TintaSiyasi.id—Sobat. Ungkapan "Seluruh Kebaikan ada pada Menentang Nafsu" mencerminkan pesan moral atau spiritual yang mendalam, terutama dalam konteks ajaran agama, filsafat, atau kebijaksanaan hidup. Berikut beberapa interpretasi dan penjelasan terkait makna ungkapan ini:
1. Mengendalikan Nafsu sebagai Jalan Menuju Kebaikan
• Nafsu, dalam banyak tradisi, sering dikaitkan dengan keinginan atau dorongan yang bersifat duniawi, seperti keserakahan, kemarahan, atau keinginan berlebih.
• Menentang nafsu berarti melawan kecenderungan yang merugikan diri sendiri atau orang lain, dan fokus pada nilai-nilai kebajikan seperti kesabaran, kesederhanaan, dan pengendalian diri.
• Dalam Islam, misalnya, ini berkaitan dengan konsep jihad an-nafs (perjuangan melawan hawa nafsu), yang dianggap sebagai bentuk perjuangan terbesar untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Kebaikan Muncul dari Pengendalian Diri
• Menentang nafsu dapat diartikan sebagai pengendalian diri atas godaan yang menjauhkan manusia dari jalan kebaikan.
• Dalam filsafat stoisisme, hal serupa diungkapkan melalui doktrin untuk menguasai emosi dan keinginan, sehingga manusia bisa bertindak berdasarkan kebijaksanaan, bukan dorongan sesaat.
3. Mengutamakan Akal dan Nilai Moral
• Manusia memiliki akal yang membedakannya dari makhluk lain. Dengan menentang nafsu, seseorang memberi ruang bagi akal dan hati nurani untuk memandu tindakan.
• Hal ini penting untuk membangun hubungan sosial yang harmonis dan menciptakan kehidupan yang penuh kebajikan, baik untuk diri sendiri maupun masyarakat.
4. Pengorbanan Demi Kebaikan yang Lebih Besar
• Menentang nafsu sering kali melibatkan pengorbanan. Misalnya:
o Menahan diri dari kesenangan sementara demi masa depan yang lebih baik.
o Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, meskipun ada keinginan untuk melakukannya.
• Dalam tindakan pengorbanan ini, kebaikan sejati muncul.
Ungkapan ini menekankan pentingnya kesadaran dan perjuangan melawan dorongan-dorongan egoistik atau destruktif, agar manusia bisa mencapai kebahagiaan sejati, kedamaian, dan kebajikan. Sebuah pesan yang sangat relevan dalam kehidupan modern yang penuh dengan godaan materi dan dorongan instan.
Amal yang paling utama adalah amal yang paling dibenci oleh nafsu. dan Para Sahabat Nabi Muhammad SAW mengatakan, " Kami mendapati kebaikan dan seluruh kebaikan terdapat pada membenci nafsu."
Sobat. Ungkapan ini menggambarkan hikmah mendalam yang sering ditemukan dalam ajaran Islam dan tradisi spiritual, khususnya terkait melawan hawa nafsu sebagai jalan menuju kebaikan tertinggi. Berikut adalah penjelasan terkait makna dari dua pernyataan tersebut:
1. "Amal yang paling utama adalah amal yang paling dibenci oleh nafsu."
• Hakikat Amal yang Utama:
o Amal yang "dibenci" oleh nafsu sering kali adalah amal yang memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan usaha ekstra. Contohnya:
Bangun malam untuk shalat tahajud.
Memberikan harta untuk sedekah ketika nafsu mendorong untuk menimbun.
Meminta maaf atau memaafkan orang lain meskipun hati merasa berat.
o Nafsu cenderung mencari jalan yang mudah, nyaman, dan memuaskan keinginan duniawi. Oleh karena itu, amal yang melawan kecenderungan ini lebih bernilai di sisi Allah karena melibatkan kesungguhan hati dan pengendalian diri.
• Kesucian Amal:
o Ketika nafsu "membenci" suatu amal, ini menunjukkan bahwa amal tersebut biasanya bebas dari kepentingan egoistik. Amal seperti ini lahir dari niat tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk memuaskan ego atau mencari pujian dari orang lain.
2. "Kami mendapati kebaikan dan seluruh kebaikan terdapat pada membenci nafsu."
• Makna Membenci Nafsu:
o Membenci nafsu bukan berarti menolak keberadaan nafsu secara total, karena nafsu adalah bagian dari fitrah manusia. Namun, yang dimaksud adalah melawan hawa nafsu yang mendorong kepada keburukan (nafsu ammarah bissu').
o Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
۞وَمَآ أُبَرِّئُ نَفۡسِيٓۚ إِنَّ ٱلنَّفۡسَ لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيٓۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Yusuf: 53)
• Seluruh Kebaikan dalam Melawan Nafsu:
o Para Sahabat Nabi SAW memahami bahwa kebaikan sejati muncul ketika manusia mampu mengendalikan dorongan-dorongan negatif dalam dirinya. Dengan demikian, mereka menempatkan pengendalian hawa nafsu sebagai inti dari perjuangan hidup.
o Contoh konkret kebaikan ini adalah keberanian mereka untuk mengutamakan kepentingan umat, menjaga kesabaran dalam cobaan, dan menghindari sifat-sifat buruk seperti kesombongan, iri hati, atau serakah.
Kesimpulan Spiritual:
1. Melawan Nafsu adalah Jihad Terbesar:
o Nabi Muhammad SAW pernah menyebut bahwa jihad melawan hawa nafsu adalah bentuk jihad terbesar. Karena itu, upaya mengendalikan nafsu adalah inti dari perjalanan menuju kebajikan sejati.
2. Amal yang Berat Bernilai Tinggi:
o Ketika sebuah amal terasa berat karena nafsu, itu adalah tanda bahwa amal tersebut memiliki bobot yang tinggi di sisi Allah. Beratnya sebuah amal adalah ujian atas keikhlasan dan kesungguhan seseorang.
3. Kebaikan Sejati Melampaui Kenyamanan:
o Para Sahabat Nabi SAW memahami bahwa kenyamanan hawa nafsu sering kali menjadi penghalang kebaikan, dan karenanya mereka menempatkan pembangkangan terhadap nafsu sebagai kunci untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan terbesar manusia adalah melawan dorongan negatif dalam dirinya sendiri, sehingga ia dapat berjalan di atas jalan kebaikan dan ridha Allah.
Syeikh Ahmad Zaini Dahlan Mengatakan, " Barangsiapa diberi kekuatan oleh Allah untuk menundukkan dan menguasai nafsunya berarti ia telah diberi kerajaan."
Syeikh Ahmad Zaini Dahlan (1816–1886 M) adalah seorang ulama besar dari Mekkah yang memiliki pengaruh besar dalam dunia Islam, terutama di kawasan Timur Tengah, Nusantara, dan sekitarnya. Beliau dikenal sebagai seorang ahli dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, termasuk fiqih, tasawuf, sejarah, dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Ungkapan dari Syeikh Ahmad Zaini Dahlan ini memiliki makna yang sangat dalam dan mengandung hikmah besar. Berikut adalah penjelasan mengenai inti dari pernyataan tersebut:
Makna "Menundukkan dan Menguasai Nafsu"
1. Kekuatan dari Allah:
o Menundukkan nafsu bukanlah sesuatu yang mudah, karena nafsu adalah salah satu ujian terbesar yang dihadapi manusia. Kemampuan untuk mengendalikannya adalah karunia dari Allah SWT, karena hal ini membutuhkan taufik (bimbingan) dan hidayah-Nya.
o Dalam Al-Qur'an, Allah menjelaskan pentingnya pengendalian nafsu:
"Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sungguh surga adalah tempat tinggalnya."
(QS An-Nazi'at: 40-41)
2. Nafsu sebagai Bagian dari Fitrah Manusia:
o Nafsu adalah bagian dari fitrah manusia, tetapi ia bisa menjadi berbahaya jika tidak dikendalikan. Nafsu yang dikuasai akan menjadi alat yang mengantarkan pada kebaikan, sementara nafsu yang tidak terkendali akan membawa kehancuran.
Makna "Diberi Kerajaan"
1. Kerajaan dalam Arti Spiritualitas:
o Menguasai nafsu adalah tanda kekuatan spiritual tertinggi, karena orang yang mampu mengendalikan dirinya dapat mengatur hidupnya dengan bijak. Ini adalah bentuk "kerajaan" yang sejati—bukan kerajaan duniawi, tetapi kerajaan dalam diri yang menciptakan kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan.
2. Kebebasan Sejati:
o Orang yang mampu menundukkan nafsu menjadi merdeka dari perbudakan hawa nafsu. Ia tidak dikendalikan oleh keinginan-keinginan rendah seperti amarah, keserakahan, atau ketakutan yang berlebihan. Dengan demikian, ia adalah raja bagi dirinya sendiri.
3. Penguasaan atas Hidup:
o Dalam konteks ini, kerajaan adalah metafora untuk kendali penuh atas kehidupan. Seseorang yang berhasil mengendalikan nafsunya memiliki kemampuan untuk:
Mengambil keputusan yang bijak.
Memilih jalan kebaikan.
Menjalani hidup dengan tujuan dan makna.
Pelajaran dari Pernyataan Ini
1. Melawan Nafsu adalah Perjuangan yang Mulia:
o Dalam Islam, melawan hawa nafsu disebut sebagai jihad akbar (perjuangan besar). Sebab, ia adalah perjuangan yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup.
2. Hati yang Tenang adalah Hadiah Terbesar:
o Orang yang mampu menundukkan nafsunya akan mencapai jiwa yang tenang (nafsu mutmainnah), sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai."
(QS Al-Fajr: 27-28)
3. Kemuliaan di Dunia dan Akhirat:
o Mereka yang berhasil menguasai nafsu akan dihormati di dunia karena kebijaksanaan dan ketenangan mereka. Di akhirat, mereka akan mendapatkan surga sebagai balasan atas perjuangan mereka melawan hawa nafsu.
Kesimpulan:
Pernyataan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan ini mengajarkan bahwa mengendalikan nafsu adalah puncak dari kekuatan manusia, karena ia membawa seseorang pada kemuliaan di dunia dan akhirat.
Orang yang mampu menundukkan nafsunya adalah "raja" sejati, karena ia bebas dari perbudakan hawa nafsu dan mampu menjalani hidupnya dengan bimbingan Allah SWT. Perjuangan melawan nafsu adalah perjalanan yang sulit, tetapi hasilnya adalah kedamaian sejati dan kedekatan dengan Allah.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)