Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pesta Seks Swinger Marak: Keniscayaan dalam Sistem Sekularisme nan Rusak

Senin, 13 Januari 2025 | 15:50 WIB Last Updated 2025-01-13T08:51:33Z
TintaSiyasi.id -- Astaghfirullah! Ada pesta seks lelaki perempuan, pesta seks sesama jenis, kini ada pesta seks swinger alias bertukar pasangan di Jakarta hingga Bali. Kasus ini melibatkan pasangan suami-istri berinisial IG (39) dan KS (39), yang mengelola website komunitas seks swinger dengan jumlah anggota mencapai 17.732 orang.

Peserta komunitas harus mengakses website tersebut untuk bergabung. Setelah sepakat, anggota akan 'kopi darat' guna menentukan jadwal dan lokasi pesta seks. Pesta seks swinger telah berlangsung satu tahun dan digelar sebanyak 10 kali di Bali dan Jakarta. Kini, pasangan IG dan KS ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Polisi menjerat keduanya dengan Undang-Undang (UU) ITE dan UU Pornografi. Pun dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) (detikBali, 12/1/2025).

Sungguh disayangkan. Hidup di era modern tapi tindakan mereka kembali ke masa jahiliyah (kebodohan). Zaman terus bergulir, teknologi kian maju, namun perilaku seksualnya seperti  binatang. Bahkan lebih bejat lagi. Inilah bukti kerusakan manusia akibat meninggalkan agama. Tak lagi mendasarkan perbuatan pada halal-haram, tapi lebih mengikuti hawa nafsu untuk meraup kesenangan duniawi.

Fenomena Swinger Marak dalam Sistem Hidup nan Rusak

Maraknya kerusakan pergaulan dalam kehidupan masyarakat haruslah dilihat secara komprehensif. Tidak hanya berhenti pada kasus per kasus. Ketika masalah pergaulan tak berhenti, selalu terulang terjadi, menimpa banyak manusia, patut dipertanyakan bagaimana dengan sistem hidup yang selama ini melingkupi. Pun aturan apa yang diterapkan di dalamnya. 

Bila kita telisik, liberalisasi pergaulan bermula dari sistem kehidupan sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan agama (Islam). Sistem ini menjadikan manusia bebas mengatur kehidupan mereka dengan standar dan nilai manusia. 

Sistem ini juga menganggap kebebasan adalah hak setiap individu, di antaranya kebebasan berekspresi dan bertingkah laku yang melahirkan gaya hidup liberal, hedonis, dan permisif. Akhirnya, manusia makin jauh dari hakikat dan tujuan ia diciptakan. Sehingga bagi pemeluk Islam, hidup tak lagi untuk beribadah pada Allah SWT tapi untuk bersenang-senang dan meraih harta sebanyak-banyaknya. 

Paham sekuler liberal sesungguhnya telah masuk ke pemikiran kaum Muslim sejak lama. Akibat paham ini, perilaku seks bebas dibiarkan atas nama kebebasan dan hak asasi manusia. Ini artinya, boleh aktivitas berhubungan seksual bertukar pasangan asal suka sama suka. 

Alhasil, nilai agama makin terdegradasi dari kehidupan. Baik buruknya perilaku bergantung pada nilai relatif manusia. Halal haram tidak lagi menjadi tolok ukur perbuatan, misalnya normalisasi maksiat dengan memaklumi aktivitas pacaran, zina tidak lagi dianggap dosa besar, bahkan perilaku seks menyimpang dianggap sebagai preferensi hidup yang harus dihargai.

Buah dari penerapan sistem sekuler kaptakistik ialah nihilnya peran negara dalam memberantas setiap perilaku secara tegas. Negara seakan melegitimasi pergaulan bebas dengan memberikan kebebasan berperilaku pada individu. Paham sekuler liberal telah merusak sendi kehidupan, menghilangkan sensitivitas umat terhadap perilaku maksiat, serta mendangkalkan akidah umat. Islam sebatas agama ritual yang mengatur masalah ibadah semata.

Selama negara memberi solusi perilaku seks bebas dengan memakai cara pandang sekuler liberal, semisal kampanye sex education atau penyediaan alat kontrasepsi, jelas tidak akan mampu menuntaskan masalah kerusakan moral masyarakat dan generasi kita. Akar masalah seks bebas, yaitu liberalisme sekularisme tidak boleh menjadi pandangan hidup sehingga melahirkan kebijakan sekuler liberal. Demikianlah, fenomena swinging marak dalam sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak.

Dampak Fenomena Swinger terhadap Kesucian Keluarga dan Moralitas Bangsa

Fenomena swinging (hubungan seksual dengan bertukar pasangan) dapat menimbulkan dampak yang kompleks terhadap kesucian keluarga dan moralitas bangsa. Berikut beberapa dampaknya:

Pertama, ancaman terhadap kesucian keluarga. Keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat yang berfungsi sebagai tempat yang mendukung perkembangan individu secara emosional dan sosial. Praktik swinging bisa merusak hubungan suami-istri, karena dapat menumbuhkan kecemburuan, ketidakpercayaan, dan perasaan dikhianati, yang dapat mengancam stabilitas keluarga. Ini juga berisiko meningkatkan perceraian dan mengurangi rasa hormat antarpasangan.

Kedua, dampak terhadap anak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana norma keluarga dan moralitas dihargai, cenderung lebih stabil secara emosional dan sosial. Praktik swinging bisa mempengaruhi pembentukan identitas mereka dan berpotensi mengganggu pandangan mereka tentang hubungan yang sehat, kesetiaan, dan nilai-nilai inti dalam kehidupan.

Ketiga, moralitas bangsa. Setiap bangsa memiliki norma moral yang berkembang berdasarkan nilai budaya dan agama. Fenomena swinging yang bertentangan dengan nilai agama dan norma kepatutan jelas mengancam moralitas bangsa, terutama dalam masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai kesucian dan kesetiaan dalam hubungan pernikahan.

Keempat, risiko Kesehatan. Praktik seksual yang melibatkan banyak pasangan juga dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seksual (PMS). Hal ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga pada masyarakat secara lebih luas, terutama jika ada dampak kesehatan yang lebih besar. Jenis PMS yang bisa muncul karena swinger yaitu klamidia, gonore, genital herpes, sifilis, HIV/AIDS. 

Secara keseluruhan, fenomena swinging dapat memperburuk stabilitas sosial,  memengaruhi norma kepatutan masyarakat, dan menentang nilai-nilai kesucian keluarga serta moralitas.

Strategi Islam Menuntut Umat dalam Menyalurkan Hasrat Seksual Secara Halal

Dalam Islam, menyalurkan hasrat seksual secara halal sangat ditekankan untuk menjaga kehormatan dan kesucian individu serta masyarakat. Beberapa strategi Islam untuk menyalurkan hasrat seksual dengan cara yang sah dan halal meliputi:

Pertama, pernikahan yang sah. Satu-satunya  cara dalam Islam untuk menyalurkan hasrat seksual adalah melalui pernikahan yang sah. Dalam pernikahan, pasangan suami istri diberikan kebebasan untuk menikmati hubungan seksual, yang dilakukan dengan niat ibadah untuk melangsungkan jenis keturunan manusia, serta cara-cara yang sesuai ajaran-Nya. 

Kedua, menjaga pandangan dan pergaulan. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga pandangan dan pergaulan. Larangan melihat hal-hal yang dapat membangkitkan hasrat seksual di luar pernikahan, seperti melihat aurat orang lain atau terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat, merupakan cara untuk mencegah dorongan seksual yang tidak diinginkan.

Ketiga, puasa dan zikir. Bagi mereka yang belum mampu menikah atau menghadapi godaan seksual, Islam menyarankan untuk berpuasa dan memperbanyak zikir. Puasa mengurangi dorongan seksual, sementara zikir dapat membantu menjaga ketenangan hati dan pikiran, serta memperkuat ketakwaan kepada Allah.

Keempat, menjauhkan diri dari zina dan dosa. Islam dengan tegas melarang perbuatan zina, yaitu hubungan seksual di luar pernikahan. Setiap bentuk perilaku yang dapat mengarah pada zina juga dihindari, termasuk berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, serta segala tindakan yang bisa merangsang dorongan seksual yang tidak sah.

Kelima, penerapan sanksi tegas bagi pelaku zina. Maraknya zina hari ini dengan segala variannya akibat tidak ada sanksi tegas bagi pelaku. Andai negara menerapkan sanksi zina dalam Islam, insya Allah akan meminimalisasi terjadinya zina. Sanksi tersebut adalah bagi pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam hingga mati. Adapun yang belum menikah, dicambuk seratus kali. 

Secara keseluruhan, Islam memberikan pedoman yang jelas untuk menyalurkan hasrat seksual dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai agama, melindungi individu dan masyarakat dari kerusakan moral, dan menjaga kehormatan umat. Dan semuanya ini akan teraih ketika negara mengatur interaksi antarwarga berdasarkan syariat Islam secara menyeluruh. []

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)

Opini

×
Berita Terbaru Update