tintasiyasi.id.com -- Dunia kini telah memasuki era disrupsi yang ditandai dengan banjirnya informasi, perubahan serba cepat dan pesatnya kemajuan teknologi. Termasuk, penggunaan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini bagai pisau bermata dua, dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Dampak negatif yang menjadi topik hangat diperbincangkan di tahun terakhir ini adalah munculnya fenomena brain rot.
Bahkan, brain rot pun dinobatkan sebagai kata terpilih tahun 2024 oleh penerbit Universitas Oxford (OUP) Inggris. Mengapa brain rot menjadi topik hangat? Bahkan dianggap sebagai tragedi milik bersama, sebagaimana yang disebutkan oleh seorang peneliti dalam artikelnya “BRAIN ROT: OVERCONSUMPTION OF ONLINE CONTENT (AN ESSAY ON THE PUBLICNESS SOCIAL MEDIA)” (JOBIG, 2024).
Brain rot dimaknai ”pembusukan otak” yang didefinisikan sebagai fenomena kemerosotan kondisi mental dan intelektual seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi berlebihan konten online yang remeh dan tidak menantang (Kompas.id, 14-12-2024
Istilah ini juga dideskripsikan sebagai keadaan seseorang yang mengalami penurunan fungsi otak akibat konsumsi media yang berlebihan. Bahkan, fenomena ini dibahas oleh para ahli karena dampak buruknya terhadap kesehatan mental seseorang.
Lebih parahnya lagi, fenomena ini banyak terjadi di kalangan generasi Z karena mereka merupakan generasi yang didampingi teknologi sejak lahir, sebagaimana yang disampaikan oleh Nur Maghfirah, seorang pakar media sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida.ac.id, 13-12-2024).
Memang kegiatan yang dianggap paling menyenangkan di kalangan gen Z adalah bermain gadget, scrolling, menonton konten receh. Itulah yang menjadi hiburan mereka.
Fenomena ini memberikan dampak buruk pada kehidupan generasi Z. Fenomena ini menjadikan generasi mengalami penurunan kemampuan kognitif, penurunan produktivitas, perasaan lesu dan tidak termotivasi, serta gangguan tidur dan perubahan suasana hati alias mudah depresi (liputan6.com, 28-7-2024).
Padahal generasi Z merupakan bagian dari generasi penerus peradaban. Mereka memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak peradaban. Menjadi suatu yang sangat penting menyelamatkan kondisi mereka.
Hanya saja, suatu yang sulit berharap perbaikan generasi kepada sistem kapitalis sekuler, sistem yang diterapkan di berbagai negara saat ini. Sistem kapitalis, sistem yang mengagungkan materi.
Dalam sistem ini, apapun itu selama menghasilkan materi maka akan ditumbuh suburkan termasuk konten-konten receh yang merusak generasi.
Sistem Islam dengan kesempurnaan konsep dan metodenya yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan manusia termasuk fenomena brain rot ini. Dalam Islam, media sosial haruslah mengikuti koridor yang dibenarkan oleh Islam.
Prinsipnya, apa pun teknologinya, jika memakai paradigma Islam maka akan memberi dampak positif dan kemaslahatan bagi umat manusia.
Islam mendorong setiap individu untuk mengisi kehidupannya dengan aktivitas ibadah dan aktivitas yang bermanfaat bagi kehidupannya. Hal ini kembali kepada tujuan dari penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan mausia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Az Zariyat: 56).
Di samping itu, setiap individu diperitahkan untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan dirinya.
“Janganlah menjerumuskan diri kalian ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).
Islam juga mewajibkan negara untuk memberikan perlindungan terhadap rakyatnya dari bahaya apa pun termasuk dari bahaya konten-konten yang memberikan dampak buruk.
Negara akan melakukan Langkah-langkah untuk mewujudkan hal tersebut;
Pertama, negara akan mendorong dan memberikan dukungan baik dari aspek pendidikan dan finansial kepada para cendekiawan untuk menciptakan teknologi atau platform media sosial yang memberikan edukasi kepada rakyatnya.
Kedua, negara tidak akan membiarkan konten-konten yang akan membahayakan bagi rakyatnya.
Ketiga, negara akan memberi tindakan keras kepada siapa saja yang membuat dan menyebarkan konten berbau kemaksiatan yang berpotensi memberi kerusakan pada generasinya.
Dalam Islam, media sosial diadakan semata-mata untuk menyebarkan dakwah amar makruf nahi mungkar serta menebar kebaikan untuk seluruh umat manusia.
Jika di masa dulu, dakwah Islam disebarkan dengan perjuangan melewati berbagai wilayah dan menjelajahi bumi yang luas, maka kini dakwah Islam dapat disebarluaskan denga cepat dan mudah melalui media sosial.
Dengan karakteristik diturunkannya Islam sebagai rahmatan lil alamin, negara dengan sistem Islam akan menyebarkan kebaikan dan cahayanya tidak hanya untuk rakyatnya tetapi untuk seluruh alam.
Karenanya dengan Islam, kita akan mampu menyelamatkan generasi dan peradaban manusia secara keseluruhan.[]
Oleh: Sri Mellia Marinda, S.Si
(Aktivis Muslimah)