TintaSiyasi.id -- Pendirian Rumah Moderasi (RM) di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di kampus-kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), sering dipromosikan sebagai solusi inovatif untuk meredam potensi konflik terkait isu agama. Dengan dalih mempromosikan kerukunan beragama, RM dianggap mampu menciptakan harmoni dalam kehidupan masyarakat majemuk. Namun, jika ditelaah lebih dalam, konsep moderasi beragama yang menjadi ruh dari pendirian RM justru bertentangan dengan ajaran Islam yang lurus.
Moderasi beragama adalah gagasan yang sejatinya mendorong umat Islam untuk meninggalkan penerapan syariat secara menyeluruh. Prinsip-prinsipnya seperti "jalan tengah" dan "tidak ekstrem" sering digunakan untuk melemahkan komitmen umat terhadap agamanya. Ide ini merupakan bagian dari proyek global yang didukung oleh lembaga seperti Rand Corporation, yang secara terang-terangan merekomendasikan pengarusutamaan moderasi beragama untuk menghadang kebangkitan Islam ideologis. Dalam konteks ini, RM bukanlah solusi, melainkan alat propaganda yang memperkuat program moderasi beragama di Indonesia.
Islam Memiliki Aturan yang Jelas tentang Toleransi
Islam sebagai agama sempurna telah menetapkan konsep toleransi yang jelas, tanpa perlu meminjam prinsip dari ide moderasi beragama. Dalam Islam, toleransi diwujudkan dengan membiarkan umat agama lain menjalankan ibadahnya tanpa gangguan, sebagaimana firman Allah SWT: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memberikan kebebasan beragama, selama tidak ada upaya permusuhan atau penindasan terhadap umat Islam. Toleransi dalam Islam tidak berarti mengorbankan akidah atau mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, tetapi tetap teguh dalam keyakinan dan adil dalam berinteraksi.
Generasi muda, termasuk mahasiswa, membutuhkan pemahaman Islam yang benar agar mampu bersikap bijak dalam menghadapi berbagai persoalan. Islam memberikan panduan yang jelas dalam berinteraksi, termasuk bagaimana hidup berdampingan di tengah masyarakat majemuk. Kampus sebagai tempat pembentukan generasi intelektual seharusnya menjadi ladang subur untuk menyemaikan pemahaman Islam yang lurus, bukan justru menjadi ajang untuk mempromosikan gagasan-gagasan yang menyesatkan.
Sejarah Islam dalam Menjaga Toleransi Antaragama
Sejarah Islam mencatat bahwa toleransi antaragama telah terwujud secara nyata di bawah pemerintahan khilafah. Salah satu contoh terbaik adalah perjanjian antara Khalifah Umar bin Khattab dan penduduk Aelia (Yerusalem). Dalam perjanjian tersebut, Khalifah Umar memberikan jaminan kebebasan beribadah kepada umat Kristen dan Yahudi, serta melarang perusakan tempat-tempat ibadah mereka. Dalam salah satu klausulnya disebutkan:
"Ini adalah jaminan keamanan yang diberikan Umar kepada penduduk Aelia, atas jiwa mereka, harta benda mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib mereka, dan seluruh umatnya. Gereja-gereja mereka tidak akan dihuni, dirusak, atau diambil alih, begitu pula salib dan harta benda mereka.”
Contoh ini menunjukkan bagaimana khilafah memberikan perlindungan kepada umat agama lain, bahkan di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim. Toleransi semacam ini hanya bisa diwujudkan ketika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Peran Negara dalam Menjaga Akidah Umat
Dalam Islam, penguasa memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga akidah umat. Negara wajib memberikan nasihat takwa dan memastikan kehidupan masyarakat terikat pada aturan syarak. Melalui berbagai instrumen seperti media, pendidikan, dan institusi seperti kadi hisbah, negara memastikan akidah umat tetap terjaga dari berbagai upaya pelemahan. Konsep ini jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh negara saat ini, yang justru memfasilitasi program-program seperti RM yang berpotensi merusak akidah umat.
Pembangunan RM merupakan bukti bahwa negara telah gagal memahami akar persoalan konflik agama. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi komprehensif dengan menjadikan syariat sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat. Dalam naungan khilafah, negara tidak hanya menjaga akidah umat, tetapi juga menciptakan lingkungan yang harmonis berdasarkan keadilan syariat. Oleh karena itu, umat Islam harus mewaspadai berbagai upaya yang bertujuan melemahkan komitmen mereka terhadap agamanya, termasuk melalui program moderasi beragama.
Khatimah
Pendirian RM bukanlah solusi atas persoalan konflik agama, melainkan alat untuk memuluskan agenda moderasi beragama yang bertentangan dengan Islam. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa toleransi yang sejati dapat diwujudkan di bawah naungan khilafah, sebagaimana dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Selain itu, Islam telah menetapkan prinsip toleransi dalam Al-Qur'an yang mampu menjaga harmoni antaragama tanpa mengorbankan akidah.
Umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang lurus dan memperjuangkan penerapan syariat secara menyeluruh di bawah naungan khilafah. Dengan demikian, kehidupan yang harmonis dan penuh keberkahan dapat terwujud, tanpa mengorbankan akidah dan ketaatan kepada Allah SWT.Wallahu a'lam []
Oleh: Mahrita Julia Hapsari
Aktivis Muslimah Banua