TintaSiyasi.id -- Merespons temuan abhwa ada dugaan kuat uang untuk proyek kereta digunakan Jokowi untuk pilpres 2019, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al Maroky mengatakan adagium sistem politik sekuler itu bagaimana dia (penguasa) untuk memenangkan kekuasaan.
"Adagium dalam sistem politik sekuler kekuasaan itu bagaimana dia meraih kekuasaan (lalu) memenangkan kekuasaan," tuturnya di Kanal YouTube Khilafah News, Mengejutkan: Uang Proyek Kereta untuk Pilpres 2019 Jokowi? Senin, (27/01/25).
Ia mengatakan memalukan melihat tabiat kekuasaan, memang normal bahwa dia harus mempertahankan kekuasaan itu. Dia (Jokowi) mengelola dan mempertahankannya. Bahkan Jokowi memperbesar atau minimal memperpanjang. Sebagai seorang pertahana saat itu yang sedang berkuasa tentu dia akan menggunakan berbagai kesempatan dan fasilitas yang ada di bawah kewenangannya untuk bisa meraih dan mempertahankan kekuasaannya itu.
"Dalam hal ini kalau pak Jokowi waktu itu sebagai incumen petahana yang ingin maju lagi tentu tidak ada satu pun bawahannya yang berani berbeda dengan beliau. Karena kalau berbeda enggak lama langsung diganti itu bahkan bisa berakibat buruk bagi yang bersangkutan," ungkapnya.
Apalagi kalau dikaitkan dengan posisi hasil dari informasi OCCRP yang menobatkan mantan presiden Jokowi itu sebagai finalis pemimpin terkorup di dunia. Bahkan dalam posisi itu pak Jokowi itu masuk di runner up. Mungkin pak Jokowi seandainya masih ada di kekuasaan juga mungkin orang mulai mempertanyakan.
"Saya pikir ini tantangan untuk penegak hukum, untuk melakukan klarifikasi. Memperjelas kedudukannya dan membuktikan apakah betul di zaman pak Jokowi itu betul-betul kekuasaan didesain untuk memenangkan kepentingan politiknya atau memang dilakukan betul-betul kekuasaan itu untuk mensejahterakan rakyat membuat negeri ini berjaya atau negeri yang hebat, itu yang butuh diuji," pungkasnya.[] Munamah