa Pertamina tidak pernah berupaya membantu pemerintah menekan subsidi LPG dengan cara meningkatkan penjualan LPG non-subsidi?
Jangan berburuk sangka dulu. Bisa jadi, Pertamina tidak mengetahui data dan fakta yang sebenarnya. Mereka hanya bertugas menyalurkan dan menerima subsidi dari pemerintah. Masalah tersalurkan tepat sasaran atau tidak, itu tugas pemerintah. Bagi Pertamina, yang penting tidak rugi, tetap menerima subsidi, dan mendapat kompensasi. Masalah subsidi yang terus membengkak? Itu urusan pemerintah.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Mari kita mulai dari data. Setahu saya, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan survei tahunan untuk mengecek penggunaan bahan bakar di rumah tangga, restoran, dan tempat lainnya. Namun, BPS hanya menyajikan data secara umum, seperti apakah bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah gas LPG, listrik, atau minyak tanah.
Padahal, dalam kuesioner survei BPS, ada pertanyaan spesifik tentang apakah rumah tangga atau restoran menggunakan LPG 3 kg, 5,5 kg, atau 12 kg. Seharusnya, data ini disajikan secara transparan ke publik. Dengan begitu, kita bisa mengetahui berapa jumlah tabung LPG non-subsidi yang sebenarnya beredar di masyarakat.
Jika data ini dibuka, maka akan terlihat dengan jelas berapa jumlah LPG subsidi 3 kg yang benar-benar digunakan, berapa yang dioplos, dan berapa yang dikorupsi. Semua itu dapat diketahui dari jumlah tabung LPG yang beredar di masyarakat.
Dugaan Penyalahgunaan LPG Subsidi
Dugaan sementara, korupsi atau penyalahgunaan LPG subsidi 3 kg dengan berbagai modus mencapai 30 persen dari total LPG subsidi yang disalurkan oleh pemerintah melalui Pertamina. Itu berarti sekitar 2,4 miliar kg LPG subsidi telah disalahgunakan.
Bagaimana skemanya?
1. Jika LPG non-subsidi ini dialihkan ke tabung 5,5 kg, maka dibutuhkan 437 juta tabung.
2. Jika setiap tabung 5,5 kg habis dalam satu bulan, maka setidaknya ada 72 juta tabung 5,5 kg ilegal di masyarakat.
3. Jika LPG ilegal ini dikemas dalam tabung 12 kg, maka setidaknya ada 37 juta tabung LPG 12 kg ilegal di pasaran.
Jumlah produksi tabung ilegal sebanyak ini tidak mungkin luput dari perhatian pemerintah. Siapa produsennya? Di mana tabung ini dibuat? Siapa importirnya? Jumlahnya sangat besar dan pasti terlihat kasat mata. Jika ada kemauan, pemerintah bisa dengan mudah menangkap pelaku dan membongkar jaringan ini.
Transparansi Data BPS
Sekarang, BPS harus membuka data ini secara transparan. Jika data ini dibuka, maka akan jelas berapa jumlah LPG 3 kg, LPG 5,5 kg, dan LPG 12 kg yang sebenarnya digunakan oleh masyarakat untuk memasak.
Jangan disembunyikan! Jika data ini tetap ditutup-tutupi, BPS bisa dituduh sebagai bagian dari komplotan pengoplos LPG subsidi 3 kg.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Oleh: Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia