Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sekolah Rakyat: Solusi Tambal Sulam dan Mencederai Rasa Keadilan

Minggu, 12 Januari 2025 | 07:35 WIB Last Updated 2025-01-12T00:35:13Z

Tintasiyasi.id.com -- Niat pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan anak-anak dari keluarga miskin atau kurang mampu dapat bersekolah, adalah rencana yang patut dipuji. 

Namun, jika langkah yang diambil justru berpotensi melahirkan kesenjangan dan diskriminasi pendidikan, ada baiknya wacana tersebut ditinjau ulang.

Hal ini berkaitan dengan wacana membangun Sekolah Rakyat yang dikhususkan untuk anak-anak dari keluarga miskin. Sekolah yang bakal ada di bawah Kementerian Sosial (Kemensos) ini akan dinamai Sekolah Rakyat.

Wacana ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, pekan lalu. Cak Imin, sapaan akrabnya, menyebut bahwa Presiden Prabowo ingin mendirikan Sekolah Rakyat yang diperuntukkan khusus bagi anak dari keluarga tak mampu dan tergolong miskin ekstrem.

Menurut Imin, program sekolah rakyat masih diuji coba di tiga titik di wilayah Jabodetabek. Peserta didik tidak dipungut biaya sepeser pun. Sekolah Rakyat akan menerapkan konsep asrama atau boarding school.

Kendati begitu, wacana pembentukan Sekolah Rakyat dinilai sejumlah pengamat pendidikan tidak membenahi akar persoalan sektor pendidikan. Alih-alih memperbaiki aksesibilitas dan kapasitas sekolah negeri serta membantu sekolah swasta, pemerintah justru kebelet untuk membuat sekolah baru. Sekolah Rakyat yang akan dikhususkan hanya untuk orang miskin, juga kental nuansa kolonial dan diskriminatif (Tirto.id, 9-1-2025).

Adanya pembangunan sekolah rakyat yang direncanakan pemerintah sejatinya menunjukkan bahwa negara gagal menjamin kebutuhan pendidikan warga negaranya.

Jumlah sekolah negeri yang ada, tidak mampu diakses oleh seluruh rakyat, khususnya generasi. Kalaupun banyak bertebaran sekolah swasta, biayanya yang mahal menjadikannya hanya bisa diakses penduduk yang mampu saja.

Belum lagi masalah kualitas pendidikan negeri yang jauh dari sekolah swasta menggambarkan gagalnya negara mewujudkan pendidikan berkualitas dan merata bagi generasi.

Kapitalisasi pendidikan membuat biaya sekolah mahal dan berkasta. Karena tidak semua rakyat bisa mengakses pendidikan berkualitas. Ini merupakan dampak kepemimpinan berparadigma sekuler kapitalis yang memposisikan diri sebagai regulator dan menjadikan layanan publik sebagai ajang bisnis. 

Bagaimana tidak? Prinsip kapitalisasi pendidikan yang mutlak dalam sistem kapitalisme yang diberlakukan di negeri telah melegalkan pihak swasta membangun sekolah untuk kepentingan bisnis. 

Bahkan negara menganggap adanya pihak swasta yang berkontribusi membangun institusi pendidikan adalah kerjasama yang baik dalam upaya menyediakan pendidikan yang memadai bagi rakyat.

Negara merasa terbantu karena minimnya dan APBN yang dialokasikan untuk pendidikan. Fakta ini, sekali lagi menunjukkan jauhnya peran negara sebagai raa'in atau pengurus rakyat. Negara hanya menjadi penengah antara rakyat dan pihak swasta dan seolah menyerahkan pendidikan pada mekanisme pasar.

Rakyat yang mampu dan kaya dipersilahkan memilih sekolah swasta sedangkan rakyat yang hidup pas-pasan harus bersekolah di sekolah negeri dengan kualitas apa adanya.

Jika ada rencana pemerintah membangun sekolah rakyat, benarkah untuk kepentingan rakyat?Apakah ada jaminan pendidikan berkualitas yang didapatkan? Pasalnya, selama ini perhatian pemerintah terhadap pendidikan warganya sangat minim bahkan bisa dikatakan negara abai terhadap tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan seluruh warga negaranya.

Sikap negara yang demikian sah-sah saja dalam sistem kapitalisme. Inilah akar sesungguhnya, yakni hadirnya sistem kapitalisme sekulerisme dalam mengarahkan penyelenggaraan pendidikan dinegeri ini. 

Mirisnya, alih-alih mengambil solusi mendasar dengan mengubah sistem, negara justru mengambil solusi tambal sulam yang mencederai rasa keadilan di masyarakat. Menempatkan masyarakat miskin sebagai beban yang hanya diberi layanan minimal.

Cara Islam Mewujudkan Pendidikan Gratis dan Berkualitas

Daulah Khilafah mampu mewujudkan pendidikan gratis dan berkualitas karena beberapa tuntutan syariat,

Pertama, Islam memiliki tujuan politik di bidang pendidikan, yaitu memelihara akal manusia sebagaimana yang Allah Ta'ala jelaskan dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 90 hingga 91

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَۗ اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَابِ

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya ululalbab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran."
(QS. Az-Zumar: 9 )

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ 

Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Mujadalah: 11)

Kedua, pendidikan merupakan wasilah seseorang memiliki ilmu. Dengan ilmu, manusia akan jauh dari kebodohan dan kekufuran. Dengan ilmu pula manusia melakukan tadabur, ijtihad dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu.

Ketiga, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan oleh negara dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yaitu saat beliau menjabat sebagai kepala negara Islam di Madinah. Pada waktu itu, para tahanan perang Badar diminta untuk mengajari kaum Muslim membaca dan menulis sebagai tebusan mereka.

Tindakan ini bukan semata-mata dari kebaikan beliau secara personal, namun ada makna politis, yakni perhatian negara terhadap pendidikan.

Keempat, pendidikan dalam sistem Islam dipandang sebagai kebutuhan dasar publik bukan barang komersil apalagi dianggap sebagai barang tersier. Karena Islam mewajibkan semua manusia berilmu. 

Tuntunan syariah ini menjadi konsep penyelenggaraan pendidikan dalam Daulah Khilafah. Hal tersebut telah dijelaskan oleh seorang mujtahid mutlak dan ulama terkenal Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani dalam kitab Muqaddimah Dustur padal 173,

"Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, yakni pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma."

Kelima, sistem pendidikan Islam akan didukung oleh sistem ekonomi Islam. Karena untuk mewujudkan pendidikan yang demikian dibutuhkan dukungan dana yang besar.

Dalam sistem ekonomi Islam, sumber keuangan negara berpusat pada sistem baitul maal. Baitul maal ini memiliki tiga pos pendapatan, yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dana masing-masing. 

Untuk pendidikan, misalnya khilafah dapat mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum untuk biaya sarana dan prasarana pendidikan. Sehingga, negara bisa membangun gedung kampus berikut perpustakaan, laboratorium, aula, klinik, asrama mahasiswa serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya.

Bahkan khilafah juga bisa memberi beasiswa kepada seluruh mahasiswa tanpa syarat baik itu mahasiswa dari keluarga miskin atau kaya, berprestasi atau biasa saja, semua akan mendapatkan layanan yang berkualitas dan gratis.

Sementara untuk gaji para dosen dan tenaga administrasi, khilafah akan mengalokasikan anggarannya dari pos kepemilikan negara baitul maal. Sumber pendanaan yang kokoh dan stabil baitul maal jelas akan mampu menunjang independensi pendidikan agar sesuai syariat Islam, yaitu orang-orang akan menjadi manusia berilmu dengan kepribadian Islam. 

Karena itu, sepanjang Daulah Khilafah berdiri selama 1300 tahun, banyak sekali ilmuwan-ilmuan, para pemikir para ulama, para politikus yang bekerja siang malam membangun kapasitas keilmuan untuk umat, bukan memenuhi tuntutan industri seperti saat ini. Bukankah pendidikan seperti ini yang sedang umat idam-idamkan?[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update